1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

191111 Abschlussbericht Loja Dschirga

20 November 2011

Ribuan warga di timur Afghanistan Minggu (20/11) berdemonstrasi menentang rencana kesepakatan kerjasama antara Kabul dengan Washington. Sabtu (19/11) Loya Jirga berakhir dengan menyetujui rencana kerjasama strategis itu

https://p.dw.com/p/13Dvc
Die Bilder hat uns unser Korrespondent Mirwais Jalalzai am 16.11.2011 aus Kabul geschickt. Alle Rechte gehören der DW.
Simbol Sidang Loya Jirga 2011Foto: DW

Sabtu (19/11), pada hari terakhir  Sidang Loya Jirga yang digelar empat hari di Kabul, Presiden Hamid Karsai berhasil meyakinkan sekitar 2100 delegasi untuk menyetujui dua keputusan. Yakni kemitraan strategis dengan Amerika Serikat dan pembicaraan perdamaian dengan Taliban. Sidang tradisi kepala suku Afghanistan itu setuju melanjutkan kerja sama dengan Amerika Serikat namun mengaitkannya dengan 54 syarat. Afghanistan meminta bantuan komprehensif di bidang pendidikan, ekonomi dan kerjasama militer. Presiden Hamid Karsai juga mengumumkan poin-poin yang terpenting baginya: "Syarat kami adalah tidak ada razia malam hari dan tidak ada penangkapan. Selain itu militer Amerika Serikat tidak boleh memiliki penjara lagi. Itu urusan kementerian dalam negeri kami. Jika militer Amerika inign membangun markas militer, mereka dapat melakukannya. Itu akan menjadi keuntungan kami. Kami mendapat bantuan finansial dan tentara kami dididik.“

Rencana kemitraan strategis itu antara lain mengijinkan Amerika Serikat menggunakan pangkalan militer di Afghanistan setelah rencana penarikan pasukan NATO akhir tahun 2014. Setelah itu penempatan pasukan Amerika Serikat akan dibatasi sampai tahun 2024.

Warga Afghanistan Kritik Rencana Kerjasama Strategis

Perjanjian itu hanya bertujuan memperpanjang keberadaan militer Amerika Serikat di Afghanistan. Demikian kritik para demonstran dalam aksi protes yang digelar di provinsi Nangahar. Demonstran membakar gambar Presiden AS Barack Obama dan meneriakkan „Mati untuk Amerika“ dan „Mati untuk budak-budak Amerika“. Kritik warga Afganistan terutama ditujukan terhadap aksi komando malam hari yang dilakukan pasukan Amerika Serikat di negara Hindukush tersebut. Sementara komandan pasukan asing melihat aksi itu sebagai cara paling efektif dalam mengatasi pemberontak Taliban.

FILE - In this Oct. 28, 2009 file photo taken with a night vision scope, Afghan women and their children wait as U.S. Special Operations forces and Afghan National Army soldiers search their home during a joint operation targeting insurgents operating in Afghanistan's Farah province. Increased nighttime military raids by international military forces in Afghanistan have created a resentment that has undercut any battlefield gains from the tactic, according to a report released Monday, Sept. 19, 2011, by a U.S. think tank. (AP Photo/Maya Alleruzzo, File)
Razia militer malam hari di AfghanistanFoto: AP

Apakah persyaratan tersebut dapat terwujud masih belum jelas. Namun pakar Afghanistan Seddiqulah Tauhidi menyampaikan itu hal mudah bagi kedua pihak yang menyepakati perjanjian

"Amerika Serikat mulai tahun 2014 tidak akan lagi memiliki kepentingan melakukan razia malam hari atau bahkan melakukan penangkapan. Tugas ini akan dialihkan kepada militer Afghanistan setelah penarikan pasukan NATO. Jadi syarat itu tidak akan menjadi halangan bagi Amerika Serikat.“

Syarat Perundingan dengan Taliban Amat Berat

Tapi yang lebih sulit bagi Afghanistan dan Amerika Serikat adalah keputusan kedua sidang Loya Jirga, yakni perundingan perdamaian langsung dengan Taliban. Pembicaraan itu diminta tidak hanya berlangsung lewat jalur pemerintah, kata Kabir Ranjbar, anggota dewan sidang kepala suku. "Kami mengusulkan agar pembicaraan dengan Taliban juga diperkuat melalui petinggi suku di tingkat lokal. Mereka mengenal warga di kawasannya dan secara ideal memiliki kepercayaan dari warganya.“

Sejauh ini Taliban menolak pembicaraan perdamaian langsung dengan pemerintah Afghanistan. Mereka meminta penarikan tanpa syarat semua tentara asing dari Afghanistan.

Ratbil Shamel/Dyan Kostermans

Editor: Edith Koesoemawiria