1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Siapa Bisa Hentikan Perang Brutal di Kongo?

31 Oktober 2008

Perang di Kongo makin memprihatinkan. Ratusan ribu orang sudah melarikan diri dari kota Goma di bagian Timur. Masyarakat internasional belum punya prakarsa jelas, bagaimana meredam konflik itu.

https://p.dw.com/p/FlRN
Pasukan perdamaian PBB dari Uruguay di KongoFoto: AP

Harian Jerman Süddeutsche Zeitung menulis:

Jendral Tutsi Laurent Nkuda masuk ke Goma. Pertempuran dengan pasukan pemerintah memaksa ratusan ribu penduduk melarikan diri. Kelemahan pasukan perdamaian makin gamblang. Pasukan ini terlalu lemah untuk bisa meredam aksi saling bunuh. Setelah pasukan perdamaian berpihak pada presiden Joseph Kabila, mereka juga sudah kehilangan perannya sebagai pihak yang netral. Kalau PBB ingin menghindari kapitulasi pasukan perdamaian kepada kelompok milisi, maka masyarakat internasional harus memperkuat pasukan ini.

Harian Jerman lain, Frankfurter Allgemeine Zeitung berkomentar:

Dua tahun lalu, misi Uni Eropa EUFOR masih berhasil mencegah eskalasi kekerasan menjelang pemilihan umum di Kongo. Tapi semua pihak ketika itu juga menyadari, belum ada solusi bagi berbagai masalah di negara itu. Sekarang ada kalangan yang menuntut lagi misi militer Eropa, untuk mengakhiri situasi yang oleh menteri luar negeri Perancis Kouchner disebut  'barbaris'. Tapi boleh dipertanyakan, apakah misi seperti itu akan menghentikan penderitaan penduduk yang sudah berlangsung bertahun-tahun. Walaupun di Kongo sekarang ada sekitar 15.000 pasukan perdamaian PBB. Aksi bunuh membunuh ini terjadi antara orang Afrika, karena berebut kekayaan alam, atau disulut konflik antar etnis. Hanya Afrika yang bisa menghentikan kekejaman ini.

Harian Swiss Tages-Anzeiger menulis:

Di timur Kongo hampir tidak ada jalan yang tidak rusak, tidak ada gedung sekolah yang masih utuh, tidak ada rumah sakit yang punya perlengkapan lebih dari kebutuhan paling mendasar. Tapi di sana masih ada bahan mentah melimpah ruah seperti emas, berlian, dan tembaga. Masih ada juga jaringan perdagangan tradisional. Yang diperebutkan adalah uang dalam jumlah sangat besar. Dengan uang itu, kelompok-kelompok misili yang bersaing terus mempersenjatai diri. Agar Kongo bisa sedikit tenang lagi, yang terutama harus dilakukan adalah memperkuat pasukan perdamaian dan mempertegas mandatnya. Sehingga mereka mampu melindungi penduduk sipil. Tapi misi militer saja tidak cukup. Perdamaian hanya mungkin, jika masyarakat internasional serius memerangi penjarahan ilegal bahan mentah negara itu.

Harian Spanyol El Pais berkomentar:

Lima tahun lalu, salah satu perang terparah abad ke-20 secara resmi dinyatakan berakhir di Kongo. Sekarang semua indikasi menunjukkan, bahwa kekejaman itu akan berulang lagi. Pemerintah Kongo menuduh Ruanda mendukung milisi dari etnis Tutsi yang beroperasi di bagian timur. Di pihak lain, Kongo melindungi kelompok milisi Hutu yang sedang memerangi rejim di Ruanda. Hanya Amerika Serikat dan Inggris, sekutu Ruanda yang paling penting, yang bisa menghindari meluasnya perang  di kawasan Afrika tengah ini. Mereka harus menekan presiden Paul Kagame agar melarang pasukannya masuk ke Kongo.

Harian Belanda Trouw menulis:

Sekalipun Ruanda membantah terlibat dalam pertempuran di Kongo, penyelesaian konflik brutal ini hanya mungkin dicapai dengan sikap konstruktif Ruanda. Amerika Serikat, Inggris dan juga Belanda, sebagai pihak pemberi donor pada Ruanda, perlu berperan. Perundingan yang tegas adalah satu-satunya jalan keluar (hp).