1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Tanggapan Singapura Atas Artikel DW Tentang Kondisi PRT

Hendra Pasuhuk
30 April 2019

Kementerian Ketenagakerjaan Singapura menanggapi artikel DW dan Detiknews tentang situasi Pekerja Rumah Tangga (PRT) di negaranya. Kementerian menyebut artikel itu "secara keliru menggambarkan" kondisi PRT asing.

https://p.dw.com/p/3Hgwd
Ministry of Manpower in Singapur
Foto: picture-alliance/dpa/W. Woon

Akhir Maret lalu, Deutsche Welle (DW) menurunkan berita yang berjudul "PRT di Singapura Sering Alami Eksploitasi dan Intimidasi". Berita itu antara lain menyoroti kasus Moe Moe Than, PRT asal Myanmar berusia 21 tahun, yang hanya diizinkan makan nasi dengan gula merah oleh majikannya. Dia juga sering diperlakukan kasar dan dilecehkan, dicambuk dan harus membersihkan rumah dengan pakaian dalam saja.

Kasusnya kemudian mendapat sorotan luas. Majikannya kemudian digugat dan dijatuhi hukuman penjara. Majikan perempuan Chia Yun Ling dihukum 47 bulan penjara, suaminya Tay Wee Kiat dihukum 24 bulan penjara. DW juga mengutip hasil studi tentang kondisi pekerja rumah tangga di Singapura yang berjudul "Bonded to the System", dirilis Research Across Borders tahun 2017.

Studi itu antara lain melibatkan wawancara dengan hampir 800 PRTpekerja rumah tangga dan 80 majikan. Para PRT yang sebagian besar adalah warga Filipina dan Indonesia melaporkan upah mereka terlalu rendah, hanya mendapat sedikit cuti kerja dan sering mengalami pelecehan verbal dan fisik.

Hausangestellte in Indonesien
Foto: AFP/Getty Images/R. Gacad

Tanggapan Kementerian Ketenagakerjaan Singapura

Kementerian Ketenagakerjaan Singapura tanggal 10 April menerbitkan tanggapan klarifikasi atas laporan DW dan Detiknews, yang dirilis di situs resmi Ministry of Manpower (MOM).

Selain itu, tanggapan tersebut dikirim lewat Kedutaan Besar Singapura di Jakarta kepada DW dan Detiknews. Kementerian Ketenagakerjaan menyimpulkan, keadaan PRT asing di Singapura jauh dari "gambaran suram" yang ada dalam artikel itu.

Dalam tanggapan itu disebutkan, artikel DW "secara keliru menggambarkan kondisi pekerjaan PRT asing" yang memilih untuk bekerja di Singapura. Artikel itu membuat pernyataan "yang hanya didasari oleh satu-satunya kasus penyiksaan PRT asing". Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan Singapura juga sudah mengeluarkan pernyataan menanggapi studi Research Across Border dari tahun 2017.

Dalam tanggapannya terhadap DW dan Detiknews, Kementerian Ketenagakerjaan Singapura mengutip sebuah studi independen dari tahun 2015, yang menyebutkan bahwa 97 persen PRT asing di Singapura menyatakan puas bekerja di negara itu. 76 persen menyatakan berniat untuk terus bekerja di Singapura setelah kontraknya selesai.

Kementerian Ketenagakerjaan juga membantah bahwa para PRT tidak mendapat perlindungan hukum yang layak. "Hukum dan peraturan Singapura, yang ditinjau secara berkala, memberikan perlindungan menyeluruh bagi PRT asing yang bekerja di Singapura", tulis Kementerian Ketenagakerjaan dalam tanggapannya. PRT asing juga mendapat didikan dari Kementerian "atas hak-hak dan kewajiban mereka, dan berbagai saluran bantuan yang dapat mereka gunakan melalui berbagai platform".