1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Situasi Libya Mirip Perang Saudara

3 Maret 2011

Situasi konflik di Libya dan masalah pengungsi Libya menjadi sorotan media cetak internasional.

https://p.dw.com/p/10T2H
Seorang demonstran anti Gaddafi di Benghazi, timur Libya (02/03)Foto: dapd

Situasi yang mirip perang saudara di Libya menjadi sorotan harian Italia La Stampa

"Kita sedang di ambang kehilangan sudut pandang sebenarnya. Yang menentukan adalah bahwa Muammar Gaddafi tidak hampir menyerah, dan ini juga tidak akan dilakukannya. Dan dengan situasi saat ini semakin lebih sulit untuk proses di Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag guna merundingkan jalan keluar dengan pria di Tripoli tersebut. Sementara ini Libya terbagi dua. Yakni di bagian timur dengan pemerintahan darurat di Benghasi dan bagian lainnya dengan pemerintahan di Tripoli. Di tengah-tengah terbentang padang pasir sepanjang 1500 kilometer yang dikenal akan dibuat jalan tol yang rencananya dibiayai oleh Italia.”

Harian Jerman Frankfurter Rundschau mengomentari situasi pengungsi Libya

"Kini yang terutama diminta adalah Uni Eropa, sebagai tetangga yang paling cepat dapat tiba di sana. Kesediaan membantu Brussel sudah diumumkan, bantuan segera akan ditambah. Tapi bantuan yang diperlukan lebih dari sekedar tenda, bahan pangan dan alat-alat sanitasi. Uni Eropa memiliki peraturan untuk menerima dengan cepat ribuan pengungsi Libya di Eropa. Jika sampai ada keberanian untuk itu, ini akhirnya berarti benar-benar adanya isyarat kuat solidaritas dengan gerakan kebebasan di Afrika Utara.“

Pembunuhan terhadap satu-satunya menteri beragama kristen di Pakistan juga menjadi sorotan pers Eropa. Harian Swiss Basler Zeitung menulis

„Jarang kepala pemerintahan menampakkan wajah sebenarnya, seperti yang dilakukan Perdana Menteri Pakistan Yusuf Raza Gilani dalam reaksi atas terbunuhnya menteri urusan minoritas Shahbaz Bahtti. Islamabad kini bertekad bulat berjuang menentang ekstremisme, demikian diumumkannya. Padahal kepala pemerintahan itu sendiri yang beberapa pekan lalu menghentikan semua upaya di dalam partainya untuk mengubah sedikit paragraf undang-undang penistaan agama negaranya. Gilani tidak lagi memerangi teror di negaranya, ia lebih gemetar terhadap ekstremisme. Pemerintah Pakistan takut pada setiap konflik politik terbuka dengan kelompok fanatik agama. Karena takut Islamabad mundur selangkah demi selangkah.“

Dan terakhir harian Jerman Tagesspiegel berkomentar

"Negara yang miskin, terpilah dalam secara etnis dan religius itu berada di jalan yang berbahaya. Dan Barat harus memperingatkannya. Meskipun negara islam Pakistan tidak akan menyelimuti dunia dengan perang nuklir, tapi Amerika Serikat dan Eropa tidak dapat menanggung kehilangan Islamabad sebagai mitra. Pakistan memegang peranan kunci di seluruh kawasan. Untuk itu Amerika Serikat tidak boleh hanya memandang Pakistan sebagai instrumen dalam konflik Afghanistan, melainkan sebagai mitra politik. Selama negara tersebut masih bersedia untuk itu.“

Dyan Kostermans/dpa/AFP

Editor: Hendra Pasuhuk