1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Riset Kehilangan Penciuman Bisa Bantu Terapi Covid-19

20 Agustus 2020

Salah satu gejala khas Covid-19 adalah hilangnya kemampuan indra penciuman dan pengecapan. Kini para peneliti menemukan, gejala kehilangan penciuman justru bisa membantu pengembangan terapi baru Covid-19.

https://p.dw.com/p/3hBmT
Anatomi otak
Indra penciuman atau olcfactory berada jauh di dalam hidung, berupa gelembung kecil (warna hijau muda) yang terhubung langsung ke otak.Foto: picture-alliance/BSIPF. D. Cunha

Sebuah riset jaringan tisu hidung, diyakini bisa membantu pengembangan terapi baru Covid-19. Metodenya dengan menjelaskan bagaimana orang yang terinfeksi virus corona kehilangan indera penciuman mereka, ujar tim ilmuwan internasional, Rabu (19/8).

Riset jaringan tisu hidung dari 23 pasien yang menjalani operasi, kemungkinan bisa menjelaskan bagaimana Covid-19 bisa memicu kasus berat kehilangan indera penciuman tanpa ada simptoma lainnya. Demikian dirilis tim ilmuwan itu dalam European Respiratory Journal. 

Para peneliti menemukan level tinggi sebuah enzim yang bisa jadi merupakan “jalan masuk“ virus corona ke dalam sel orang yang terinfeksi. Apa yang disebut angiotensin converting enzyme II (ACE-2) ditemukan dalam konsentrasi tinggi hanya pada sel terluar epithel olfactroy, yakni area di dalam hidung dimana tubuh mendeteksi bebauan.

Jalan masuk virus corona

“Hasil riset memberikan perkiraan, bahwa areal dalam hidung ini adalah lokasi dimana virus corona mendapat jalan masuk ke dalam tubuh“, kata Mengfei Chen peneliti US Johns Hopkins University School of Medicine dan salah satu penulis laporan ilmiah itu. 

Melacak Misteri Proses Penciuman Dalam Otak dan Emosi.

“Epithel olfactory merupakan bagian tubuh yang paling mudah diserang virus untuk memasuki tubuh. Bagian ini tidak tersembunyi cukup dalam di tubuh kita. Dan level tinggi ACE-2 yang kami temukan di sana, bisa menjelaskan mengapa sangat mudah terinfeksi Covid-19“, ujar Chen memaparkan lebih lanjut. 

Salah satu penulis laporan ilmiah lainnya, Andrew Lane mengatakan, tim periset Johns Hopkins terus meneliti apakah virus corona memang menggunakan sel itu untuk mengakses dan menginfeksi tubuh. “Jika kasusnya memang begitu, kita mungkin bisa melawan infeksinya dengan terapi antivirus yang diarahkan langsung ke dalam hidung“, pungkas Lane.

Tidak pengaruhi pemulihan indera penciuman

Sementara itu sebuah riset ilmiah terpisah di Hong Kong melaporkan, level virus corona dalam hidung dan tenggorokan, tidak berkorelasi dengan hilangnya indra penciuman dan pengecapan yang disebut sindroma olfactory dan gustatory. Juga tidak ada kaitan, dengan seberapa lama kedua indra ini kembali pulih ke tingkat normal.

Sejauh ini diketahui, level virus corona dalam hidung dan tenggorokan punya korelasi dengan beratnya gejala infeksi Covid-19. Temuan ilmuwan Hong Kong itu dipublikasikan dalam journal Laryngoscope. 

Risetnya dilakukan terhadap 39 pasien Covid-19 di Hong Kong yang mengalami masalah dengan indra penciuman dan pengecapan. Empat sampai enam minggu kemudian, sekitar 72% pasien melaporkan kemampuan mereka mencium pulih kembali. Dan 83% pasien melaporkan pulihnya indra pengecap.

Disebutkan, tidak ada statistik yang signifikan menyangkut korelasi antara level tinggi virus dan beratnya gejala sakit, dengan jangka waktu pemulihan kemampuan mencium dan mengecap tersebut.

as/gtp   (Reuters,dpa)