1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Krisis Kelaparan Butuhkan Solusi Politik

25 Juli 2011

Krisis kelaparan yang tengah terjadi telah diprediksi jauh sebelumnya. Namun pemerintahan dan penolong kembali tidak melakukan apa-apa. Padahal Eropa membutuhkan Tanjung Afrika yang stabil.

https://p.dw.com/p/1230I
Foto: dapd

Bulan Februari lalu, pemerintah Ethiopia telah memohon bantuan bahan pangan bagi tiga juta warganya. Ini belum termasuk delapan juta warga yang menderita kelaparan kronis. Di negara tetangga Somalia, saat itu sapi ternak mulai mati. Sejak lama ini dianggap sebagai pertanda pasti krisis kelaparan akan terjadi.

Tetapi reaksi dunia internasional, kembali baru muncul setelah tayangan televisi menampilkan wajah para pengungsi yang kelaparan. Keengganan untuk membantu mulai terasa. Masalah kelaparan dan kekacauan politik yang terus berputar dalam siklus dihindari oleh negara donor. Italia yang menggelar konferensi donor besar bagi tanduk Afrika, hingga kini belum menyumbangkan dana bantuan bagi negara bekas koloni Somalia. Warga Eropa tengah sibuk dengan benua sendiri dan mata uang Euro-nya. Mereka tidak tengah memikirkan kawasan dengan lobi lemah seperti negara gagal Somalia, Kenya yang korup, dan Ethiopia yang paranoid.

Memang cuaca punya pengaruh, tapi krisis kelaparan di tanduk Afrika dibandingkan di belahan dunia lainnya adalah hasil perbuatan sendiri. Karena itu jawaban dari sistem peringatan dini harus lebih ke arah politik. Siapa yang bisa menjelaskan pada pembayar pajak di Eropa, bahwa Ethiopia menuntut bahan pangan bagi 11 juta orang, namun di waktu bersamaan mengusir belasan organisasi bantuan di kawasan krisis Ogaden dan menyewakan jutaan hektar tanah ke Cina dan Arab Saudi?

Walau pun keengganan negara donor bisa dimengerti, fokus mereka terhadap masalah sendiri juga terlalu berlebihan. Sekarang pun masalah bajak laut di kawasan Somalia adalah resiko besar bagi lalu lintas barang global. Jika Kenya menutup perbatasan ke negara tetangga karena takut menjadi pintu masuk bagi teroris Somalia, maka ini harus menjadi pemikiran warga Eropa. Cara menangani puluhan ribu pengungsi miskin yang menyerbu Eropa, mengancam komunitas solidaritas Uni Eropa yang rapuh. Ini bisa dilihat pada perundingan yang tidak layak tentang kuota penerimaan.

Jadi ini tidak hanya mengenai sikap kemanusiaan dan sumbangan. Melainkan juga kepentingan dalam bidang keamanan. Perlu adanya pakta solidaritas antara negara donor dan negara penerima donor : "Kalian yang mewujudkan ketentuan politik, kami akan membantu kalian jika perubahan iklim terjadi." Sayangnya, warga Eropa melalui strategi politik bagi Afrika yang kadang sinis dan tanpa inspirasi telah kehilangan kredibilitas mereka sebagai mitra benua tersebut dalam situasi krisis.

Ludger Schadomsky / Vidi Legowo-Zipperer

Ludger Schadomsky
Ludger SchadomskyFoto: DW

Editor : Hendra Pasuhuk