1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PendidikanJerman

Sekolah-sekolah di Jerman Hadapi Kelangkaan Guru

30 Januari 2023

Jerman membutuhkan puluhan ribu guru untuk mengisi kekosongan di sekolah. Mempekerjakan guru dari luar negeri jadi salah satu opsi, tetapi lagi-lagi birokrasi menghambat upaya tersebut.

https://p.dw.com/p/4MqpC
Foto ilustrasi sekolah di Jerman
Foto: Klaus-Dietmar Gabbert/ZB/dpa/picture alliance

Menurut survei bertajuk ‘barometer sekolah Jerman terbaru' oleh Robert Bosch Foundation pekan ini, tantangan terbesar bagi sebagian besar pengelola sekolah di Jerman adalah kurangnya guru.

"Kami meyakini ada sekitar 30.000 hingga 40.000 posisi pengajar yang tidak terisi,” kata Dagmar Wolf, seorang peneliti pendidikan di Robert Bosch Foundation, kepada DW.

Angka tersebut jauh lebih rendah dari angka yang dikeluarkan oleh pemerintah, yaitu 12.000 posisi, yang menurut Asosiasi Guru Jerman telah dibumbui fakta bahwa beberapa sekolah mencantumkan orang tua dan pembantu lainnya sebagai guru dalam statistiknya.

Selain kelangkaan guru, banyak bangunan sekolah juga rusak di Jerman
Selain kelangkaan guru, banyak bangunan sekolah juga rusak di JermanFoto: Uwe Anspach/dpa/picture alliance

Kekurangan guru paling dramatis dalam beberapa dekade

"Lonceng peringatan sejatinya telah berdentang sejak lama. Namun, drama dan tingkat keparahan yang kita alami sekarang, saya ingat tidak pernah terjadi dulu,” kata Heinz-Peter Meidinger, Presiden Asosiasi Guru Jerman, kepada DW.

Ada beberapa alasan yang menurutnya membuat Jerman kekurangan guru. Salah satunya adalah meskipun tingkat kelahiran meningkat, jumlah posisi guru magang telah berkurang secara besar-besaran selama 20-30 tahun terakhir. Selain itu, jaminan pekerjaan bagi guru muda tidak lagi diberikan.

Kemudian ada pula arus pengungsi yang masuk ke Jerman. Seperti baru-baru ini, lebih dari 200.000 anak yang tiba dari Ukraina membutuhkan tempat sekolah. Jerman mewajibkan dalam undang-undang agar semua anak berusia antara 6-16 tahun untuk bersekolah, dan "sekolah tidak siap untuk itu,” kata Meidinger.

Institut Ekonomi Jerman juga telah memperkirakan bahwa jika 3,5% dari 7,5 juta anak dari Ukraina datang ke Jerman, maka negara tersebut akan membutuhkan 13.500 guru tambahan untuk mengajar mereka.

Guru pensiun memperburuk situasi

Situasi kekurangan guru diperburuk pula dengan pensiunnya guru-guru yang lahir di awal 1960-an dalam waktu dekat.

"Kita sedang memasuki masa ketika generasi baby boomer berhenti bekerja,” kata Wolf. "Itu secara dramatis akan memperburuk situasi,” tambahnya.

Beberapa peneliti bahkan memperkirakan bahwa pada tahun 2030, akan ada lebih dari 80.000 posisi pengajar yang tidak terisi. Bukan hanya itu, sekolah juga diperkirakan akan mengalami kekurangan pekerja sosial, psikolog sekolah, dan staf pendukung yang perannya penting untuk menerapkan "kebijakan inlusif” guna memastikan semua anak diterima di sekolah regular Jerman.

Selain itu, hanya ada sekitar 7% mahasiswa di Jerman yang belajar untuk menjadi guru. Dan dari jumlah tersebut, banyak yang putus sekolah atau memutuskan mengejar jalur karier yang lain di kemudian hari.

Lantas, bagaimana caranya agar lebih banyak anak muda terdorong untuk mengajar?

"Jika Anda bertanya kepada guru apa yang paling mereka inginkan, bukan bayaran lebih, tapi lebih banyak waktu untuk tugas inti mereka,” jawab Meidinger. Mereka dibebani dengan tugas organisasi dan proyek tambahan, tambahnya.

"Tentunya digitalisasi juga membutuhkan banyak pelatihan dan dukungan, dan ini sering kali kurang,” lanjutnya.

Negara-negara bagian Jerman bersaing mendapatkan guru

Isu kelangkaan guru juga telah membuat negara-negara bagian di Jerman bersaing sengit untuk mendapatkan guru.

Brandenburg misalnya, telah mulai menawarkan jaminan ekstra bagi para guru, dengan menjanjikan status pegawai negeri setelah mereka mendapatkan gelar sarjana.

Negara bagian selatan Bayern yang terkenal makmur bahkan punya penawaran yang lebih fantastis. Mereka menawarkan tunjangan relokasi yang bagus dan gaji yang lebih tinggi untuk guru dari negara bagian lain.

"Jika Anda melihat Bayern, sudah menjadi strategi Perdana Menteri Negara Bagian Markus Soder untuk merekrut sebanyak mungkin guru dari negara bagian lain tahun depan,” kata Wolf.

Selain itu, sebuah komisi yang dibentuk oleh konferensi para menteri pendidikan dari negara-negara bagian di Jerman juga telah mengajukan proposalnya sendiri pada hari Jumat (27/01). Dalam proposal itu, mereka mendorong guru untuk keluar dari masa pensiun, memungkinkan guru untuk bekerja lebih lama, meningkatkan ukuran kelas, dan mempekerjakan mahasiswa pascasarjana sebagai asisten guru.  Mereka juga ingin membatasi pekerjaan paruh waktu.

"Sekitar 49% guru bekerja paruh waktu, dan di sinilah letak potensi terbesar,” kata komisi itu dalam sebuah pernyataan pers.

Astrid-Sabine Busse, yang mengetuai komisi tersebut juga mengatakan bahwa harus ada lebih banyak guru yang dilatih untuk mengajar mata pelajaran yang sangat dibutuhkan di Jerman, yaitu matematika, kimia, fisika, musik, dan kesenian.

Dia juga mendorong lebih banyak dukungan psikologis untuk guru dan pembentukan hotline krisis.

Kelas digital atau hybrid mungkin bisa jadi salah satu opsi untuk menata kembali kehidupan sekolah
Kelas digital atau hybrid mungkin bisa jadi salah satu opsi untuk menata kembali kehidupan sekolahFoto: Michael Schick/imago images

Bagaimana dengan guru dari luar negeri?

Komisi bentukan para menteri pendidikan dan serikat guru di Jerman sepakat bahwa jika keinginan profesional lain untuk menjadi guru dimudahkan dan rekognisi ijazah guru dari negara lain difasilitasi, masalah kekurangan guru akan terbantu teratasi d Jerman.

Saat ini, sebagian besar guru dengan kewarganegaraan asing di Jerman berasal dari negara-negara Eropa lainnya, dengan negara tetangga Prancis menempati urutan teratas.

"Masalahnya bukan karena terlalu sedikit yang melamar, tapi peluang guru asing di Jerman kecil karena proses rekognisi yang sangat sulit,” kata Wolf.

"Kita punya masalah dalam sistem federal kita yaitu tidak adanya peraturan yang seragam, jadi meskipun ada banyak minat dari guru yang mendapatkan gelar di luar negeri, pada akhirnya sangat sedikit yang berakhir di sistem karena kendala birokrasi,” tambahnya.

(gtp/ha)

 

Redaktur DW, Ralf Bosen
Ralf Bosen Penulis dan editor