1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Suara Mesjid Berkualitas Jazz Lounge

25 Juli 2012

Beberapa mesjid di Indonesia memperbaiki kualitas sound system selama bulan Ramadhan. Langkah ini diambil karena belakangan muncul kritik atas suara berisik yang datang dari pengeras suara mesjid.

https://p.dw.com/p/15eI6
Politik identitas menguat di Indonesia, termasuk lewat suara mesjidFoto: AP

Ada sekitar 800 ribu mesjid di Indonesia yang dikenal sebagai negara dengan populasi muslim terbesar dunia. Pengeras suara dengan kualitas buruk yang hiruk-pikuk selama bulan puasa mengganggu pendengaran warga.

Tokoh Islam dan bahkan wakil presiden Boediono, pernah mengkritik suara bising dari mesjid. “Salah satu keberatan termasuk ketika ada dua atau tiga mesjid di lingkungan sekitar dan mereka terlibat perang pengeras suara, mencoba lebih keras dari yang lain” kata Amidhan, salah satu ketua Majelis Ulama Indonesia, MUI.


Pengeras Suara Berkualitas Jazz Lounge

Beberapa mesjid merespon keberatan ini dengan mencari pengeras suara dengan kualitas yang lebih halus. Perusahaan lokal V8sound mencoba memanfaatkan pasar dengan memasarkan speaker yang diberi nama „Al Karim“.

„Pengeras suara ini berguna agar mesjid-mesjid di Indonesia bisa punya kualitas suara dengan standar sebuah jazz lounge“ kata pendiri perusahaan itu Harry Kisswoto, yang juga menjadi penasihat audio di istana kepresidenan.

Dia mengatakan, kini lebih banyak mesjid yang bersedia membayar „Al Karim“ yang dilabeli harga Rp 25 juta. Harga itu lebih dua kali lipat dibanding pengeras suara yang biasa dipakai di mesjid.

Keberatan Atas Suara Bising Mesjid

Selama bulan Ramadhan, aktivitas suara dari mesjid meningkat. Selain azan lima kali sehari, mesjid-mesjid lewat pengeras suara biasanya mengumumkan sahur saat dini hari.

Para pengamat menilai, belakangan ada keinginan yang bertambah untuk menunjukkan identitas sebagai muslim di negara yang sering mengklaim diri dan dikenal dunia sebagai muslim moderat. Kini lebih banyak perempuan mengenakan jilbab dan kelompok pengajian di kota-kota besar juga bertambah banyak.

Namun kecenderungan itu disertai kekhawatiran bahwa kelompok muslim yang menjadi mayoritas di Indonesia semakin tidak toleran.

„Jika sebuah panggilan azan di mesjid hanya berlangsung lima sampai sepuluh menit, lima kali sehari, kami tidak keberatan. Tapi lima mesjid di dekat rumah kami, memulai azan subuh di waktu yang berbeda. Selama 30 sampai 45 menit, suara bising memekakkan telinga“, tulis seorang warga Indonesia bernama Rosie Kameo, yang menulis di koran Jakarta Post.

ab/ rtr