1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

310809 Libyen Gaddafi

1 September 2009

Selama 40 tahun Khadafi terlah berkuasa di Libya. Walaupun terlibat dalam sejumlah serangan teror, barat kembali berbisnis dengan Khadafi yang sering tampil eksentrik dan provokatif.

https://p.dw.com/p/JN3k
40 tahun sudah berkuasa, Muammar al-QaddafiFoto: AP/Montage DW

Tak terbayangkan Libya tanpa Muammar al-Qaddafi atau Khadafi. Empat puluh tahun sudah berlalu ketika Kolonel Khadafi, yang saat itu berusia 27 tahun, mengkudeta raja Idris dari tahtanya. Khadafi menjanjikan pada rakyat Libya sebuah sistem sosialisme Islam yang demokratis. Namun, ia berubah menjadi pemimpin otoriter, walaupun sejak akhir tahun 70an ia secara resmi tidak memangku sebuah jabatan. Khadafi, yang menyebut dirinya sebagai "pemimpin revolusi“, bersama aparat keamanannya mengawasi ketat kongres rakyat di seluruh negeri.

"Kami adalah pembela negara ketiga dalam perjuangan mulianya menentang kebudayaan imperialisme, yang telah bercokol di kepala kita.“

Pidato Khadafi dalam konferensi non blok 1973 di Aljazair bukan hanya ucapan bibir. Di tahun 70an milyaran Dollar, hasil explorasi minyak, mengucur ke kas negara Libya, sehingga Khadafi mampu mendukung pejuang kemerdekaan dan teroris di seluruh dunia, apakah itu IRA, PLO atau ANC di Afrika Selatan atau pendukung gerilyawan Sandinista di Nicaragua. Daftar kelompok yang memperoleh kucuran dana dari Libya sangatlah panjang. Di berbagai negara sosialis, Khadafi disambut dengan antusias, misalnya tahun 1983 di Berlin Timur.

Sementara dengan petrodollars Khadafi membeli kawan di seluruh dunia, negara-negara Barat berpaling darinya. Di tahun 80an provokasi antara Khadafi dengan Amerika Serikat mencapai titik puncaknya. Dalam serangan bom terhadap diskotek La Belle di Berlin, yang merupakan tempat hiburan tentara AS, dua tentara Amerika tewas.

Pemerintah AS langsung memastikan, siapa yang berada di balik serangan tersebut. Beberapa hari kemudian, pesawat tempur AS membombardir kota Tripolis dan Bengasi di Libya. Anak perempuan yang diadopsi Kahdafi meninggal dalam serangan itu. Presiden AS saat itu, Ronald Reagan, mengatakan, serangan tersebut tidak hanya akan menyulitkan Khadafi untuk mengekspor terorisme, akan tetapi juga membuatnya mengubah kelakukan kriminalnya.

Namun insiden itu tidak membuat Khadafi ciut. Tidak lama kemudian menyusul pembalasannya. Serangan terhadap pesawat Pan AM dengan nomor penerbangan 103 ketika terbang di atas Lockerbie, di Skotlandia, dan ledakan pesawat Perancis UTA dengan nomor 772 disebut sebagai aksi pembalasan Khadafi atas serangan AS. Pada awalnya Khadafi tidak bersedia menyerahkan pelaku yang diduga melakukan serangan Lockerbie. Sehingga Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa menjatuhkan sanksi terhadap Libya. Di tingkat internasional negara itu terisolasi. Karena blokade itu, ekonomi Libya mengalami kemerosotan.

Di akhir tahun 90an terjadilah sebuah perubahan total. Khadafi mengubah politik luar negerinya secara radikal. Ia menyerahkan tersangka pelaku Lockerbie dan membayar ganti rugi kepada keluarga korban teror. Tahun 2003 Khadafi bahkan membuka program atomnya untuk diawasi. Pemimpin Barat menyambut baik sikap Khadafi.

PBB mencabut seluruh sanksinya dan para pemimpin negara Eropa silih berganti mengunjungi Libya. Semua ingin mendapat bagian dari keuntungan eksplorasi minyak Libya.

Hingga kini penampilan Khadafi tetap eksentrik dan provokatif. Dalam kunjungannya ke Italia, nampak sebuah foto pejuang kemerdekaan Libya Omar al-Mukhtar, ia dihukum mati oleh penjajah Italia tahun 1931, di kerah baju Khadafi. Dan Khadafi juga tidak sungkan-sungkannya untuk mengajari tuan rumahnya soal politik. Ia mengatakan, jika ia yang berkuasa di Italia, ia akan menghapus semua partai politik, agar rakyat yang berkuasa.

Philipp von Bremen / Andriani Nangoy

Editor: Hendra Pasuhuk