1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sikap Jerman dan Uni Eropa Terhadap Hamas

1 Februari 2006

Pada akhir kunjungannya di Timur Tengah, Kanselir Angela Merkel menandaskan, Jerman menetapkan batasan tegas bagi kerja sama dengan kelompok radikal Hamas.

https://p.dw.com/p/CPLP
Bendera Palestina dikibarkan setelah Hamas memenangkan pemilu
Bendera Palestina dikibarkan setelah Hamas memenangkan pemiluFoto: AP

Atas nama Uni Eropa, Merkel juga menegaskan, bantuan keuangan selanjutnya amat tergantung dari kesediaan Hamas menghentikan aksi kekerasan.

Dalam kunjungannya ke Timur Tengah, Angela Merkel menarik garis haluan, yang juga hendaknya diikuti oleh kuartet Timur Tengah, demikian komentar harian Jerman Frankfurter Rundschau.

"Tanpa pernyataan tegas untuk menghentikan aksi kekerasan dan pengakuan hak eksistensi Israel, setelah kejutan kemenangan Hamas, warga Palestina jangan mengharapkan lagi bantuan dari barat. Dengan begitu, kepala pemerintahan Jerman membuka jalan agar pemenang pemilu parlemen Palestina, beralih pada tatanan politik yang normal. Jika Hamas tidak mengikuti persyaratan yang diajukan Merkel, berarti mereka memperkuat posisi Partai Likud dari Benyamin Netanjahu, yang sudah menyatakan akan melancarkan haluan keras terhadap Palestina."

Harian Jerman lainnya Tagesspiegel menulis komentar, situasi di Timur Tengah selalu berubah dengan cepat.

"Kita tidak naif. Mungkin saja besok situasinya sudah berubah lagi. Ada pihak yang memperingatkan, jangan sampai melakukan provokasi, dengan merelatifkan nilai-nilai sendiri. Akan tetapi, kemudian semuanya kembali seperti situasi semula. Menyedihkan tapi memang itu realitasnya. Sejauh ini pemerintah Jerman masih dihormati oleh seluruh anggota Uni Eropa. Menghadapi tiga tantangan sekaligus, yakni dalam tema Iran, Hamas dan kebebasan berpendapat, Merkel melontarkan nada yang tepat. Tidak ada yang dipoles, tidak ada yang ditenangkan. Barat memang tetap tergantung dari minyak Iran atau Arab Saudi. Tapi kelihatannya, barat tidak mudah lagi untuk diperas."

Sementara harian Jerman Stuttgarter Zeitung mengomentari secara kritis politik Timur Tengah dari negara-negara barat.

"Mengapa Israel, Korea Utara dan Pakistan diperbolehkan memiliki senjata atom, sementara Iran tidak? Mengapa warga Palestina diharuskan mengakui hak eksistensi Israel, akan tetapi mereka harus melepaskan haknya untuk kembali ke tanah airnya, sebelum Israel menarik diri dari kawasan luas di Tepi Barat Yordan? Tentu saja Eropa harus menjamin dan melindungi eksistensi negara Israel. Akan tetapi, mengapa negara-negara barat tidak memliki keniscayaan serupa untuk mendukung tuntutan yang sah dari warga Palestina."

Harian Prancis Liberation yang terbit di Paris berkomentar, Uni Eropa harus menilai Hamas dari tindakannya bukan dari pernyataannya.

"Kelihatannya Uni Eropa sangat tidak cerdik, pada hari yang sama dengan hari kemenangan Hamas dalam pemilu Palestina, menuntutnya agar tidak melaksanakan sebagian programnya, yang merupakan landasan bagi kemenangannya. Akan tetapi tindakan lain apalagi yang dapat dilakukan, selain minimal menuntut sebuah isyarat niat baik, bagi integrasinya dalam masyarakat internasional. Kemenangan ini memaksa Hamas mengatakan apa yang mereka inginkan. Perang atau Damai."

Sementara harian Inggris Financial Times yang terbit di London menulis, warga Palestina memilih Hamas dengan tujuan utama untuk menghukum Fatah yang korup.

"Keinginan rakyat Palestina itu, seharusnya tidak diabaikan oleh Washington serta sekutunya di dunia barat dan dunia Arab. Diskusi mengenai perlakuan terhadap Hamas, harus dipisahkan dari kenyataan bahwa sekitar 70 persen warga Palestina mengakui Israel dan mendukung pemecahan 'dua negara'. Pesan Uni Eropa dan Amerika kepada Hamas harus jelas bahwa mereka harus memperluas gencatan senjata dan menghentikan aksi kekerasan. Akan tetapi, tidak terlalu penting bahwa Hamas harus mengakui Israel. Yang terpenting, mereka membentuk sebuah pemerintahan yang bertanggung jawab."