1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Neraca Pertemuan Tingkat Menteri NATO di Belanda

26 Oktober 2007

Kamis (25/10), pertemuan tingkat menteri anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara NATO di Noorwijk, Belanda berakhir. Sekali lagi Amerika Serikat menuntut penambahan pasukan NATO di Afghanistan. Sebagian anggota menyatakan bersedia. Namun terdapat perubahan pandangan dalam hal yang menentukan.

https://p.dw.com/p/CJ7a
Foto: AP

Banyak pemerintah negara anggota NATO dari kawasan Eropa tidak kuasa lagi mendengar tuntutan-tuntutan. Selama misi NATO di Afghanistan dijalankan, selalu terdengar tuntutan terutama dari Amerika Serikat supaya keterlibatan militer NATO lebih ditingkatkan. Sekretaris Jenderal NATO Jaap de Hoop Scheffer sejak lama berkunjung ke negara-negara anggota NATO, meminta pengiriman tambahan serdadu, helikopter atau pesawat pengangkut logistik, dan sebagian besar memberikan jawaban yang tidak mengikat. Pemerintah Jerman yang bersemangat terlibat dalam misi di Afghanistan mengirimkan pesawat pengintai Tornado. Tapi Jerman tidak mengirimkan pasukannya ke wilayah selatan yang dianggap berbahaya. Itu tentu saja menimbulkan sikap skeptis di kalangan publik dan situasi politik pemerintah di Berlin juga tidak mendukungnya.

Sekarang sejumlah negara anggota NATO sepakat untuk mengirimkan lagi pasukan, mungkin seluruhnya berjumlah ratusan serdadu, tapi dinantikan apakah benar-benar akan terwujud.

Menarik untuk diketahui adalah prioritas tuntutannya berubah. De Hoop Scheffer dan Presiden Afghanistan Hamid Karzai kini mengutamakan betapa pentingnya pendidikan bagi angkatan bersenjata Afghanistan. Akhirnya, menurut Sekjen NATO, Afghanistan harus dapat mandiri. Di Noorwijk, Belanda, Menteri Pertahanan Jerman Franz Joseph Jung juga mengatakan hal yang serupa.

Afghanistan harus dapat mandiri. Itulah yang harus dijadikan landasan keterlibatan NATO di Afghanistan. Tapi kenyataan itu sudah lama terlupakan. Publik di Eropa tidak hanya memandang skeptis misi pasukan NATO di Afghanistan karena serdadunya tewas, tapi juga karena menaruh curiga. Misi tersebut ibarat ember bocor yang tidak akan penuh walau pun terus diisi.

Tapi kapan Afghanistan dapat mandiri? Tidak ada militer yang cukup dungu untuk menentukan waktunya. Banyak pengamat memperkirakan, waktu seperti itu tidak akan datang. Beberapa pihak bahkan memperkirakan pasukan NATO masih akan berada di Hindukush dalam beberapa tahun dan bahkan mungkin puluhan tahun. Tapi sekutu Barat tidak punya pilihan lain. Apakah ini berarti membuang-buang nyawa orang dan dana hasil pajak? Memang benar, misi tersebut memakan banyak korban dan banyak serdadu yang harus mati sia-sia. Tapi bagaimana jika ekstremis Islam Afghanistan merebut kembali kekuasaan? Pada saat itu dapat dikatakan, semua upaya berakhir sia-sia belaka.

NATO harus melanjutkan proyek Afghanistan. Dan itu termasuk memerangi Taliban dan Al Kaidah. Di Jerman hal itu merupakan sesuatu yang dirahasiakan. Tapi pemerintah di Washington menyadarinya bahwa itu tidak tergantung dari jumlah senjata, tapi strategi yang menyeluruh. Tidak hanya pasukan, tapi juga pembangunan masyarakat sipil dan pendidikan angkatan bersenjata setempat. Sayangnya hal itu terlambat disadari di Irak. Itulah pelajaran yang dapat diambil NATO dalam menangani Afghanistan.

Christoph Hasselbach