1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Serangan Bom Terhadap Yerusalem Guncang Kestabilan Kawasan Tersebut

24 Maret 2011

Serangan bom terhadap Yerusalem diperkirakan akan direspon oleh Israel dengan tangan besi. Insiden ini memunculkan kembali perdebatan akan kelangsungan usaha perdamaian antara Israel dan Palestina.

https://p.dw.com/p/10h0c
Foto: picture alliance/dpa

Harian Jerman Süddeutsche Zeitung menulis tentang serangan bom yang terjadi di Yerusalem :

"Aksi kekerasan sesuai dengan perhitungan kelompok radikal Palestina seperti Hamas dan Jihad Islam. Tetapi selama ini, organisasi teror dapat meyakini, bahwa Israel akan menanggapi serangan dan provokasi dengan lebih banyak kekerasan lagi. Pemerintah menganggapnya sebagai reaksi yang setimpal. Namun, pola ini bisa menjatuhkan kembali kawasan tersebut ke masa konflik yang kelam. Dampaknya dikhawatirkan akan lebih parah, mengingat fase yang relatif tenang tidak digunakan untuk langkah maju dalam proses perdamaian."

Aksi kekerasan baru antara Israel dan Palestina juga dikomentari oleh harian kiri liberal Inggris Independent :

"Sebelum pecahnya aksi kekerasan terbaru, proses perdamaian telah macet. Kerusuhan di negara tetangga Mesir menjadikan pemerintahan dari Perdana Menteri Benyamin Netanyahu lebih defensiv dan tidak mau mengalah. Kerusuhan yang meningkat di Suriah akan memperkuat sikap Israel. Apakah perjanjian perdamaian antara Israel dan Palestina benar-benar penting, jika dibandingkan dengan revolusi sosial dan politik yang bisa mengubah situasi di seluruh dunia Arab? Jika semakin banyak pemerintah demokrasi yang berkuasa dan mewakili pendapat terbuka warga Arab, maka tekanan bagi Israel untuk mewujudkan perdamaian dengan Palestina akan semakin besar."

Harian konservatif Perancis Le Figaro berpendapat dibalik eskalasi antara Israel dan Palestina tersembunyi strategi yang jelas :

"Sejak September 2010 tidak ada lagi kontak antara Israel dan Palestina. Baik Amerika Serikat mau pun Uni Eropa tampak tidak mengusahakan agar perundingan perdamaian bisa bergulir kembali. Tidak tertutup kemungkinan, bahwa Iran yang sudah beraksi di balik layar di Yaman dan Bahrain, akan memperpanas konflik Israel dan Palestina untuk memperbesar destabilisasi di kawasan tersebut. Bahaya ini harus diredam secepat mungkin, untuk menghindari meluasnya api kekacauan."

Sementara itu harian liberal kiri Spanyol El Pais memilih untuk berkomentar tentang mundurnya kepala pemerintahan Portugal Jose Socrates :

"Zona pengguna mata uang Euro memiliki faktor resiko baru. Jika pemilihan baru adalah satu-satunya jalan keluar dari krisis di Portugal, yang terbaik bagi negara itu jika dapat memiliki pemerintah yang dipilih oleh mayoritas warganya yang bisa memaksakan langkah-langkah penghematan yang diperlukan. Hingga ini terjadi, Portugal berada dalam kondisi yang tidak menyenangkan. Suku bunga bagi pinjaman negara sangat tinggi, sehingga tidak ada pilihan lain bagi negara itu, selain seperti Yunani atau Irlandia yang memohon paket penyelamatan. Uni Eropa kini harus bereaksi dengan cepat. Setiap penundaan rencana perluasan dana penyelamatan bisa mengkhawatirkan."

Terakhir, harian konservatif Austria Der Standard juga menulis tentang paket penyelamatan Euro :

"Kekuatan demokrasi kurang terbentuk. Ini sudah dimulai dari perubahan traktat Uni Eropa yang sangat dibutuhkan. Usaha ini diloloskan melalui proses yang disederhanakan, dimana referendum tidak perlu dilakukan. Dan cara ini terus berlanjut. Juga pada tiap aksi bantuan, para menteri keuangan memutuskan di lingkup kecil. Keterlibatan parlemen Eropa? Tidak diharapkan. Begitu juga pengawasan badan pemeriksa keuangan. Ini kan hanya mengenai 500 milyar Euro. Berdasarkan pengertian demokrasi semacam ini, tidak perlu heran jika para 'demagog' atau penghasut rakyat semakin mudah mendapat dukungan."

Vidi Legowo-Zipperer/dpa

Editor : Agus Setiawan