1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Soal Sistem Pemilu, Mahkamah Konstitusi Lanjut Sidang Besok

8 Februari 2023

Sidang pengujian materiil UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) tentang sistem proporsional terbuka atau tertutup dilanjutkan Kamis (9/2). Agenda sidang mendengarkan keterangan KPU dan beberapa pihak terkait.

https://p.dw.com/p/4NDhq
Nama-nama calon anggota parlemen selama ini tertera di surat suara
Nama-nama calon anggota parlemen selama ini tertera di surat suara dan bisa dipilih secara langsung (sistem proporsional terbuka)Foto: AP

Berdasarkan situs resmi mkri.id, jadwal sidang lanjutan dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 digelar Kamis (9/2/2023) pukul 10.00 WIB di Lantai II, Gedung MK, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Dalam jadwal tersebut tertulis agenda sidang yakni mendengarkan keterangan terkait KPU, yakni Fathurrahman, Salotha Febiola dkk, Asnawi.

Diketahui, ada 6 pemohon yang tertulis dalam gugatan ini. Di antaranya:

1. Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo)

2. Yuwono Pintadi

3. Fahrurrozi (bacaleg 2024)

4. Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jaksel)

5. Riyanto (warga Pekalongan)

6. Nono Marijono (warga Depok)

Dalam gugatan ini, pemohon meminta MK mengabulkan permohonan agar sistem pemilu diubah menjadi proporsional tertutup atau coblos gambar partai bukan caleg.

Delapan dari sembilan fraksi di DPR menolak sistem proporsional tertutup. Parpol-parpol tersebut adalah Golkar, Demokrat, PAN, PKB, PKS, NasDem, Gerindra, dan PPP. Mereka pernah melakukan pertemuan bersama dan memberikan pernyataan menolak sistem coblos gambar partai ini.

8 Parpol di parlemen tolak sistem proporsional tertutup usulan PDIP

"Kami menolak proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak era reformasi. Sistem pemilu proporsional tertutup merupakan kemunduran bagi demokrasi kita. Di lain pihak, sistem pemilu proporsional terbuka merupakan perwujudan dari demokrasi yang berasaskan kedaulatan rakyat dimana dapat menentukan calon anggota legislatif yang dicalonkan Partai Politik. Kami tidak ingin demokrasi mundur," kata Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto dalam salah satu pertemuan tersebut.

Setelahnya, perwakilan fraksi parpol-parpol tersebut menggelar konferensi pers di DPR. Dipimpin Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia, mereka membacakan pernyataan sikap mereka menjelang sidang perkara sistem pemilu terbuka di Mahkamah Konstitusi (MK).

Berikut pernyataan yang dibacakan Doli mewakili 8 fraksi:

1. Bahwa kami akan terus mengawal pertumbuhan demokrasi Indonesia tetap ke arah yang lebih maju;

2. Kami meminta Mahkamah Konstitusi untuk tetap konsisten dengan keputusan MK nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada tanggal 23 Desember 2008 dengan mempertahankan pasal 168 ayat 2 undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia;

3. Mengingatkan KPU untuk bekerja sesuai dengan amanat undang-undang tetap independen, tidak mewakili kepentingan siapapun kecuali kepentingan rakyat, bangsa dan negara.

Pemilu Coblos Partai Belenggu Hak Rakyat

Penolakan tak hanya disampaikan oleh sejumlah partai politik, tetapi juga aktivis. Salah satu yang menolak adalah Indonesia Corruption Watch (ICW). Menurut ICW, sistem proporsional tertutup bisa membelenggu hak rakyat. Selain itu, sistem ini dianggap bisa menyediakan ruang gelap bagi politik uang.

"Polemik sistem pemilu proporsional tertutup: upaya belenggu hak rakyat dan ruang gelap politik uang," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, dalam keterangan pers, Selasa (24/1/2023).

ICW membeberkan sejumlah alasan. Pertama, sistem proporsional tertutup menjauhkan partisipasi masyarakat dalam menentukan calon wakilnya di lembaga legislatif.

"Bagaimana tidak, penentuan calon anggota legislatif yang akan terpilih bukan berada pada masyarakat, melainkan di internal partai politik," kata Kurnia.

Baca artikel Detik News

Selengkapnya "MK Lanjut Sidang Sistem Pemilu Besok, Anda Setuju Coblos Partai Atau Caleg?" (hp)