1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rencana Pembangunan Pusat Islam di Manhattan

16 Agustus 2010

Rencana pembangunan sentra Islam berikut sebuah mesjid di dekat lokasi serangan 11 September menjadi tema utama yang disoroti media Eropa.

https://p.dw.com/p/OodV
Lokasi pembangunan sentra Islam di dekat Ground ZeroFoto: picture alliance / dpa

Harian Lliberal kiri Inggris, Independent, menulis, "Sudah jelas, bahwa ide untuk membangun sebuah mesjid di pusat kota Manhattan akan mengundang perdebatan. Akan tetapi pernyataan Obama memang benar, kebebasan beragama adalah salah satu kekuatan besar Amerika Serikat, yang telah mengsukseskan proses integrasi warga imigran. Terpilihnya Obama sebagai presiden Amerika Serikat kulit hitam pertama merupakan sebuah simbol dari keterbukaan warga Amerika untuk keragaman budaya. Tapi masih terdapat masyarakat yang mencurigai bahkan mempelihatkan kebencian terhadap keragaman yang Obama wakili. Sangat disayangkan, bahwa Obama perlu menekankan perlunya rasa toleransi beragama. Tapi juga mengagumkan, bahwa Obama telah menyetujui pembangunan mesjid di tempat yang sensitif ini."

Sementara surat kabar yang terbit di Jerman Neue Osnabrücker Zeitung menulis, "Barack Obama telah melewatkan satu kesempatan besar. Dalam beberapa perdebatan yang panas mengenai rencana pembangunan mesjid di dekat lokasi serangan teror, terlihat Obama tidak begitu tegas. Kepercayaan dunia Islam terhadap Obama akan benar-benar tumbuh, seandainya ia mengeluarkan pernyataan yang jelas mengenai rumah ibadat ini. Di negaranya, di tengah kedangkalan dan kebutaan mental antara pantai barat dan timur, seharusnya diperlukan penjelasan mengenai perbedaan Islam dan islamisme. Di tempat para pemeluk agama melakukan ibadahnya, sebenarnya terdapat potensi yang besar untuk tumbuhnya rasa saling pengertian. Pihak yang menentang menganggap proyek pembangunan sentra Islam ini sebagai benteng islamisme. Sebaliknya, proyek ini seharusnya dianggap: dari kota Manhattan dapat timbul satu signal perdamaian."

Tema lain yang disoroti media Eropa adalah mengenai bencana banjir yang menimpa Pakistan serta upaya penghimpunan dana bantuan bagi korban.

Surat kabar Die Presse yang terbit di Wina, Austria menulis komentar: "Kehancuran yang menimpa Pakistan saat ini tentu saja tidak dapat dibandingkan dengan bencana yang terjadi di Austria pada tahun 2002. 20 juta warga Pakistan telah kehilangan segalanya, jumlah ini lebih dari dua kali lipat jumlah penduduk Austria. Tantangan bagi pemerintah untuk menghadapi bencana seperti ini sangat besar. Akan tetapi, satu hal yang mungkin tidak dapat diterima adalah seandainya kepala negara Austria kala itu lebih mementingkan untuk terlebih dahulu melakukan liburan. Di Pakistan tampaknya hal ini sebaliknya. Presiden Zardari lebih suka untuk melakukan kunjungan ke Eropa, bertemu keluarganya di sebuah istana di Perancis. Baru setelah pulang kembali, ia mengunjungi wilayah bencana. Itupun dengan pengawalan yang ketat ketika keluar dari helikopeter yang membawanya. Hal ini menunjukkan bagaimana prioritas elit Pakistan: pertama mementingkan keluarga dan yang lain menyusul belakang, walaupun ini menyangkut nasib 20 juta warga.

Mengenai dana bantuan bagi korban bajir di Pakistan, harian Swiss yang terbit di Zurich, Neue Zürcher Zeitung, berkomentar, "Hal yang mengejutkan adalah rendahnya kesediaan masyarakat internasional untuk memberikan sumbangan. Pakistan lebih dipandang sebagai negara tempat bersarangnya kelompok militan Islam, daripada satu negara yang penduduknya kini sedang menderita akibat banjir. Sebenarnya warga Pakistan ini merupakan korban utama dari kelompok militan dan juga kelompok moderat. Hanya Amerika Serikat sajalah yang beberapa minggu lalu melakukan aksi ofensif baru yang memikat untuk memperbaiki citra buruk mereka di Pakistan, dengan menyediakan dana bantuan dengan jumlah yang besar.

Yuniman Farid

Editor: Ayu Purwaningsih