1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Teknologi Hujan Buatan Kurangi Titik Panas di Hutan Riau

12 Maret 2020

BPPT menerapkan teknologi modifikasi cuaca untuk menciptakan hujan buatan untuk menjaga kelembaban lahan gambut guna mencegah kebakaran hutan dan lahan di Riau.

https://p.dw.com/p/3ZHFX
Atemwegserkrankungen durch giftigen Dunst in ganz Südostasien
Petugas berusaha memadamkan kebakaran hutan dan lahan di RiauFoto: AFP/Wahyudi

Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBTMC-BPPT) telah meluncurkan program Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk menciptakan hujan buatan di Riau sebagai upaya mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Kepada DW Indonesia, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan, upaya operasi hujan buatan ini telah dilakukan sejak Rabu (11/03).

''Kita mau menyediakan 20 ton garam untuk disemai di sana di Riau agar bisa mengatasi kemunculan titik api. Jadi kan kalau modifikasi cuaca ini diharapkan akan melakukan pencegahan terjadi kebakaran hutan dan lahan,'' ujar Hammam.

Ia menambahkan, operasi ini dilakukan karena titik api panas sudah bermunculan. Titik api diprediksi akan meningkat pada bulan Maret dan mencapai puncaknya pada Agustus hingga September.

''Artinya kalau hotspot itu, belum terbakar tapi sudah panas, meningkat suhunya dari lahan-lahan gambut itu sehingga sangat mudah untuk terbakar,'' katanya.

Menjaga kelembaban lahan gambut

Operasi hujan buatan ini bukan hanya mengurangi titik panas yang memicu karhutla namun dapat menjaga kelembaban lahan gambut di seluruh provinsi. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah yang mengalami karhutla adalah lahan gambut.

Gambut kering lebih rentan terhadap kebakaran hutan dibandingkan dengan yang lebih basah. Oleh karena itu, ketinggian airnya perlu terus dipantau agar tidak rentan terhadap kebakaran.

''Jadi kita menyirami meningkatkan tinggi muka air (TMA) atau pun untuk mengukur, menurunkan Fire Danger Rating System (FDRS). Itu adalah bagian yang dipakai sebagai indikator untuk menunjukkan bahwa sebuah lahan itu memiliki risiko terbakar atau tidak, seberapa tinggi risiko terbakarnya,’’ jelas Hammam kepada DW Indonesia.

Operasi ini ditargetkan menjaga seluruh hutan di provinsi Riau, dengan memfokuskan beberapa kabupaten yang setiap tahunnya mengalami karhutla.

Kecerdasan buatan untuk memprediksi titik karhutla

Hammam menambahkan, saat ini BPPT tengah menguji coba sistem kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) yang mampu memberikan prediksi pemodelan terhadap potensi terjadinya karhutla. Sehingga pesawat-pesawat yang membawa garam untuk disemai dan target pengurangan titik panas semakin tepat sasaran.

''Ini masih pengujian di laboratorium kita, menggunakan modelling data. Itu kita berikan masukan kepada tim yang ada di posko, sehingga posko itu bisa mempertimbangkan keputusan untuk jalur penerbangan dari pesawat-pesawat yang melakukan penyemaian garam,’’ tambahnya.

BBTMC-BPPT yang mengelola program ini telah menunjuk pangkalan Angkatan Udara (AU) Resmin Nurjadin di Pekanbaru sebagai pusat komando program. pkp/yf