1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialJerman

Scholz Jadi Kanselir Pertama yang Berbicara di re:publica

Jon Shelton
10 Juni 2022

Dalam pidatonya di festival digital, Kanselir Olaf Scholz membahas isu yang dihadapi dunia digital. Ia juga berjanji untuk membela kebebasan di dunia maya serta memangkas birokrasi Jerman.

https://p.dw.com/p/4CVLV
Kanselir Jerman Olaf Scholz
Kanselir Jerman Olaf Scholz singgung pentingnya 'masyarakat yang tercerahkan' di dunia digitalFoto: Annegret Hilse/REUTERS

Olaf Scholz pada Kamis (09/06) menjadi kanselir Jerman pertama yang berpidato di depan peserta konferensi re:publica. Festival ini menjadi ajang berdiskusi selama tiga hari tentang kehidupan digital. Salah satu fokusnya yakni isu-isu seputar Web 2.0, termasuk blog dan media sosial. Festival re:publica berlangsung di Berlin untuk pertama kalinya sejak pandemi merebak pada 2020.

Dalam pidatonya, Scholz menyinggung tentang keadaan hari ini, bahwa "pemisahan dunia" mengancam untuk "mengadu semua orang dengan orang lain daripada mendorong tanggung jawab global dan solidaritas internasional."

Dia memaparkan usahanya untuk mencapai solidaritas, seperti mengundang para pemimpin dari Afrika, Asia, dan Amerika Selatan ke Berlin untuk terlibat dalam pembicaraan. Hal ini menjadi cara bahwa Jerman mendengarkan keprihatinan pihak lain. Dia juga mencela naiknya konsep deglobalisasi yang diwujudkan oleh gerakan nasionalis populer seperti Brexit di Inggris atau Trumpisme di AS. Scholz menyebut ini sebagai "penyimpangan yang berbahaya."

"Tidak ada yang bisa memutuskan hubungan mereka dengan dunia lain. Itu berlaku untuk dunia analog, di mana perubahan iklim, krisis kesehatan, memerangi kemiskinan, perdagangan, dan transfer pengetahuan membuat kerja sama internasional sangat diperlukan. Namun, itu juga berlaku ke ranah digital, bahkan mungkin lebih," ungkap Kanselir Jerman itu.

Scholz singgung Cina dan Rusia

Kanselir menyinggung aktor negara terutama Cina dan Rusia yang membatasi akses internet. Scholz menggunakan kata "splinternet" yang menggambarkan keberhasilan negara itu dalam membatasi dan menjaga warga negara mereka dalam 'kegelapan'.

Dia juga mencatat bahwa aktor negara dan organisasi kriminal secara agresif mempersenjatai dunia digital untuk meluncurkan serangan dunia maya dan kampanye disinformasi digital di bidang geopolitik. Hal ini yang Scholz katakan harus dipertahankan oleh demokrasi dengan lebih baik.

Dalam konteks ini, Scholz mengatakan "transformasi politik digital" diperlukan untuk memastikan internet tetap menjadi "ruang demokratisasi progresif yang mendorong pertukaran ide secara bebas."

Berlin terinspirasi oleh Brussel dalam hal infrastruktur digital

Scholz memuji keputusan pembuat chip untuk memperluas dan mendiversifikasi produksi, menunjuk pada keputusan Intel untuk membangun pabrik chip baru di Jerman. Scholz mencatat bahwa kebijakan Uni Eropa yang baru ikut bertanggung jawab atas perkembangan tersebut dan bahwa kebijakan itu secara pribadi telah mengilhaminya untuk mendorong investasi nasional besar-besaran dalam digitalisasi. Hal ini menunjukkan bahwa Jerman sangat tertinggal di belakang dalam hal infrastruktur digital.

Scholz, yang menyampaikan sebuah anekdot yang menyesali fakta bahwa dia tidak dapat memperbarui paspornya secara online, melainkan harus melakukannya secara langsung. Ia juga berjanji untuk menghadirkan kerangka kerja legislatif pada akhir tahun yang akan memungkinkan Jerman "untuk memangkas waktu pemrosesan administrasi, setidaknya setengahnya."

Tanggung jawab perusahaan dan 'masyarakat sipil yang tercerahkan'

Akhirnya, Scholz berbicara tentang bagaimana "batas apa yang dapat diucapkan". Ia menunjuk pada "jurang yang semakin lebar antara apa yang akan dikatakan secara langsung dan apa yang dihadapi di Twitter, Facebook, dan di tempat lain."

Dia mengatakan "kebebasan berekspresi adalah komoditas berharga" yang negara sendiri tidak dapat, tidak boleh batasi, tetapi sebaliknya menyerukan platform dan perusahaan untuk mengakui dan mengambil tanggung jawab mereka sendiri kepada masyarakat di ranah digital seperti yang dilakukan orang lain di dunia analog."

Namun, kanselir membuat poin untuk tidak memberikan akses gratis kepada pengguna individu, seraya menyerukan kesadaran baru untuk perilaku online yang dapat diterima. Hal ini, kata dia, harus dibina oleh sekolah, tetapi perlu dicatat bahwa ini saja tidak cukup.

"Pada akhirnya," kata Scholz, "yang dibutuhkan adalah masyarakat sipil yang waspada dan tercerahkan: Masyarakat yang mengakui bahwa demokrasi membutuhkan wacana dan kontroversi, tetapi juga pagar pembatas etis."

(rs/ha)