1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanIndonesia

Ruang Laktasi Dirindukan Ibu Menyusui Demi ASI Eksklusif

1 Agustus 2023

Kesadaran untuk memberikan Asi eksklusif kian meningkat. Namun, masih banyak perusahaan yang belum memiliki ruang laktasi khusus bagi ibu menyusui. Apa pentingnya ruang laktasi?

https://p.dw.com/p/4Ubas
Ilustrasi ibu tengah menyusui bayi
Ilustrasi ibu tengah menyusui bayiFoto: Olena Mykhaylova/Zoonar/picture alliance

Badan Kesehatan Dunia, WHO, menyebut bahwa seorang ibu tak seharusnya memilih antara pekerjaan atau menyusui anak-anak mereka. Oleh karenanya, di tahun ini Pekan Menyusui yang berlangsung pada 1-7 Agustus difokuskan pada pemenuhan hak ibu menyusui yang bekerja.

"Tema tahun ini: Let´s make breastfeeding and work, work! akan berfokus pada menyusui dan bekerja, memberikan peluang strategis untuk mengadvokasi hak-hak penting bersalin dan menyusui, cuti melahirkan minimal selama 18 minggu, idealnya lebih dari 6 bulan, dan akomodasi di tempat kerja setelah titik ini," tulis WHO.

WHO lebih lanjut menuliskan bahwa ini adalah masalah mendesak untuk memastikan perempuan dapat menyusui selama mereka menginginkannya. Lebih dari setengah miliar perempuan pekerja tidak mendapatkan perlindungan dasar saat persalinan, dan lebih banyak lagi yang tidak didukung saat kembali bekerja, termasuk dalam hal menyusui bayi mereka.

Air susu ibu (Asi) eksklusif diberikan kepada bayi sampai minimal enam bulan. Dalam fase ini, pemberian dan kualitas Asi harus diperhatikan dengan benar agar tak mengganggu tahap perkembangan bayi.

Mengapa ruang laktasi penting?

Kesadaran ibu di Indonesia, khususnya Jakarta, untuk memberikan Asi eksklusif kian meningkat. Menurut data BPS 2022, persentase bayi kurang dari 6 bulan yang mendapat Asi eksklusif di Jakarta adalah 67,22%. Jumlah ini meningkat dari 2021 yakni 65,63%.

Namun ketika kembali bekerja, ibu menyusui (busui) kerap kesulitan menemukan ruang laktasi untuk memerah Asi atau menyimpan Asip (Asi perah). Apalagi belum semua perusahaan menyediakan fasilitas ini. 

Fitri Wardah, konsultan Asi dan ahli gizi mengungkapkan mengungkapkan bahwa sebenarnya sudah ada undang-undang khusus bagi semua perusahaan baik pemerintah dan swasta untuk mengupayakan ruang laktasi sebagai bentuk perlindungan terhadap hak ibu menyusui yang bekerja.

Dia menambahkan ruang laktasi itu penting karena ibu menyusui juga harus memerah Asi untuk anaknya dalam ruangan yang nyaman, bersih, dan menenangkan. Kondisi ini akan membantu ibu untuk lebih mudah memompa Asi.

Hal senada diungkapkan oleh Maria Rosari, karyawati perusahaan BUMN yang memiliki satu putra. "Ruang laktasi di kantor penting sebagai pemenuhan hak untuk karyawati yang menyusui. Jangan mentang-mentang cuma 1 atau 2 orang saja, terus dibiarin pumping di kamar mandi," kata Maria Rosari kepada DW Indonesia.

Sedangkan Hestianingsih, ibu bekerja dengan satu putri, juga mengungkapkan bahwa ruang laktasi sangat penting di kantor. Menurutnya, ibu bekerja yang baru melahirkan butuh privasi untuk memompa dan agar tidak mengganggu suasana kantor.

Seperti apa ruang laktasi ideal?

Setiap orang pun punya standar sendiri untuk menentukan ruangan laktasi ideal. Buat Maria Rosari, ruang laktasi tidak perlu berukuran besar dan mewah. Sekadar kursi, meja, dan dispenser pun cukup.

"Yang penting cukup untuk 1 atau 2 busui pumping (memompa). Disediakan meja kecil, kursi untuk 2 orang dan dispenser karena pumping itu bikin haus," ujarnya kepada DW Indonesia. Ia pun mengatakan penting untuk menjaga udara di ruangan agar tidak pengap karena dapat memicu pusing kepala.

Sedangkan Hesti punya keinginan berbeda, lantaran baginya memerah ASI butuh waktu cukup lama.

"Ruang laktasi ideal harus tertutup, baik pintu maupun jendela. Jangan transparan, harus ditutup gorden. Harus nyaman juga karena pompa Asi biasanya butuh waktu paling tidak 30 menit - 1 jam," ujarnya. Ia merasa beruntung bahwa ruang laktasi di kantornya dinilai cukup baik dan menyediakan kulkas untuk menyimpan ASI yang baru dipompa. 

Penyediaan ruang laktasi sebenarnya sudah termuat dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan Atau Memerah Air Susu Ibu.

Menurut peraturan tersebut, standar ruang ASI bagi ibu menyusui bekerja antara lain besarnya menyesuaikan pekerja hamil dan menyusui, luas area kerja, jumlah jam kerja, potensi bahaya di tempat kerja, sarana dan prasarana. Selain itu, ruang Asi dibangun secara permanen, dan adalah bagian ruangan tersendiri, tidak dicampur atau difungsikan bersama dengan ruangan lainnya.

Lingkungan perlu mendukung ibu menyusui

Perlu diketahui bahwa menyusui atau memerah ASIP bukanlah tugas yang mudah. Sesekali produksi Asi bakalan naik dan turun. Fitri mengungkapkan bahwa isapan bayi secara langsung akan membuat produksi Asi semakin banyak. Memerah Asip pun juga tak gampang. Ada berbagai faktor internal dan eksternal yang membuat Asi tidak lancar.

"Sebenarnya Asi seret itu dipengaruhi banyak hal. Produksi Asi dipengaruhi oleh hormon prolactin dan oksitosin," kata Fitri kepada DW Indonesia. "Hormon prolactin bisa dirangsang oleh isapan bayi ke payudara. Sedangkan oksitosin dipengaruhi oleh psikologis, juga nutrisi. Ibu menyusui tidak boleh cemas, khawatir, butuh dukungan suami, keluarga, dan orang di sekitarnya, termasuk kantor."

Busui, katanya, butuh dukungan sekitar untuk menghilangkan berbagai kekhawatiran, termasuk stres soal pekerjaan. Sering kali, ketakutan busui yang bekerja adalah ancaman PHK karena dianggap tidak produktif lagi bekerja. Namun ia mengatakan, di Indonesia banyak peraturan yang melindungi ibu menyusui.

"Terdapat berbagai peraturan, mulai dari peraturan internasional hingga regulasi milik RI tentang hak-hak ibu menyusui yang bekerja. Beberapa di antaranya adalah Konvensi ILO Nomor 183 Tahun 2000 tentang Perlindungan Maternitas, Pasal 10 menjamin istirahat harian atau pengurangan jam kerja bagi ibu menyusui Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 83 menjamin kesempatan menyusui jika harus dilakukan selama waktu kerja, sampai Pasal 153 Ayat 1 Huruf e melarang pengusaha untuk melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan menyusui," kata Fitri.

Selain dari kantor, dukungan penuh juga harus diberikan oleh suami dan keluarga terdekat. Hanya saja, syarat yang paling penting adalah komunikasi yang baik antara berbagai pihak. Fitri mengungkapkan busui juga harus memperkuat hubungan dengan suami.

"Busui yang bekerja ini sekarang punya banyak peran, dari urus bayi, urus suami dan rumah. Jadi energinya pasti terkuras. Untuk menjaga 'kewarasannya', ibu jangan forsir diri, harus jaga kesehatan, hindari stres karena bisa buat produksi asi turun."

(ae)

C. Andhika S. Detail, humanis, dan tidak ambigu menjadi pedoman saya dalam membuat artikel yang berkualitas.