1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Guantanamo Salahi Hukum

Daniel Scheschkewitz30 Juni 2006

Mahkamah Agung di Washington Supreme Court menyatakan pengadilan khusus di Guantanamo bertentangan dengan konstitusi AS.

https://p.dw.com/p/CJcT
Supreme Court di Washington
Supreme Court di WashingtonFoto: AP

Mahkamah tertinggi AS, the supreme court, kembali melancarkan teguran terhadap Presiden Bush dan menunjukkan bagaimana AS seharusnya, yaitu sebuah negara hukum yang berfungsi, juga pada saat adanya ancaman teroris. Dalam kasus Hamdan vs. Rumsfeld, mahkamah tertinggi AS itu menyatakan, pengadilan yang dibentuk khusus untuk Guantanamo menyalahi hukum. Hakim menunjuk pada konvensi Jenewa dan menandaskan, juga AS terikat pada norma-horma hukum yang berlaku. Disini jelaslah hukum bangsa-bangsa, yang dalam tahun-tahun terakhir sering dilanggar oleh Presiden Bush, kini diperkuat.


Mahkamah Agung AS juga memutuskan, bahwa di masa peperangan, hak untuk mengambil keputusan yang dimiliki Kongres tidak dapat dicabut seenaknya. Dengan demikian para hakim memperkuat badan legislatif dan memaksa pemerintah untuk bekerjasama dengan parlemen, bila sekarang harus mencari jalan keluar dari kebuntuan yang diakibatkan sendiri oleh Bush setelah serangan teror 11 September 2001.


Presiden Bush telah mengisyaratkan, bahwa Partai Republik dapat memanfaatkan mayoritasnya untuk menciptakan landasan hukum bagi pembentukan mahkaman militer. Kiranya itu merupakan jalan yang salah. Sebab hak istimewa yang selama ini dipraktekkan sebenarnya merupakan kekeliruan. Begitu pula kejahatan berupa teror –termasuk perencanaannya– dapat ditanggulangi dengan peraturan yang berlaku. Dan dalam berbagai kasus yang menyangkut pelacakan pelaku kejahatan perang, Presiden Bush juga dapat menggunakan pengadilan perang yang disahkan oleh Kongres pada tahun 1950. Karena pengadilan itu sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku di dunia internasional.

Tetapi ini juga berarti pemerintah AS harus memberikan status tahanan perang bagi mereka yang ditahan di Guantanamo. Untuk menghindarinya, kini hendak diupayakan untuk memulangkan sebagian besar tahanan ke negara asal mereka masing-masing, lewat jalan diplomatik. Ini pun mengandung risiko. Karena beberapa tahanan di Guantanamo yang benar-benar anggota Taliban atau Al Qaida akan dapat kembali ke medan laga. Selain itu bila dilihat negara-negara asal para tahanan, boleh diragukan apakah para tahanan akan diperlakukan secara manusiawi atau mereka akan disiksa.

Keputusan para hakim Mahkamah Agung itu hanya secara tidak langsung saja menyangkut pula masa depan kamp tahanan di Guantanamo. Penutupan kamp itu –betapapun besarnya harapan– pastilah tidak akan terwujud dalam waktu dekat. Sekarang yang penting adalah memulihkan kondisi yang sesuai dengan sebuah negara hukum dan untuk itu mahkamah agung AS telah menunjukkan batasannya.