1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Serangan Teror di Mesir

Dyan Kostermans25 Juli 2005

Belum pulih ketegangan dari rangkaian serangan teror di London, kembali akhir pekan lalu dunia diguncang serangan teror lainnya, kali ini di Mesir. Hampir 90 orang tewas dalam serangan teror di Sharm el Syeikh, yang merupakan serangan teror terbesar dalam sejarah Mesir. Hal ini menjadi tema utama sorotan surat kabar di Jerman dan Eropa.

https://p.dw.com/p/CPNV
Sharm el Syeikh yang porak poranda akibat serangan teror
Sharm el Syeikh yang porak poranda akibat serangan terorFoto: AP

Harian Jerman Hannoversche Allgemeine Zeitung menulis:

"Tidak jelas apakah garis serangan dibentang dari London sampai Mesir. Apakah sementara ini Osama bin Laden memukul lonceng jam kematian di seluruh dunia. Kebanyakan pakar meragukan hal ini. Bin Laden cenderung inspirator ideologis serangan teror yang terpisah satu sama lainnya, atau bahkan serangan teror yang bersaing satu sama lain. Ini semua membuat pengusutan yang tidak mudah."

Sementara harian Jerman lainnya Frankfurter Rundschau menilai:

"Baik lokasi sasaran ataupun waktu serangan memiliki simbol. Sharm el Syeikh adalah oase perdamaian. Sharm el Syeikh terkenal di seluruh dunia sebagai tempat berlangsungnya konferensi dan pertemuan internasional. Seperti baru-baru ini, antara Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Dan Sharm el Syeikh dipilih sebagai sasaran, satu hari menjelang hari perayaan nasional Mesir. Setelah berita mengejutkan dari Sharm el Syeikh, di Israel sekarang timbul keraguan, apakah setelah pengosongan Jalur Gaza, dapat benar-benar dipercaya, polisi perbatasan Mesir bersama dengan Palestina bisa menghentikan penyelundupan senjata dari Sinai. Hal yang pelaksanaannya di Eropa saja sudah sulit, semakin rumit dilakukan di Timur Tengah. Yakni menerapkan kerja sama multinasional dalam memburu pelaku dan mencegah tindakan teror."

Tentang serangan di kawasan pemandian Sinai, Sharm el Syeikh dan perang melawan teror yang dilakukan pemerintah Mesir, harian Swiss Neue Zürcher Zeitung menulis:

"Tidak kemenangan militer terhadap generasi pertama pejuang Islam di pertengahan tahun 90-an, tidak juga pengawasan pemerintah terhadap Mesjid, universitas maupun pers mampu mencegah kembalinya terorisme Islam. Juga di Mesir gambar yang memperlihatkan aksi para penguasa di Palestina, Irak atau Afghanistan kembali memicu kemarahan generasi baru dan membuatnya jatuh ke rangkulan Osama bin Laden. Tapi patut dipertanyakan apakah cara pembantaian kasar pemerintah Mesir, dapat menunjukkan keberhasilan melawan para pejuang baru Jihad. Sekarang pendukung El Kaida tengah mengadu kekuatan dengan dinas rahasia Amerika Serikat dan Uni Eropa. Untuk tidak terlibat dalam pertarungan, bukan permainan yang mudah bagi aparat keamanan Mesir."

Harian ekonomi yang terbit di Paris Les Echos menulis:

"Lingkungan politik di balik serangan teror melakukan pembunuhan yang membabi buta. Tapi sampai saat ini mereka tidak mampu menggoyah stabilitas negara-negara demokratis atau menghentikan kelancaran ekonominya. Tapi itulah tujuan mereka. Di Mesir semua boleh menganggap, bahwa pariwisata yang menjadi sektor utama negara itu akan mengalami krisis. Tapi itu tidak boleh terjadi. Karena itu adalah kemenangan para teroris. Di bidang politik mungkin muncul pimpinan demokrasi yang kuat, yang memukul balik pemerintah tirani para penyerang bunuh diri. Di bidang ekonomi situasinya lebih rumit. Kegiatan ekonomi adalah hasil keputusan berbagai pihak yang menyangkut kepentingan para pembeli, pekerja, para penabung. Dengan demikian menjadi tanggung jawab kita semua untuk memberi jawaban terhadap terorisme."

Harian Jerman Neue Presse yang terbit di Hannover menulis:

"Baru sekitar setengah tahun lalu gambar-gambar yang menunjukkan para wisatawan yang berlibur di pantai kawasan pariwisata Thailand, yang porak poranda akibat bencana tsunami, menimbulkan kemarahan besar dan diskusi sengit: Apa yang boleh, apa yang harus dilakukan, jika mengadakan liburan saat orang lain menderita. Membatalkan liburan, tetap berlibur? Bersikap seolah tidak terjadi apa-apa atau membantu? Tentu saja kerusakan akibat masing-masing serangan bom tidak dapat dibandingkan dengan dampak kerusakan hebat bencana tsunami. Tapi mekanisme perbandingan reaksi para pelancong yang bersenang-senang saat melakukan liburan tampaknya sama saja. Di samping rasa lega karena tidak terkena bencana, juga terutama semakin tumbuh rasa menjadi terbiasa, sebagai reaksi terhadap berita menakutkan yang terus berdatangan dari seluruh dunia. Sikap acuh tak acuh, mungkin sudah menjurus ke fatalisme."