1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Olahraga

Satu Bulan Tersisa, Pembukaan Olimpiade Tokyo Segera Digelar

23 Juni 2021

Setelah sebelumnya dihantam berbagai macam rintangan, pihak penyelenggara Olimpiade Tokyo kini punya alasan untuk bernafas lega. Para atlet sudah mulai berdatangan, sementara penolakan publik dilaporkan mulai melunak.

https://p.dw.com/p/3vK4w
Foto simbol papan logo Olimpiade Tokyo yang rencananya digelar tahun 2020
Upacara pembukaan Olimpiade Tokyo 2021 akan digelar pada 23 Juli mendatangFoto: Morio Taga/Jiji Press Photo/dpa/picture alliance

Tinggal satu bulan lagi upacara pembukaan Olimpiade Tokyo akan resmi digelar. Tepatnya pada 23 Juli 2021 mendatang.

Setelah sebelumnya dihantam berbagai macam rintangan, mulai dari penundaan akibat pandemi, larangan perjalanan bagi para pendukung dari luar negeri, hingga penolakan dari dalam negeri, pihak penyelenggara kini punya alasan untuk bernapas lega.

Tim olimpiade pertama dilaporkan sudah berada di Jepang, bersama dengan pejabat utama dan beberapa media luar negeri. Sementara itu, jajak pendapat menunjukkan bahwa penolakan publik yang sudah berlangsung lama terhadap olimpiade diperkirakan semakin melunak jelang hari H.

"Kami sedang dalam fase pengiriman penuh,” kata Ketua Komite Olimpiade Internasional (IOC), Thomas Bach, Senin (21/06). "Para atlet sudah mulai berdatangan di Tokyo, siap membuat impian Olimpiade mereka menjadi kenyataan,” tambahnya.

Penyelenggaraan olimpiade sebelumnya ditunda pada Maret 2020 lalu, ketika pandemi muncul untuk pertama kalinya. Ini adalah sebuah keputusan bersejarah yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Saat itu, ada harapan bahwa pandemi mungkin akan berakhir sebelum upacara pembukaan berlangsung. Namun, lonjakan kasus infeksi virus corona di seluruh dunia serta munculnya penolakan dari masyarakat Jepang membuat perjuangan panitia semakin sulit.

Aturan ketat selama olimpiade

Di paruh pertama tahun 2021, jajak pendapat secara reguler menemukan bahwa sebagian besar warga Jepang menentang penyelenggaraan olimpiade di musim panas kali ini. Mereka meminta olimpiade ditunda atau dibatalkan.

Tapi pihak penyelenggara berkukuh untuk terus maju. Mereka mengerahkan seluruh upaya untuk merancang sebuah aturan yang mereka sebut akan menjaga olimpiade tetap aman dari penularan virus.

Maret lalu, pihak penyelenggara mengumumkan bahwa olimpiade kali ini akan menjadi yang pertama yang melarang penonton dari luar negeri. Menurut Ketua Olimpiade Tokyo 2020 Seiko Hashimoto, keputusan ini "tidak dapat dihindari.”

Meski begitu, pihak penyelenggara pada Senin (21/06) mengumumkan akan mengizinkan penonton domestik hingga 100.000 orang per venue. Namun, mereka mengingatkan bahwa pertandingan dapat digelar tertutup jika terjadi lonjakan kasus COVID-19.

Selain itu, penonton dilarang untuk bersorak, dan atlet dilarang untuk berpelukan atau melakukan tos (high five).

Mereka diwajibkan mengenakan masker setiap saat kecuali saat makan, tidur atau bertanding. Dan mereka hanya diizinkan berpindah lokasi antara Desa Atlet Olimipiade (Olympic Village) dan venue tempat mereka bertanding.

Hukuman bagi yang melanggar peraturan pun beragam, mulai dari peringatan verbal, denda, hingga didiskualifikasi dari pertandingan.

Penolakan warga berkurang

IOC mengatakan lebih dari 80 persen orang yang berada di Desa Atlet akan divaksinasi. Sementara, para kompetitor masih harus menjalani tes corona setiap harinya.

Sebelumnya, seorang pelatih dari tim Olimpiade Uganda teruji positif pada saat kedatangan di Jepang pada Sabtu. Padahal, para delegasi dilaporkan sudah divaksinasi dan diuji negatif sebelum berangkat.

Di sisi lain, penundaan olimpiade dan upaya pengamanan penularan virus telah menelan biaya tambahan sekitar 294 miliar yen (Rp 37,5 triliun), menambah beban anggaran yang sejatinya sudah sangat besar, yaitu 1,64 triliun yen (Rp 214,9 triliun). Hal ini dinilai dapat membuat Olimpiade Tokyo sebagai olimpiade termahal sepanjang sejarah.

Namun terlepas dari adanya pandemi virus corona dan biaya yang sangat besar, ada tanda-tanda bahwa penolakan publik terhadap olimpiade telah melunak. Survei baru-baru ini menemukan bahwa 50 persen atau lebih warga mendukung olimpiade terus berlanjut dibanding dibatalkan.

Lebih jauh, Perdana Menteri Yoshihide Suga, yang akan menghadapi pemilu pertamanya setelah penyelenggaraan olimpiade usai, berharap kesuksesan olimpiade dapat mendorong karir politiknya.

Meskipun Jepang mengalami wabah yang tidak terlalu parah dibanding negara lain, pemerintahannya telah menghadapi tekananan terkait penanganan pandemi COVID-19. Sejauh ini, ada sekitar 14.500 kematian akibat COVID-19 yang dilaporkan di Jepang.

Sementara terkait program vaksinasi, Jepang baru saja mendapatkan momentumnya. Hanya sekitar 7% populasi yang sudah divaksinasi penuh.

gtp/pkp (AFP)