1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

290710 Konflikt pakistanische Nordwestprovinz

30 Juli 2010

Lebih 22 juta orang tinggal di propinsi Barat Laut Pakistan yang berbatasan dengan Afghanistan, kebanyakan etnis Pashtun. Perlukah sebuah pemetaan baru antara kedua negara?

https://p.dw.com/p/OXht
Gambar simbol Pakistan dan Taliban

Tepi tenggara Afghanistan berbatasan dengan propinsi barat laut Pakistan. Garis perbatasan sepanjang 2,640 kilometer antara kedua negara itu, dibuat lebih 60 tahun lalu. Perbatasan ini dipetakan pada akhir masa kolonial, berdasarkan sebuah perjanjian antara Inggris dengan seorang penguasa Afghanistan di akhir abad ke-19.

Wilayah Yang Sulit Dikendalikan

Kini, lebih dari 22 juta orang menetap di wilayah yang termasuk provinsi Barat Laut Pakistan, kebanyakan etnis Pashtun. Kawasan yang oleh warga Afghanistan sering disebut Pashtunistan ini, terhitung sebagai wilayah persembunyian teroris semacam Mullah Omar dan Osama bin Laden. Di kawasan ini, pengaruh Taliban terus menguat dan kini mengancam proses perdamaian di Afghanistan serta kesatuan negara Pakistan.

Antara pemerintah di Kabul dan Islamabad terjadi saling tuduh, telah gagal menjaga perkembangan di wilayah tersebut. Jurnalis Afghanistan Rahimmullah Samandar, yang kerap memantau politik Pakistan, menilai penguasa kedua negara tidak jujur. Ungkapnya, "Hubungan antara Pakistan dan Afghanistan sejak dulu diwarnai kecurigaan. Di depan umum, para pemimpinnya berbicara mengenai dialog dan kerjasama, namun secara rahasia kerap melakukan sebaliknya.“

Dimanfaatkan Semua Pihak

Konflik antar kedua negara lahir bahkan sebelum 1947, ketika Pakistan didirikan. Pasalnya pemerintah Afghanistan saat itu menolak perbatasan yang digambarkan oleh Inggris dengan alasan tidak menunjukan aspirasi rakyat setempat. Pemerintah Afghanistan saat itu lalu mendorong penduduk Pashtun di balik garis perbatasan untuk memberontak terhadap Islamabad. Namun gagal. Samandar bertutur, "Kehidupan rakyat di kedua sisi perbatasan, semakin terpuruk akibat sengketa garis perbatasan itu."

Menurut Samandar, selama ini rakyat di kawasan itu hanya diperalat, baik oleh Inggris, Afghanistan maupun Pakistan. Akhir 1979, ketika tentara merah Uni Soviet menyerbu Afghanistan, Presiden Zia ul Haq yang merasa terancam, mendorong islamisasi Pakistan. Ia membuka banyak pesantren dan mengundang kaum jihadis dari negara Arab, termasuk Osama bin Laden, ke wilayah perbatasan itu. Dengan dukungan Barat, mereka ditugasi memusnahkan ancaman komunisme.

Merubah Strategi

Sejumlah pengamat menilai, Pakistan melihat peluang lain dalam strategi itu, yakni menjaga kepentingan penguasa negara dengan meluaskan pengaruh ke Afghanistan. Ratusan pemimpin suku Pashtu dibunuh, ditukar anggota kaum mullah atau seorang tokoh militan Islam. Begitu ungkap pakar politik Pakistan, Ahmad Saidi yang warga Afghanistan.

Uni Soviet pun dikalahkan oleh sekutu Islamis. Namun kemudian pasukan Taliban dan Al-Qaida dihalau oleh Amerika Serikat, setelah peristiwa 11 September 2001. Pakistan pun mengubah strategi, seiring dengan pergantian kekuasaan di dalam negeri.

Menghadapi rangkaian aksi teror, pemerintah Pakistan mengakhiri kekuasaan otonomi di propinsi Barat Laut Pakistan, dan menempatkan lebih 80 ribu tentara agar bisa mengontrol wilayah yang semakin hari berada di bawah pengaruh jaringan kelompok Islam garis keras. Sejak dulu, kawasan provinsi Barat Laut Pakistan memang merupakan daerah tak bertuan.

Ratbil Shamel/Edith Koesoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk