1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Somaly Mam, Pejuang Hak Perempuan Kamboja

8 Desember 2008

Dengan organisasi yang didirikannya AFESIP (Agir pour le Femmes en Situation Précaire), Somaly Mam membantu para perempuan dan gadis remaja yang terjerat dalam prostitusi paksa.

https://p.dw.com/p/GBT8
Somaly MamFoto: AP

Berkat peranannya itu Somaly Mam dipilih sebagai orang pertama yang menerima "Hadiah Martabat Manusia" dari Yayasan Roland Berger yang berpusat di kota München, Jerman. Hadiah yang dibarengi dana sebesar satu juta Euro itu diterimanya dari tangan presiden Jerman Horst Köhler. Yayasan yang dibentuk oleh perusahaan konsultan Roland Berger itu bertujuan menentang perbudakan dan perdagangan manusia di seluruh dunia. Yayasan itu juga mensponsori kaum muda berbakat dari golongan sosial yang lemah.

Berdasarkan fakta yang ada, sekarang ini perbudakan dan perdagangan manusia semakin marak di dunia. Jutaan orang menjadi korban. Terutama perempuan dan anak-anak dijual sebagai pekerja seks. Anak-anak dan remaja banting tulang sebagai 'budak modern' di berbagai lahan pertanian, di pabrik-pabrik dan pertambangan. Di Eropa saja, menurut keterangan Dewan Eropa, keuntungan dari perdagangan manusia itu sudah meningkat empat kali lipat. Sejalan dengan perdagangan senjata dan narkotika, perdagangan manusia merupakan kegiatan kriminal yang terbesar di dunia.

Somaly Mam yang berusia 38 tahun, sejak bertahun-tahun merupakan salah seorang pejuang terkenal dalam melawan mafia perbudakan seks di Asia. Saat penyerahan hadiah itu, Presiden Horst Köhler mengemukakan kegembiraannya, bahwa Hadiah Martabat Manusia itu diberikan kepada seorang perempuan, yang pernah mengalami sendiri berbagai penderitaan saat dipaksa menjadi pekerja seks.

"Kini dia berjuang, agar perempuan dan remaja putri lainnya, luput dari nasib serupa itu. Kami memberikan penghargaan kepada seorang perempuan yang kisahnya membuat orang trenyuh, tetapi sekaligus membawa harapan. Perjuangannya untuk menjaga martabat manusia, menjadi teladan bagi kita semua." Demikan ungkap Köhler lebih lanjut.

Pahlawan-pahlawan perempuan seperti Somaly Mam memerlukan dukungan penuh tanpa batas, karena mereka itulah yang menjadi pelopor dengan keberanian mereka. "Bagi saya ini adalah kesempatan istimewa, dimana kami untuk pertama kalinya dapat menganugerahkan Hadiah Martabat Manusia. Hadiah demi kehidupan damai bersama, bagi pejuang yang tak kenal gentar untuk menentang pelecehan terhadap martabat dan hak azasi manusia. Yaitu Ibu Somaly Mam." Kata Roland Berger pemrakarsa pemberian hadiah.

Terutama kemiskinan dan jerat penderitaan serta kekerasan itulah, yang menyulitkan manusia untuk menjalani hidup yang bermartabat, demikian kata Presiden Köhler dalam kata sambutannya.

Penganugerahan Hadiah Martabat Kemanusiaan kepada Somaly Mam bukan hanya berarti jalan yang ditempuhnya, dari seorang korban menjadi penolong aktif itulah yang dihargai, penghargaan itu sekaligus membuat topik perdagangan perempuan ditempatkan sedemikian rupa agar masyarakat mau tidak mau memperhatikannya.

Ketika Somaly Mam diminta maju untuk menerima penghargaan itu, dia tampak terharu. "Saya sudah banyak menerima hadiah, tetapi belum pernah ada yang menyentuh saya sedemikian rupa. Ketika pagi itu saya ditelepon, karena akan dianugerahi hadiah bagi martabat perempuan...... saya ceritakan kepada para gadis remaja itu, bahwa kata 'martabat' dianugerahi bagi kita... apa arti kata 'martabat' bagi masing-masing di antara kita.... Mereka lahir seperti saya. Saya tidak kenal ibu atau orangtua saya. Saya tidak tahu apakah nama 'Somaly' memang nama saya sebenarnya. Saya hanya tahu, saya terus dijual karena warna kulit saya yang gelap."

Boleh dikatakan hidupnya sudah tamat ketika berusia 12 atau 14 tahun. Kata Somaly Mam yang berusaha menahan tangisnya saat menerima hadiah itu. Tetapi berkat semangat dan keberaniannya dia mengelola organisasi yang kini menjadi tempat yang selalu dihubungi oleh kaum perempuan yang mengalami nasib buruk dan menjadi pusat rehabilitasi bagi para pekerja seks. Di sana mereka mendapat perhatian dan dampingan, memperoleh pendidikan, bukan hanya di Kamboja. Sementara ini bahkan sudah ada perwakilannya di Thailand, Vietnam dan Laos.

"Hari ini saya ingin berbagi hadiah ini dengan semua korban yang kami tampung. Mereka memberikan inspirasi bagi saya, kasih sayang.... pokoknya semua yang tidak saya peroleh ketika saya masih muda. Mereka usianya lima, enam atau tujuh tahun. Beberapa di antaranya mengidap virus Aids. Tetapi mereka tabah, bangun pagi, pergi ke sekolah, meminum obat mereka tiga kali sehari.... mereka sangat kuat." (dgl)