1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Saudi Gencarkan Eksekusi Mati Usai Kepresidenan G20

3 Agustus 2021

Pelaksanaan eksekusi mati kembali digiatkan di Arab Saudi, klaim Amnesty International. Di pertengahan tahun ini, jumlah terpidana yang menjalani eksekusi sudah melampaui total tahun sebelumnya.

https://p.dw.com/p/3yT50
Bendera Kerajaan Arab Saudi
Sebagian warga divonis kurungan penjara jangka panjang lantaran unggahan internet bernada satir atau aktivisme sosialFoto: Cliff Owen/AP Photo/picture alliance

Dalam laporan yang dirilis pada Selasa (03/08), Amnesty International mencatat hingga Juli lalu sudah sebanyak 40 tahanan yang dieksekusi oleh Arab Saudi. Lonjakan tercatat setelah Riyadh mengakhiri masa jabatan kepresidenan di kelompok negara-negara G20 pada November silam.

Pada bulan Desember saja, Saudi sudah menghukum mati sebanyak sembilan tahanan. Sepanjang tahun 2020, total jumlah tahanan atau terpidana mati yang dieksekusi berjumlah 27 orang.

"Setelah sorotan dunia terhadap kepresidenan Arab Saudi di G20 meredup, otoritas kembali menggiatkan persekusi terhadap siapapun yang berucap bebas atau mengritik pemerintah,” kata Wakil Direktur Timur Tengah dan Afrika Utara di Amnesty, Lynn Maalouf.

Dia mengklaim sejumlah tahanan divonis kurungan penjara atau bahkan hukuman mati dalam "persidangan yang sangat tidak adil.” Menurut Maalouf, "pengakuan” adalah sesuatu yang dipaksakan melalui penyiksaan.

Di paruh pertama 2021, sebagian warga tercatat mendapat vonis kurungan penjara jangka panjang lantaran unggahan internet bernada satir atau aktivisme sosial. Nasib itu dialami Abdulrahman al-Sadhan, seorang pegiat kemanusiaan yang mengunggah gambar satir bernada kritis di Twitter. Dia mendapat ganjaran pahit vonis 20 tahun penjara.

Vonis hukuman dan eksekusi mati di seluruh dunia pada 2018
Vonis hukuman dan eksekusi mati di seluruh dunia pada 2018

Janji reformasi

Pewaris tahta, Pangeran Mohammed bin Salman, sempat berjanji akan mereformasi sistem hukum, "demi mengedepankan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan perlindungan HAM,” kata dia, Februari lalu. 

Namun, sejauh ini langkah reformasi tersebut belum terlihat, kritik Amnesty.

"Rencana Saudi menjalankan reformasi legislatif dan hak asasi manusia hanya omong kosong selama eksekusi mati, pengadilan cacat dan hukuman berat bagi pegiat HAM, aktivis dan wartawan terus berlanjut,” tukas Maalouf.

Setelah dibebaskan, tahanan biasanya mendapat larangan berpergian, serta pembatasan lain. Pegiat perempuan, Loujain al-Hathloul termasuk yang mendapat perlakuan serupa. Dia divonis tiga tahun penjara karena menyuarakan hak bagi perempuan untuk mengemudi mobil.

"Masa jeda singkat dalam hal eksekusi mati yang muncul bersamaan dengan masa kepresidenan Saudi di G20 membuktikan, setiap ilusi reformasi oleh monarki di Riyadh hanya merupakan pencitraan belaka.”

Saat ini sebanyak 39 pegiat HAM Saudi masih mendekam di penjara. Penguasa dua kota suci Islam itu termasuk salah satu yang paling banyak menjalankan eksekusi mati di dunia. Selama 2019 saja, tulis Amnesty, sebanyak 184 tahanan atau terpidana dihukum mati, sebagian bahkan digelar di depan publik.

rzn/as (dpa, ap)