1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

MR Finanzkrise

20 Februari 2009

Jumat (20/2) Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa menggelar sidang istimewa untuk membahas krisis ekonomi global. Terutama negara barat menentang sidang istimewa itu.

https://p.dw.com/p/GyQc
Dewan HAM PBB di Jenewa, SwisFoto: AP

Di luar sekelompok warga Tamil berdemonstrasi demi penegakan hak asasi manusia di Sri Lanka. Sementara di dalam, perwakilan Dewan Hak Asasi Manusia mengurusi tema, yang menurut sejumlah pakar di Jenewa, sebetulnya bukan urusan mereka. Slogan sidang istimewa kesepuluh Dewan Hakas Asasi Manusia yang digelar di gedung PBB di Jenewa adalah „Krisis keuangan dan Ekonomi serta Hak Asasi Manusia". Sidang ini merupakan gagasan Uni Afrika dan Brasil. Namun, ditentang keras oleh Uni Eropa, tutur Duta Jerman Reinhard Schweppe:

„Kami di Uni Eropa berpendapat, bahwa sidang istimewa ini sebetulnya tidak perlu dan mungkin justru merugikan. Kami sempat berusaha untuk menggagalkannya. Namun tidak berhasil. Secara strategis dan strukturel Uni Eropa dan negara barat lainnya berada di posisi lemah dan tidak berhasil meraih suara mayoritas."

Dalam sidang itu, Komisaris PBB untuk Hak Asasi Manusia, Navi Pillay, memperingatkan bahwa para migran merasakan dampak yang lebih besar akibat krisis keuangan global. Hal ini sudah terjadi di beberapa negara, dimana migran menjadi korban kekerasan dan diskriminasi.

Duta Jerman Reinhard Schweppe mengakui, bahwa dampak krisis ekonomi terutama dirasakan oleh negara miskin. Ia khawatir, situasi ini memburuk:

„Masalah ini adalah urusan institusi seperti G20 atau Organisasi Kesehatan Dunia WHO. Secara langsung soal ini tidak ada kaitannya dengan hak asasi manusia. Kini telah terancang sebuah resolusi yang sebagian besar diprakarsai oleh Brasil dan Mesir. Misalnya tercantum, bahwa negara industri barat berkewajiban untuk mempertahankan jumlah bantuan dananya seperti sekarang ini. Tentu hal ini kami upayakan. Tetapi saat ini tidak ada pihak yang dapat memprediksi langkah berikutnya mengatasi krisis. Oleh karena itu, opsi ini kami biarkan terbuka."

Resolusi itu mencakup 13 poin. 4 diantaranya tidak dapat diterima oleh Jerman dan pemerintah barat lainnya. Misalnya, pengaruh lebih besar bagi negara berkembang dalam penggambilan keputusan ekonomi dan penentuan peraturan internasional. Selain itu, ada satu poin mengenai krisis ekonomi dan keuangan yang berlaku bagi negara tertentu untuk tetap memenuhi tanggungjawabnya menegakkan hak asasi manusia.

Terkait poin ini Reinhard Schweppe merasa kuatir sehubungan persiapan pertemuan G20 yang akan digelar di Berlin hari Minggu mendatang (22/2):

„Jika resolusi ini lolos, maka akan diloloskan di Berlin dan dalam pertemuan G20 di London April nanti. Hal ini tidak menggembirakan. Kami berusaha untuk menghindari semua yang dapat menggangu pertemuan puncak G20."

Schweppe tidak sendirian dengan kritikannya. Organisasi non-pemerintah hingga kini tidak melontarkan tanggapan mengenai rapat istimewa yang digelar Jenewa itu. Sejumlah pengamat hanya dapat menggelengkan kepala. Schweppe mengatakan:

„Kami juga ingin mencapai, agar Dewan Hak Asasi Manusia menjadi sebuah instansi kuat demi penegakkan hak asasi manusia di dunia. Dan dewan itu tidak seharusnya mengurusi soal yang bukan termasuk kewenangannya. Konsentrasi dewan itu sebaiknya mengarah ke masalah seperti situasi hak asasi manusia di Sri Lanka." (an)