1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Siap-siap! Nunggak Iuran BPJS Tak Bisa Urus SIM dan Paspor

Detik News
8 Oktober 2019

Hingga saat ini, Pemerintah menyebut bahwa potensi defisit BPJS Kesehatan hingga akhir tahun 2019 sebesar Rp 32 triliun. Salah satu upaya mengatasi defisit adalah dengan menyesuaikan iuran yang dimulai awal tahun 2020.

https://p.dw.com/p/3QrtK
Indonesien |  Health Care and Social Security Agency
Foto: DW/Rizki Akbar Putra

Pemerintah tinggal menunggu peraturan presiden (Perpres) yang diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai payung hukum penyesuaian iuran premi BPJS Kesehatan yang direncanakan awal Januari 2020.

Saat ini Kementerian Keuangan telah menyiapkan enam sampai tujuh peraturan menteri keuangan (PMK) sebagai payung hukum turunan dalam mengimplementasikan rencana penyesuaian iuran. Disebut-sebut, PMK tersebut tinggal terbit saja begitu Perpres diluncurkan.

Penyesuaian iuran premi juga telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sebelumnya dikabarkan menolak untuk kelas tiga kelompok mandiri dalam hal ini peserta bukan penerima upah (PBPU).

Lalu berapa iuran BPJS Kesehatan yang akan berlaku pada awal Januari 2020? 

1. Demi Selesaikan Defisit

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo membongkar penyebab utama yang membuat keuangan BPJS Kesehatan hingga saat ini mengalami defisit atau berdarah-darah.

Mardiasmo bilang, penyebab utama yang membuat BPJS Kesehatan defisit adalah mereka yang masuk kelompok peserta bukan penerima upah (PBPU) atau yang biasa disebut sebagai kelompok mandiri.

"Sebenarnya yang membuat bleeding itu PBPU 23 juta orang, yang lain itu tidak membuat bleeding," kata Mardiasmo di acara FMB9, Jakarta, Senin (7/10/2019).

Mardiasmo menjelaskan, peserta yang masuk dalam kelompok PBPU ini terbukti yang rutin membayar iuran setiap bulannya hanya sekitar 50%. Itu karenanya memberikan sumbangan defisit yang besar pada keuangan BPJS Kesehatan.

Hingga saat ini, Pemerintah menyebut bahwa potensi defisit BPJS Kesehatan hingga akhir tahun 2019 sebesar Rp 32 triliun. Salah satu upaya mengatasi defisit adalah dengan menyesuaikan iuran yang dimulai awal tahun 2020.

Baca juga : Utang Luar Negeri RI Naik 7 Persen Jadi Rp 5.444 Triliun 

2. Suntikan dana belum cair

Dalam rangka menyelamatkan keuangan BPJS Kesehatan dari jurang defisit masih belum direalisasikan oleh Kementerian Keuangan. BPJS Kesehatan diproyeksikan defisit keuangan Rp 32 triliun hingga akhir 2019.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo mengatakan rencana Pemerintah menambal defisit belum bisa dilakukan meskipun dananya sudah disiapkan.

"Iya (belum cair) tadi dananya sudah ada," kata Mardiasmo di acara FMB9, Jakarta, Senin (7/10/2019).

Rencananya, Pemerintah menambal defisit keuangan melalui kenaikan iuran untuk penerima bantuan iuran (PBI) pusat dan daerah yang jumlahnya 133,8 juta jiwa. Penyesuaian iuran diharapkan dilakukan terhitung sejak Agustus 2019 dan penyesuaian skema baru peserta penerima upah (PPU) pemerintah dalam hal ini PNS, TNI, dan Kepolisian pada Oktober 2019. Total dana yang akan dibayarkan Pemerintah sekitar Rp 13,56 triliun.

Meski demikian, Mardiasmo menegaskan bahwa skema tersebut baru bisa dilaksanakan jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai payung hukum penyesuaian iuran premi untuk semua kelompok.

Apalagi, dikatakan Mardiasmo, pihak Kementerian Keuangan sudah menyiapkan enam hingga tujuh peraturan menteri keuangan (PMK) yang menjadi aturan turunan untuk mencairkan dana penyesuaian yang akan dibayarkan untuk menambal defisit.

Baca juga : Kebijakan Reformasi Anggaran Pemerintah Dikritik

Iuran BPJS Kesehatan yang baru berlaku 1 januari 2020

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menegaskan bahwa penyesuaian iuran BPJS Kesehatan pada awal 2020 merupakan opsi terakhir yang bisa dilakukan agar defisit keuangan bisa diatasi.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo mengatakan, pihaknya telah melakukan rapat 150 kali sebelum memutuskan untuk menyesuaikan iuran BPJS Kesehatan

Begini rinciannya seperti dilansir dari Detik News :

Indonesien Schalter im Krankenhaus
Peserta BPJS antre untuk bayar tagihan.Foto: DW

1. PBI pusat & daerah  : Naik dari Rp23.000 menjadi Rp42.000 (per bulan per jiwa)

2. Kelas I                      : Naik dari Rp80.000 menjadi Rp160.000 (per bulan per jiwa)

3. Kelas II                     : Naik dari Rp51.000 menjadi Rp110.000 (per bulan per jiwa)

4. Kelas III                    : Naik dari Rp25.500 menjadi Rp42.000 (per bulan per jiwa)

Baca juga :Sistem JKN: Keuntungan atau Hambatan bagi Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil? 

Nunggak Iuran BPJS tidak bisa urus SIM dan Paspor

Untuk meningkatkan kepatuhan peserta BPJS Kesehatan membayar iuran, Kepala BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyebut Presiden Joko Widodo saat ini sedang merencanakan pembuatan Instruksi Presiden soal sanksi publik yang akan diberikan kepada mereka yang menunggak. Instruksi tersebut tengah dipertimbangkan ketetapannya di Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK).

"Soal nunggak terus tak bisa urus SIM, urus paspor dan kredit bank itu kan selama ini hanya menjadi tekstual tapi eksekusinya belum seperti itu. Kenapa? Karena di peraturan publik itu tidak ada di BPJS tapi lembaga lain," katanya saat dijumpai pada Forum Merdeka Barat Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Senin (7/10/2019).

Fachmi berharap masyarakat mengerti dan memahami situasi yang dialami oleh BPJS Kesehatan saat ini. Tentu saja instruksi tersebut menurutnya tidak bertujuan menyulitkan masyarakat.

"Instruksi ini sebenarnya simpel. Kita tidak usah melakukan pendekatan hukum atau apa, lebih ke sistem aja jadi nanti master data dari bpjs, diintegrasikan di kepolisian, imigrasi, perbankan, jadi setiap akan melakukan pelayanan publik dilihat 'oh ini nggak bisa bu karena di sini Anda belum bayar iuran', nah itu yang kita tunggu dari Inpres ini," tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes, Kalsum Komaryani, mengatakan soal 'hukuman' kepada penunggak iuran BPJS Kesehatan sebelumnya sudah dibahas dan disusun di 14 Peraturan Presiden tentang jaminan kesehatan soal pengenaan sanksi administratif. 

"Terkait PP ini, memang sekarang sedang digodok ya untuk merapatkan instruksi presiden yang memang tujuannnya untuk mengoptimalkan lagi jumlah cakupan JKN dan juga memaksa kolektibilitas iuran terjaga," pungkas Kalsum. (gtp/)

Baca artikel selengkapnya di : DetikNews

Daftar Lengkap Iuran BPJS Kesehatan, Mulai Berlaku Awal 2020