1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sebulan setelah tsunami / Peringatan 60 Tahun Pembebasan Auschwitz

25 Januari 2005

Sebulan setelah bencana tsunami di Asia Selatan dan Tenggara banyak orang menyadari betapa luasnya solidaritas kemanusiaan di dunia. Di berbagai kota di dunia dilakukan upacara mengheningkan cipta bagi para korban. Bantuan dana ,barang dan personel masih terus mengalir .

https://p.dw.com/p/CPPT
Menlu Jerman Fischer pada peringatan 60 tahun Holocaust di PBB
Menlu Jerman Fischer pada peringatan 60 tahun Holocaust di PBBFoto: AP

Di Indonesia, khususnya di Aceh ada sementara pihjak yang optimis dengan masa depan Aceh, karena berbagai aktivitas sudah mulai berjalan lagi. Sementara ada pihak-pihak yang mengeluhkan buruknya koordinasi penanganan pascabencana. Juga kehadiran tentara dan relawan asing menimbulkan kecurigaan dan prasangka.

Sementara itu, para ulama dan tokoh masyarakat menyerukan agar untuk merehabilitasi Aceh, pemerintah pusat harus melibatkan masyarakat Aceh dan juga pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) , antara lain dengan melakukan upaya perdamaian dengan mereka.

Harian The New York Times dalam tajuknya menyoroti peran TNI di Aceh:

Bantuan kemanusiaan untuk para korban harus menjadi prioritas utama. Sementara TNI yang merupakan kekuatan politik selama ini tidak pernah menempatkan masalah kemanusiaan pada tempat pertama. Aktifitas para relawan asing di Aceh dibatasi hanya pada dua kota besar. Tentara asing diberi batas waktu sampai 26 Maret. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus menekankan pada pimpinan militernya bahwa mereka bertanggungjawab terhadap presiden sebagai pimpinan yang dipilih secara demokratis, dan bahwa kebutuhan kemanusiaan rakyat Aceh harus merupakan masalah yang paling urgen bagi Indonesia. Sebelum masalah internal itu terselesaikan, tidak akan ada penghapusan pembatasan hubungan kerjasama militer antara AS dan Indonesia yang diberlakukan sejak terjadinya pelanggaran HAM berat oleh TNI di masa lampau.

Kami soroti juga penanggulan ekses bencana tsunami di India selama ini. Kami kutip ulasan harian Jerman Tageszeitung – TAZ yang terbit di Berlin:

"We want your Tsumoney" – Berilkanlah kami uang tsunami Anda! Slogan itu mengundang setiap orang untuk memberi sumbangan. Gelombang solidaritas dan bantuan dari semua kalangan mengalir deras. Para seniman menghibahkan hasil karyanya, anak-anak sekolah mengumpulkan sumbangan, bahkan para pengemis pengais sampah mengorbankan penghasilannya. Sementara di Palang Merah India di Chennai barang bantuan menumpuk. Para koordinator NGO kini malah mengimbau agar penyaluran sumbangan dihentikan. Di India banyak orang mulai memikirkan motif bagi fenomena massal tsb. Apakah karena kehadiran massal media di kawasan bencana? Apakah solidaritas itu timbul karena bencana mendadak, yang bisa ditafsirkan sebagai kutukan Tuhan, sehingga setiap orang bisa menjadi korbannya? Ataukah karena peristiwa dramatis yang terjadi sekonyong-konyong lebih menggugah ketimbang situasi yang tidak sensasional meski korbannya lebih banyak. Cacatan dalam Times of India mengingatkan bahwa di negara itu setiap harinya 6.500 anak di bawah usia lima tahun meninggal dunia akibat kelaparan dan kekurangan gizi.

Harian Süddeutsche Zeitung dalam tajuknya menyoroti upaya pembangunan kembali di Srilanka, bantuan tim medis dari Jerman ke kota Weligama di Srilanka selatan, dan komitmen pasangan suami-isteri Jerman yang menggunakan kontak bisnis dan pribadi untuk membantu para korban tsunami. Mengenai upaya pembangunan kembali di Srilanka harian ini menulis:

Setiap satu dari 12 warga Srilanka membutuhkan bantuan. Kini para korban setiap harinya akan menerima jatah pangan senilai 1,35 euro dan uang tunai 1,55 euro sekitar 18 ribu Rupiah. Dan akan memperoleh 40 Euro ,sekitar 480 ribu Rupiah , sebagai modal awal untuk membangun eksistensi baru. Spektrum bantuan mencakup organisasi seperti Oxfam, World Vision , perkumpulan Budhis, Kristen , sampai Front Pembebasan Marxis Sri Lanka. Upaya pembangunan kembali sedang gencar dilaksanakan. Terutama semua keluarga yang kehilangan tempat tinggal akan mendapat penampungan darurat dan peralatan dapur.

Tema berikutnya: PBB untuk pertama kali dalam sejarahnya hari Senin (23/1) memperingati pembebasan kamp konsentrasi NAZI Auschwitz di selatan Polandia. Sekjen PBB Kofi Annan dalam sidang khusus di New York menekankan, tragedi pembunuhan enam juta warga Yahudi oleh Nazi tidak ada duanya. Sementara Menlu Jerman Fischer menandaskan, sejarah mewajibkan Jerman untuk memerangi setiap bentuk anti-semitisme dan rasisme.

Harian Perancis Le Monde berkomentar:

60 tahun setelah Holocaust semakin sedikit saksi mata yang masih hidup. Banyak negara Eropa menyadari bahwa di tahun-taun belakangan semakin sedikit dari generasi muda mengetahui tentang holocaust. Sementara beberapa negara Eropa sedang menghadapi berbagai bentuk anti-semitisme dan rasisme yang harus dibasmi , menunjukkan betapa pentingnya untuk senantiasa mengingatkan kembali peristiwa itu.