1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Suu Kyi Boleh 'Pesiar'

Renata Permadi4 Juli 2011

Suu Kyi bepergian keluar dari Yangon hari Senin, untuk pertama kalinya sejak dibebaskan dari tahanan rumah, November 2010.

https://p.dw.com/p/11oc3
Aung San Suu Kyi tiba di lapangan terbang Nyaung Oo, Bagan, Myanmar, Senin 4 Juli 2011.Foto: dapd

Aung San Suu Kyi mengunjungi kota kuno Bagan, Senin (04/07) di bawah pengawasan ketat. Ini merupakan ujian pertama bagi keleluasaan Suu Kyi untuk bepergian, menyusul pembebasannya dari tahanan rumah oleh junta militer.

Pemenang Nobel Perdamaian itu diijinkan pergi kemanapun ia ingin di Myanmar, tetapi tanpa agenda politik. Sebelumnya Suu Kyi mengumumkan bahwa ia berencana melakukan tur politik. Namun pemerintah memperingatkan akan terjadinya 'chaos dan kerusuhan' jika ia berupaya mengumpulkan dukungan. Rezim juga menuduh ia mencoba mengeksploitasi publik.

Partainya, Liga nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dibubarkan pemerintah sesuai UU pemilu, mendesak para pendukung Suu Kyi untuk menjauh, karena kuatir akan terulangnya peristiwa tahun 2003. Ketika itu, konvoi Suu Kyi diserang mendadak dan 70 pendukungnya tewas.

Aung San Suu Kyi
Kim Aris, putra Aung San Suu Kyi.Foto: picture-alliance/dpa

Liburan 'pertama'

Tiba di lapangan udara Bagan, 690 km sebelah utara Yangon, Suu Kyi disambut kerumunan jurnalis dan polisi berpakaian preman. Ia diapit selusin pengawal NLD, dan bertemu sejumlah petinggi NLD sebelum memasuki hotel bersama Kim Aris. Putra bungsunya itu mengatakan kepada wartawan bahwa ia sangat gembira berada di Bagan, salah satu obyek wisata terkenal Myanmar.

"Ini liburan pertama saya dalam 13 tahun. Dia juga perlu istirahat," kata pria 33 tahun berkebangsaan Inggris itu, merujuk pada Suu Kyi. "Kami akan tinggal di sini selama empat hari. Saya sangat gembira", tambah Kim Aris yang bertemu kembali dengan ibunya tahun lalu, setelah 10 tahun berpisah.

NLD menyebut kunjungan Suu Kyi ke kuil kuno di Bagan sebagai ziarah. NLD tidak bersedia memberitahukan rincian kunjungan pemimpin mereka dan mengatakan Suu Kyi tak ingin mencolok perhatian. Ini merupakan perjalanan pertamanya keluar dari bekas ibukota Yangon, sejak serangan berdarah 2003.

Aung San Suu Kyi Unterstützer feiern vor ihrem Haus Flash-Galerie
Para pendukung Suu Kyi bersorak sorai di luar rumahnya, menyambut pembebasan pemimpin mereka dari tahanan rumah, 13 November 2010.Foto: AP


Keselamatan tak dijamin

Sejak dibebaskan dari tujuh tahun tahanan rumah, Suu Kyi bersikap mendamaikan dalam komentar-komentarnya tentang rejim Myanmar. Perempuan berusia 66 tahun itu juga mendesak dilakukannya dialog.

Walau tidak mencoba menghalanginya, rezim Myanmar berulang kali mengkritik Suu Kyi lewat koran-koran pemerintah, yang bertindak sebagai corong bagi penguasa tangan besi negara itu. Koran-koran menuduh Suu Kyi melakukan tindakan provokatif yang dapat menuntun ia kepada 'akhir yang tragis'.

Pekan lalu pemerintah Myanmar, negara yang dulu dikenal dengan nama Birma, mengatakan tidak bertanggungjawab untuk menjamin keamanan Suu Kyi. Pernyataan tersebut disambut kritik tajam dari AS, Australia dan Inggris yang mengatakan sikap junta bertentangan dengan janjinya tentang rekonsiliasi.

Myanmar Burma Aung San Suu Kyi Rede in Rangun
Aung San Suu Kyi berpidato pada peringatan 63 tahun kemerdekaan Myanmar, di kantor pusat NLD, 4 Januari 2011.Foto: AP

Minta suaka politik

Sementara itu Radio Free Asia melaporkan, wakil kepala misi pada kedutaan besar Myanmar di Washington meminta suaka politik di AS. Diplomat karir Kyaw Win, 59 tahun, ditempatkan di Washington sejak 2008. Radio Free Asia mengutip pernyataan Win bahwa ia membelot karena pemimpin rejim Myanmar memperkokoh cengkeraman pada kekuasaan dan menindas suara demokrasi. Ia juga memperingatkan bahwa ancaman terhadap pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi harus ditanggapi serius.

Win, yang bertugas di empat ibukota lainnya selama 31 tahun menjadi diplomat, adalah wakil kepala misi Myanmar kedua yang meminta suaka politik di Washington. Sebelumnya, Mantan Mayor Aung Lynn Htut meminta suaka, Maret 2005.

afp,rtr/ Renata Permadi

Editor: Hendra Pasuhuk