1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tawaran Damai Pemerintah Disambut Protes di Lima

25 Januari 2023

Ribuan demonstran di Peru turun ke jalan yang disambut gas air mata dan peluru karet aparat keamanan. Protes kembali berkecamuk hanya beberapa jam setelah Presiden Dina Boluarte mengumumkan “gencatan senjata.”

https://p.dw.com/p/4MfDo
Aksi protes di Peru
Agresi aparat keamanan diduga sudah menewaskan 56 demonstranFoto: Klebher Vasquez/AA/picture alliance

Aksi demonstrasi antipemerintah di Peru kembali menyemarakkan jalan-jalan ibu kota Lima, Selasa (24/1). Protes terutama digalang oleh warga yang khusus  datang dari kawasan terpencil di Andes. Mereka menuntut penyelenggaraan pemilu, pembubaran parlemen dan agar Presiden Dina Bouarte mengundurkan diri. 

"Kita tidak bisa menyepakati gencatan senjata jika dia masih berbohong,” kata Blanca Espana Mesa, 48, salah seorang peserta demonstrasi. "Saya senang karena banyak yang datang hari ini, seakan-akan masyarakat sudah tersadarkan.”

Hingga pekan lalu, sebagian besar aksi protes di Peru terjadi di kawasan terpencil. Krisis dipicu oleh pemakzulan terhadap Presiden Pedro Castillo, Desember silam. Dia adalah presiden pertama Peru yang berasal dari pedalaman Andes. Castillo ditahan oleh aparat keamanan dan digantikan oleh Boluarte yang merupakan wakilnya.

Sejak itu, sebanyak 56 orang meninggal dunia akibat bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan. Tidak seorangpun korban jiwa tercatat di Lima. 

Pada Selasa (24/1), polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet untuk menghalau demonstran di jalan ibu kota. "Pembunuh,” teriak sejumlah peserta aksi, yang diiringi lemparan batu ke arah aparat.

Damai bersyarat

Presiden Boluarte sebelumnya menyerukan gencatan senjata kepada demonstran. Namun tawaran itu dibarengi tuduhan, bahwa protes didalangi oleh penambang ilegal, penyelundup dan pedagang narkoba, yang membentuk "kekuatan paramiliter” untuk menciptakan kekacauan, katanya dalam sebuah wawancara baru-baru ini.

Dia menambahkan sejauh ini kerugian ekonomi akibat penutupan selama aksi demo mencapai USD 1 miliar. 

Boluarte juga menuduh demonstran yang tewas adalah korban dari tembakan demonstran lain, dan proses investigasi akan memastikan bahwa peluru pembunuh bukan merupakan jenis yang dipakai kepolisian.

Sementara itu, sebanyak 90 anggota aparat keamanan saat ini dirawat karena mengalami luka lebam. "Bagaimana dengan hak asasi manusia milik mereka?” tanya sang presiden. Namun begitu,  pemerintah hingga kini belum menampilkan bukti adanya anggota kepolisian yang mengalami luka tembak.

Diplomasi di balik pintu

Minimnya perhatian dunia internasional terhadap kegentingan di Peru dikecam organisasi-organisasi HAM. Mereka menuntut komunitas global mengecam tindak kekerasan yang dilancarkan pemerintah sejak pemakzulan Castillo.

"Tidak satupun negara di kawasan yang melakukan tindakan kongkret,” kata Jennie Dador, direktur komisi HAM nasional di Peru. Absennya reaksi dunia membuat "kami merasa sendirian,” imbuhnya.

Peringatan kepada Boluarte sudah dilayangkan oleh pemimpin jiran di KTT Komunitas Negara Amerika Latin dan Karibik, yang pekan ini berkumpul di Buenos Aires, Argentina. 

Presiden Chile, Gabriel Boric mengatakan "ada kebutuhan mendesak bagi terciptanya perubahan di Peru, karena kekuasaan yang didapat dari tindak kekerasan dan represi tidak bisa diterima.” Adapun Presiden Meksiko, Andres Obrador, menuntut Boluarte "mengakhiri tindak represi.”

Kepada Associated Press, seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Argentina membeberkan tentang adanya negosiasi tertutup di Buenos Aires. "Peru adalah isu sensitif,” kata dia. Tapi tekanan dari para kepala negara mampu menggerakkan negosiasi di menit-menit terakhir,” imbuhnya. 

Bagi Cesar Munoz, direktur bidang Amerika di Human Rights Watch, upaya tersebut tidak cukup. "Komunitas internasional memang sudah mengungkapkan kekhawatiran, tapi saya kira tekanannya bisa lebih kuat.”

rzn/hp (ap,rtr)