1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikEropa

Rusia Diduga Gunakan Senjata Kimia di Ukraina

12 April 2022

Negara-negara Barat sedang menyelidiki klaim yang belum dikonfirmasi bahwa Rusia diduga menggunakan senjata kimia di kota Mariupol yang terkepung. Orang-orang dilaporkan mengalami gagal napas dan masalah neurologis.

https://p.dw.com/p/49o6g
Wali Kota Mariupol mengatakan lebih dari 10.000 warga sipil di kota itu telah tewas
Wali Kota Mariupol mengatakan lebih dari 10.000 warga sipil di kota itu telah tewasFoto: Alexander Ermochenko/REUTERS

Amerika Serikat (AS) dan Inggris mengatakan mereka tengah bekerja untuk mengonfirmasi laporan yang belum diverifikasi soal Rusia yang menggunakan senjata kimia dalam invasi mereka di Ukraina.

Sebelumnya, muncul laporan yang belum dikonfirmasi bahwa Rusia menggunakan senjata kimia di kota pelabuhan Ukraina yang telah terkepung, Mariupol.

"Ada laporan-laporan bahwa pasukan Rusia kemungkinan telah menggunakan bahan kimia dalam serangan kepada warga Mariupol. Kami bekerja cepat dengan mitra-mitra untuk memverifikasi laporan,” kata Menteri Luar Negeri Inggris, Liz Truss di akun Twitternya.

"Setiap penggunaan senjata semacam itu akan menjadi eskalasi yang tidak berperasaan dalam konflik ini dan kami akan meminta Putin dan rezimnya bertanggung jawab."

Sementara juru bicara Pentagon John Kirby mengatakan bahwa AS juga tengah memantau laporan tersebut.

"Kami tidak dapat mengonfirmasi pada saat ini dan akan terus memantau situasi  dengan cermat," kata Kirby. "Laporan ini, jika benar, sangat memprihatinkan dan merefleksikan kekhawatiran yang kita miliki tentang potensi Rusia untuk menggunakan berbagai alat kerusuhan, termasuk gas air mata dicampur zat kimia di Ukraina."

Sebabkan kegagalan pernapasan

Anggota parlemen Ukraina Ivanna Klympush melalui akun Twitternya menulis bahwa "zat yang tidak diketahui" telah digunakan di kota Mariupol yang menyebabkan kegagalan pernapasan dan gangguan gerakan. "Kemungkinan besar senjata kimia!" cuit Klympush.

Penasihat wali kota Mariupol, Petro Andryushchenko menulis di Telegram mengenai laporan serangan senjata kimia yang belum terkonfirmasi.

"Kami sedang menunggu informasi resmi dari militer," tulis Andryushchenko.

Pada hari Senin (11/04), Batalion Azov, milisi ultranasionalis di Ukraina, mengklaim sebuah pesawat nirawak Rusia telah menjatuhkan "zat beracun" kepada pasukan dan warga sipil Ukraina di Mariupol. Akibat serangan tersebut dilaporkan bahwa orang-orang mengalami gagal napas dan masalah neurologis.

"Tiga orang memiliki tanda-tanda yang jelas akan keracunan oleh senjata kimia, tetapi tanpa konsekuensi bencana," kata pemimpin batalion Andrei Biletsky dalam sebuah pesan video di saluran Telegram miliknyai.

Zelenskyy serukan sanksi untuk Rusia

Menanggapi laporan ini, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pun menyerukan sanksi berat agar dijatuhkan kepada Moskow.

"Kami menggapi ini dengan sangat serius," kata Zelenskyy, dilansir kantor berita Reuters.

"Saya ingin mengingatkan kembali pemimpin-pemimpin dunia kemungkinan penggunaan senjata kimia sudah didiskusikan militer Rusia, dan pada saat itu artinya perlu reaksi yang lebih keras dan cepat pada agresi Rusia," sambungnya.

Sementara itu, wali kota Mariupol Vadym Boychenko mengatakan pada hari Senin (11/04) bahwa lebih dari 10.000 warga telah tewas akibat serangan Rusia. Ia mengatakan jumlah korban tewas bisa melampaui 20.000 orang menyusul serangan berminggu-minggu di kota di selatan Ukraina tersebut, meninggalkan jasad-jasad korban "berserakan di jalan-jalan kota."

Boychenko juga menuduh pasukan Rusia telah memblokir konvoi bantuan kemanusiaan yang menuju ke dalam kota. Ia mengatakan hal tersebut dilakukan Rusia untuk menyembunyikan pembantaian yang mereka lakukan dari dunia luar.

rap/pkp  (Reuters, AP, AFP, dpa)