1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Serangan terhadap Hitler 20 Juli 1944

Monika Dittrich (ml/as)19 Juli 2015

20 Juli 1944 dilancarkan serangan pembunuhan terhadap diktator Hitler oleh sejumlah perwira dalam militer Jerman. Tapi serangan gagal. Perlu waktu lama sampai warga Jerman menghargai upaya gagal itu.

https://p.dw.com/p/1G1JS
Bildgalerie Rote Kapelle
Monumen peringatan perlawanan terhadap Hitler 20 Juli 1944 di BerlinFoto: picture-alliance/akg-images

Musim panas 1951 sebuah institut Jerman, Allensbacher Institut für Demoskopie mengadakan jajak pendapat penting. Para peneliti ingin mengetahui pendapat warga Jerman tentang serangan pembunuhan terhadap diktator dan pemimpin rezim NAZI, Adolf Hitler tanggal 20 Juli 1944. Ketika itu hanya sepertiga dari peserta punya pendapat positif terhadap pria dan wanita yang berusaha menggulingkan rezim NAZI. Tahun 1956 sejumlah besar warga Jerman menolak pemberian nama Claus Schenk Graf von Stauffenberg bagi sebuah sekolah. Stauffenberg adalah otak di balik serangan yang gagal tersebut.

Warga Jarman perlu waktu lama sampai mampu memberikan penghargaan bagi mereka yang melancarkan perlawanan terhadap rezim NAZI. Untungnya, jaman sekarang Stauffenberg sudah dianggap sebagai pahlawan di Jerman. Tetapi itu sebenarnya hasil proses penjelasan yang panjang dan bertahun-tahun, yang sering ditentang. Demikian dikatakan Johannes Tuchel, kepala institusi yang menangani peringatan perlawanan terhadap NAZI, Gedenkstätte Deutscher Widerstand di Berlin. "Banyak hal yang diabaikan, sengaja dilupakan dan terlupakan."

Pidato menyentuh dari presiden pertama Theodor Heuss

Serangan terhadap Hitler tersebut adalah upaya kudeta paling penting di masa NAZI. Sebagian besar pelaku perlawanan berasal dari kalangan bangsawan Jerman dan pimpinan angkatan bersenjata NAZI. Perwira Claus Schenk Graf von Stauffenberg yang jadi pelaksana utama upaya pembunuhan Hitler dengan menggunakan bom di markas Hitler. Tapi Hitler lolos dan kudeta gagal. Stauffenberg dieksekusi malam itu juga. Dalam pekan-pekan setelahnya ratusan orang juga dieksekusi, karena dianggap terkait dalam serangan itu.

Perlawanan terhadap Hitler dulu dianggap penghianatan terhadap Hitler. Itulah pendapat banyak orang Jerman setelah Perang Dunia II berakhir. Namun Theodor Heuss, presiden pertama Jerman setelah berakhirnya perang, berhasil menyentuh banyak warga Jerman dalam pidatonya, dan berhasil meyakinkan mereka, bahwa tindakan bangsawan Stauffenberg bukan penghianatan melainkan tindakan yang sangat terhormat.

Kurangnya keberanian

Bagaimana dengan di jaman sekarang? Dari penghianat, Stauffenberg sudah jadi pahlawan. Peristiwa tersebut kini diperingati secara resmi. Namun demikian, "Di sekolah-sekolah kesadaran akan pentingnya perlawanan terhadap diktator belum benar-benar berakar", kata pakar hukum Rüdiger von Voss.

Padahal menurutnya, menyadari ide-ide perlawanan itu sangat penting, "Antara lain supaya hukum kita bisa diberikan dasar spiritual, politis dan dasar yang bisa dipercaya". Demikian Voss. Kurangnya keberanian membela yang benar dalam hidup sehari-hari sangat merugikan demokrasi, ditambahkan Voss.