1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Serangan terhadap kaum Kurdi di Irak / Krisis politik di Iran

2 Februari 2004
https://p.dw.com/p/CPT0
Rangkaian serangan bom sepanjang akhir pekan mengguncang Irak, menewaskan lebih dari 80 orang. Hari Minggu, dua bom bunuh diri meledak hampir bersamaan di kantor Uni Patriotik Kurdistan (PUK) dan Partai Demokratik Kurdistan (KDP) di Irbil, yang jaraknya terpisah sekitar 13 kilometer.

Bom tersebut meledak ketika para pemimpin masing-masing partai sedang merayakan Idul Adha. Di antara korban yang tewas adalah sejumlah pejabat senior, antara lain Gubernur Irbil Akram Mintikl . Sementara dalam serangan bom di Mosul, Kirkuk, dan Baghdad hari Sabtu, sekitar 20 orang tewas, empat di antaranya prajurit AS. Berikut komentar harian Jerman Die Welt mengenai serangan di Irbil:

Ada tiga kemungkinan pelakunya. Pertama: kaum eksrtemis Shiah yang menolak upaya kaum Kurdi Irak untuk meraih sebagian otonomi di Irak. Kedua: kaum ekstremis Sunnah berdasarkan alasan yang sama. Ketiga dan yang paling mungkin: kelompok teroris profesional internasional dari Jaringan Al Qaida bersama kelompok ekstremis yang bergabung dengan mereka untuk menghukum para kolaborator Kurdi. Siapa pun pelakunya, harapan akan perdamaian segera di negeri dua sungai sangat kecil.

Harian Märkische Allgemeine yang terbit di Potsdam menarik kesimpulan berikut dari serangan berdarah di Irbil:

Jenis teror tsb tidak dapat dihentikan dengan cara politik mau pun sosial. Kalau pun mungkin, itu dengan pengusutan dan perlawanan yang keras. Orang mungkin akan mengatakan, seandainya AS tidak melancarkan perang ke Irak, negara adi daya juga tidak akan menghadapi masalah ini. Itu benar. Namun hendaknya juga menyadari bahwa bagi sebagian rakyat Irak diktatur yang berfungsi di Baghdad lebih baik daripada upaya susah payah untuk membangun tata baru.

Harian Swiss Basler Zeitung berkomentar kejadian di Irak telah dapat dipastikan:

Di Irak kerjasama diartikan sebagai kolaborasi, meski pun kolaborasi ini tidak demi cintanya terhadap AS, melainkan karena prihatin dengan masa depan Irak. Bagi para teroris, setiap pihak yang berusaha membantu Irak, dianggap sebagai musuh. Polisi, para anggota pemerintahan peralihan dan para pemimpin kelompok etnis. Bila kehadiran pasukan asing saja tidak menakutkan para pelakunya, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi , bila AS, Inggris dan sekutunya menarik pasukannya dari Irak.

Harian Italia Il Messagero menilai serangan terhadap kaum Kurdi di Irak sebagai pukulan mundur bagi Bush:

Bush mengharapkan, penangkapan spektakuler Saddam Hussein, syarat mutlak bagi perdamaian di Irak, akan melincinkan jalan bagi pemilihannya kembali sebagai presiden. Nyatanya, tidak demikian. Sejak serangan di Irbil, Bush menghadapi situasi di Irak, yang sangat eksplosif, tidak hanya di daerah segitiga Sunnah, melainkan terutama di kawasan Kurdi di Irak Utara.

Dari Irak kita tinjau krisis di Iran. Krisis politik terberat di Iran selama beberapa tahun terakhir, memuncak ketika lebih dari sepertiga anggota parlemen Iran mengundurkan diri, Minggu lalu. Pengunduran diri dilakukan sebagai protes atas keputusan Dewan Pengawal yang beraliran keras mendiskualifikasi ratusan calon legislator reformis yang akan mengikuti pemilihan umum parlemen, bulan ini. Harian Belgia Le Soirmenulis:

Kekuatan reformasi yang melemah kewalahan menghadapi situasi. Kementerian dalam negeri dalam suratnya kepada Dewan Pengawal kembali meminta penundaan pemilihan umum. Beberapa kelompok reformis mengancam akan memboikot pemilihan umum. Kini semua perhatian diarahkan kepada Mohammed Chatami, yang pada tahun 1997 meraih kemenangan gemilang, namun kini ditolak oleh rakyat yang kecewa karena reformasi yang tersendat.

Harian Prancis La Pressede la Manche mengomentari pertarungan kekuatan antara kaum konservatif dan kaum reformis di Iran:

Setelah 25 tahun di bawah rejim yang theokratis, Iran kini tidak lagi mengupayakan kebebasan sejati yang dijanjikan setelah tergulingnya kekuasaan shah. Rakyat sudah bosan dengan 25 tahun kekuasaan diktatur para ayatollah. Dapat dipastikan, kekakuan dan ketidak-mampuannya untuk mendorong kemajuan akan menimbulkan aksi kekerasan baru yang pada suatu saat akan menggulingkan kekuasaannya.