1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Internasional Harapan Terakhir Konflik Sri Lanka

Christoph Heinzle19 Agustus 2006

Sri Lanka siap untuk kembali ke meja perundingan. Demikian dinyatakan pemerintahan Sri Lanka pertengahan minggu ini. Walaupun begitu, peperangan terus berlanjut dan kian meruncing antara militer Sri Lanka dan kelompok Pembebasan Macan Tamil, LTTE.

https://p.dw.com/p/CJbo
Warga Muslim etnis Tamil mencari bantuan di kamp pengungsi Kantale, Sri Lanka
Warga Muslim etnis Tamil mencari bantuan di kamp pengungsi Kantale, Sri LankaFoto: AP

Perhatian masyarakat internasional masih hanya tertuju pada tiga hal: konflik Timur Tengah, ancaman kaum Islam radikal dan konflik atom dengan Iran. Sementara itu konflik yang berlangsung di Sri Lanka kurang mendapat perhatian media. Belum ada upaya-upaya diplomatis maupun politis untuk menyelesaikan konflik di sana. Dunia hanya menonton konflik yang semakin runcing antara kelompok Macan Tamil dan militer Srilanka, tanpa berbuat apa-apa.

Resminya, gencatan senjata yang disepakati awal tahun 2002 masih berlaku. Walaupun begitu saat ini, hanya senjata yang berbicara di Srilanka utara dan timur. Situasi saat ini tak ada bedanya dengan perang saudara yang berlangsung di Srilanka pada tahun 80 dan 90-an. Pesawat angkatan udara Sri Lanka membombardir wilyah utara, yang dikenal pro Tamil. Angkatan Darat menyerang wilayah yang dikuasai kelompok Tamil yang memberontak. Sementara, anggota organisasi Macan Tamil menyuluh bom, menembaki musuh dan menyerang pos-pos militer. Sekali lagi, warga sipil dikorbankan. Sampai sekarang lebih dari 100 ribu orang mengungsi, berusaha menghindari peperangan. Sementara, anak-anak dipaksa menjadi tentara, menyerang musuh bersama.

Selain aksi militer, kedua belah pihak gencar menjalankan perang propaganda. Informasi mana yang betul, sulit diketahui. Di lokasi, hampir tidak ada pengamat independen. Ada sejumlah penyebab meruncingnya konflik di Srilanka itu. Akhir tahun lalu presiden Sri Lanka yang baru, Mahinda Rajapakse, menunjukkan sikap keras terhadap kelompok Tamil yang memberontak. Garis kerasnya ini berhasil menggalang dukungan masyarakat mayoritas Singale di Sri Lanka. Sementara kelompok Tamil khawatir akan kehilangan pengaruhnya sebagai satu-satunya wakil etnis Tamil, yang kebanyakan beragama Hindu. Kenyataannya, perang ini sudah berlangsung selama lebih dari dua puluh tahun. Tanpa ada perbaikan, apalagi negara Tamil yang merdeka.

Proses perdamaian di Sri Lanka sudah lama terseok-seok. Akibatnya kedua belah pihak dengan cepat menggunakan kekerasan. Para pengamat menyadari bahwa perang yang berlangsung itu tidak menguntungkan siapa-siapa. Namun sekarang kedua belah pihak mengalami kesulitan lain. Mengalah atau berintrospeksi akan dianggap sebagai kelemahan oleh para pendukung mereka. Situasi ini tampak bagai lingkaran setan.

Agaknya, kedua belah pihak hanya bisa menjauh dari perang terbuka bila masyarakat internasional turut berperan. Ruang geraknya memang sempit. Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Uni Eropa dan India mengkategorisasikan Macan Tamil sebagai kelompok teror yang terlarang. Hanya Norwegia dan Jepang yang saat ini memediasi konflik itu. Namun kedua negara ini juga membutuhkan dukungan masyarakat internasional, agar bisa mendesakkan sebuah jalan keluar dari krisis. Walaupun begitu, menghentikan kekerasan dan merancang konsep solusi yang damai tetap merupakan tanggung jawab masyarakat Sri Lanka, dari semua kelompok etnis, agama maupun partai.