1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Skandal Penghinaan Nabi Bebani Hubungan India dan Arab

6 Juni 2022

India tersudutkan oleh seruan boikot di Timur Tengah menyusul tuduhan penghinaan terhadap Nabi Muhammad oleh seorang pembantu dekat PM Narendra Modi. Qatar, Iran dan Arab Saudi sontak melayangkan nota protes.

https://p.dw.com/p/4CKHi
PM India Narendra Modi
Perdana Menteri India Narendra ModiFoto: Jeff J Mitchell/Pool via REUTERS

Kegaduhan yang muncul memaksa Partai Bharatiya Janata (BJP) memecat juru bicaranya, Nupur Sharma, dan pejabat bidang komunikasi di New Delhi, Naveen Jindal, Senin (6/6). Pemecatan tersebut merupakan kali pertama BJP mendepak petinggi partai lantaran tuduhan islamofobia.

Kasus bermula ketika Sharma melontarkan pernyataan kontroversial soal Nabi Muhammad ketika menjawab lawan bicaranya dalam sebuah perdebatan panas di televisi, pekan lalu. Adapun Jindal setelahnya mengunggah pernyataan pendukung di Twitter.

"Anda mengekspresikan pandangan yang berlawanan dengan posisi partai dalam berbagai isu,” tulis komite disiplin BJP dalam surat pemecatan terhadap Sharma. "BJP secara tegas mengecam penghinaan terhadap semua agama.”

Nupur Sharma (ka.)
Mantan juru bicara BJP, Nupur Sharma (ka.)Foto: Saumya Khandelwal/Hindustan Times/imago

Sang juru bicara partai Hindu itu mengajukan alasan, pernyataannya itu dilontarkan sebagai reaksi atas ucapan tak sedap yang menyamakan arca Dewa Shiva dengan marka lalu lintas. "Saya tidak bisa mentolelir penghinaan itu lagi dan sebabnya mengucapkan kata-kata itu,” tulisnya via Twitter. 

Sharma sendiri sudah meminta maaf dan meminta media untuk tidak menyiarkan ulang rekaman debat di televisi, karena "ancaman pembunuhan” yang dia terima, tulisnya via Twitter.

"Jika kata-kata saya menyebabkan ketidaknyamanan atau melukai rasa keagamaan setiap orang, saya dengan ini menarik pernyataan saya,” katanya.

Protes dari Timur Tengah

Langkah dramatis BJP dilatari hujan protes dari negara-negara Arab, yakni Qatar, Kuwait, Arab Saudi, serta beberapa negara lain dengan mayoritas penduduk beragama Islam, yakni Pakistan, Afganistan dan Iran.

Pemerintah di Riyadh menilai pernyataan Sharma adalah sebuah "penghinaan” dan menegaskan pentingnya "rasa hormat terhadap semua keperacayaan dan agama,” tulis Kementerian Luar Negeri, Senin (6/6).

Saudi mengikuti langkah Qatar memanggil duta besar India untuk menyampaikan nota protes. Situasi ini menambah pelik tugas Wakil Presiden India, Benkaiah Naidu, yang membawa delegasi pengusaha ke Doha untuk membahas kerja sama ekonomi. 

"Qatar menuntut permintaan maaf secara umum dan agar pemerintah India segera mengecam pernyataan tersebut,” menurut nota protes yang diterima Duta Besar India, Deepak Mittal, saat dipanggil menghadap Kemenlu.

Pada Minggu (5/6), Kuwait sudah lebih dulu memanggil duta besar India, ketika seruan boikot terhadap produk India semakin menggema di media sosial. 

Kecaman juga datang dari Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang menilai ucapan Sharma datang "ketika kebencian dan penganiayaan terhadap Islam dan praktik sistematis melawan kaum muslim di India semakin intensif,” tulis OKI, Minggu kemarin.

Tekanan dari Hindu nasionalis

Kontroversi seputar ucapan Sharma terjadi di saat India sedang giat memperdebatkan gagasan Islam sebagai agama penjajah

Belakangan, ragam diskusi atau opini rajin memenuhi laman surat kabar dan televisi yang kebanyakan berpusar pada nasib kaum Hindu d bawah Kesultanan Mughal antara 1526 dan 1857.

Kesan ini diperkuat oleh PM Narendra Modi yang memanfaatkan sebuah perayaan Hindu pada April silam untuk meratapi kekuasaan Aurangzeb Alamgir, Sultan Mughal di India pada abad ke17. 

"Aurangzeb memenggal banyak kepala, tapi dia tidak mampu menggoyahkan keyakinan kita,” ujarnya dalam sebuah pidato di Benteng Merah peninggalan Kesultanan Mughal di New Delhi.

Oleh BJP dan organisasi ekstrem Hindu, Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS), Aurangzeb banyak digambarkan sebagai penguasa lalim yang berusaha menghilangkan agama Hindu dari muka Bumi. Anggapan itu diamini oleh sejarahwan kanan India, seperti Makkhan Lal.

"Aurangzeb merubuhkan kuil-kuil Hindu dan tindakannya membuktikan kebenciannya terhadap agama Hindu dan paham Hinduisme,” katanya baru-baru ini kepada AP. 

Perdebatan seputar sejarah Islam di India sedemikian sengit, hingga pekan lalu Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mewanti-wanti terhadap  potensi"meningkatnya jumlah serangan terhadap umat beragama dan rumah ibadah,” di India. 

Namun saat itu pemerintah di New Delhi menjawab bahwa pernyataan Blinken "tidak berdasar.”

rzn/as (ap,rtr)