1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Resolusi PBB Yang Terlambat

18 Maret 2011

Dewan Keamanan PBB akhirnya meresmikan Resolusi 1973 yang memberikan otorisasi bagi semua negara anggota untuk mengambil langkah yang dianggap perlu untuk melindungi warga sipil di Libya, termasuk larangan zona terbang.

https://p.dw.com/p/10bzJ
Serangan udara pasukan GaddafiFoto: picture alliance / dpa

Perkembangan di Libya dikomentari oleh harian Polandia Rzeczpospolita yang khawatir akan terjadi pertumpahan darah seperti di Rwanda :

"Besok atau seminggu lagi darah bisa mengalir di Benghazi. Dunia barat kemudian harus bertanya : Kenapa pengulangan peristiwa di Rwanda atau Bosnia tidak bisa dihindarkan? Para pejuang revolusi yang membebaskan seluruh wilayah timur dan banyak wilayah barat, kini kalah. Pasukan Gaddafi bisa muncul setiap saat di depan gerbang ibukota para pemberontak, yakni Benghazi. Bisa dengan mudah dibayangkan apa yang akan terjadi disana. Gaddafi tidak menerima partai, oposisi dan lawan. Ia membunuh mereka. Dunia telah lama dengan tenang memperdebatkan zona larangan terbang. Kemarin malam, PBB tiba-tiba mengambil keputusan."

Harian La Republicca yang terbit di Roma Italia juga menulis tentang keputusan PBB untuk memberlakukan zona larangan terbang di Libya :

"Setelah terlambat tiga minggu, PBB akhirnya menetapkan zona larangan terbang yang terikat ijin untuk melakukan semua hal yang dianggap perlu untuk mengusir Muammar al Gaddafi. Walaupun ini hanya bentuk klasik untuk memastikan secara sopan bahwa penggunaan senjata dibolehkan, keputusan ini terlambat dan kurang keras. Kini kitalah yang berhadapan langsung dengan Gaddafi. Dan kita lah yang beresiko untuk kehilangan muka - khususnya di depan lautan kaum muda Arab, yang percaya akan kata-kata kebebasan kami dan selama tiga minggu sia-sia menunggu bantuan kami."

Lambatnya sikap PBB terhadap kerusuhan di Libya juga dikomentari oleh harian Wina Kurier :

"Muammar Gaddafi menampilkan wajah yang yakin akan kemenangan kepada para pemberontak dan seluruh dunia. Ia bisa berterima kasih kepada Jepang. Tetapi tidak hanya Jepang, melainkan juga politisi dunia barat yang senang menegur para diktator, namun di waktu bersamaan juga senang akan kemampuan mereka menjaga stabilisasi di negara-negara yang kaya akan sumber daya alam. Banyak warga Libya yang akan membayar pemberontakan dengan nyawa atau penyiksaan jiwa yang rusak. Libya bisa menjadi percontohan bagi negara lain yang juga terancam kerusuhan yang sama. Mereka belajar, bahwa jangan mundur seperti Ben Ali atau Mubarak. Melainkan bertahan dan menembak. Bahrain sudah mempelajarinya."

Terakhir pendapat harian Perancis L'Est Republicain :

"Terlambat? Apakah ini terlambat untuk menahan Gaddafi yang hanya ingin membunuh? Sikap pasif Eropa dan organisasi internasional telah membolehkan pemimpin yang tidak waras itu untuk melakukan pertempuran berdarah terhadap para pemberontak, pahlawan Libya yang independen. Resolusi PBB mengijinkan 'aksi militer' untuk melindungi keluarga yang tidak bersalah. Ini hal yang sangat baik. Namun, mengapa dibutuhkan waktu yang lama hingga revolusi menjadi sebuah tragedi, dan situasi darurat kemanusiaan terjadi? Mengapa harus menunggu untuk menerapkan 'hak melindungi warga sipil' yang telah dikutip pernyataannya sejak berminggu-minggu?"


Vidi Legowo-Zipperer / dpa

Editor : Christa Saloh