1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rencana Ambisius India Ancam Kelestarian Lingkungan

9 September 2021

India ingin mengurangi ketergantungan kebutuhan minyak kelapa sawit dari negara lain. Namun, proyek ambisius NMEO-OP dikhawatirkan dapat merusak kelestarian lingkungan hidup, serta mengancam hak masyarakat adat.

https://p.dw.com/p/4047K
Seorang petani kelapa sawit India menunjukkan bunga sawit jantan (kiri) dan betina (kanan).
Seorang petani kelapa sawit India menunjukkan bunga sawit jantan (kiri) dan betina (kanan).Foto: NOAH SEELAM/AFP

Pemerintah India mengeluarkan rencana baru pada bulan Agustus lalu untuk meningkatkan produksi minyak kelapa sawit. India merupakan salah satu negara pengguna terbesar minyak kelapa sawit beserta produk turunannya — mulai dari sabun hingga keripik. Tetapi negara itu masih mengimpor sebagian besar kebutuhan minyak tersebut.

India juga memproduksi beragam jenis minyak nabati lainnya, seperti mustard atau minyak kedelai. Tetapi, dalam beberapa tahun terakhir, permintaan akan kebutuhan minyak kelapa sawit di India mengalami lonjakan.

Guna mengurangi ketergantungan terhadap negara lain dan memotong biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan impor, India akhirnya memutuskan untuk meningkatkan produksi minyak kelapa sawit dalam negeri. Harga yang meroket tahun ini pun menjadi alasan pemerintah India mengambil langkah strategis tersebut.

Apa ‘misi' minyak kelapa sawit India?

Proyek produksi minyak kelapa sawit India terbaru, National Mission on Edible Oils - Oil Palm (NMEO-OP — Misi Nasional Minyak Konsumsi - Minyak Kelapa Sawit), bertujuan untuk meningkatkan produksi minyak tersebut di wilayah dengan curah hujan tinggi. Tanaman sawit membutuhkan curah hujan sepanjang tahun agar bisa tumbuh dengan baik.

Area kepulauan Andaman dan Nicobar yang ditargetkan menjadi areal perkebunan sawit dalam proyek NMEO-OP India. Pulau ini dihuni masyarakat adat yang terisolir dari dunia luar dan merupakan rumah bagi beragam jenis flora & fauna.
Area kepulauan Andaman dan Nicobar yang ditargetkan menjadi areal perkebunan sawit dalam proyek NMEO-OP India. Pulau ini dihuni masyarakat adat yang terisolir dari dunia luar dan merupakan rumah bagi beragam jenis flora & fauna.Foto: picture-alliance/AP Photo/G. Singh

India ingin menargetkan wilayah timur laut dan wilayah timur kepulauan Andaman dan Nicobar yang ada di negara tersebut sebagai lokasi pelaksanaan proyek itu. Namun, area tersebut dinilai sensitif secara ekologis, dan merupakan rumah bagi beragam jenis flora dan fauna.

Proyek NMEO-OP ini digadang-gadang sebagai "gebrakan baru” oleh Perdana Menteri India Narendra Modi, sekaligus menambahkan bahwa proyek ini akan memberi manfaat bagi wilayah tersebut.

Pemerintah juga berharap agar inisiatif ini bisa membantu para petani meningkatkan pendapatan mereka. Karena tanaman kelapa sawit dapat menghasilkan lebih banyak minyak nabati dibandingkan tanaman penghasil minyak tradisional lainnya, seperti kacang atau bunga matahari.

India tetapkan target baru produksi minyak kelapa sawit

Saat ini India memiliki lebih dari 300.000 hektar perkebunan sawit yang aktif berproduksi, dan berencana melakukan penambahan lahan perkebunan seluas 650.000 hektar di tahun 2025-26.

M.V. Prasad, peneliti dari Indian Institute of Oil Palm Research, menjelaskan bahwa India membutuhkan sekitar 25 juta ton minyak kelapa sawit setiap tahunnya. Kini, India memproduksi sekitar 10 juta ton, sementara kebutuhan 15 juta ton lainnya diimpor dari negara lain.

Ekspansi perkebunan sawit yang dilakukan India nantinya diprediksi akan membantu meningkatkan kapasitas produksi sebanyak 1,12 juta metrik ton, sebut Prasad kepada DW. Pemerintah India diperkirakan akan mengucurkan dana sebesar lebih dari 10 juta dolar AS (Sekitar 142 juta rupiah) untuk menjalankan proyek baru kelapa sawit tersebut.

Apa dampak proyek ini bagi keanekaragaman hayati?

Pemerintah India menginginkan agar perkebunan kelapa sawit yang dibangun nantinya hanya berada di atas lahan yang sebelumnya telah digunakan para petani. Namun, pernyataan tersebut menuai skeptisisme dari kalangan pecinta lingkungan. Dampak yang akan ditimbulkan proyek tersebut terhadap satwa liar di India pun menjadi perhatian khusus.

Sudhir Kumar Suthar, asisten profesor ilmu politik Jawaharlal Nehru University di New Delhi, mengatakan bahwa mengganti ekosistem hutan lindung dengan perkebunan kelapa sawit akan dapat mengancam keanekaragaman hayati.

Menurutnya, wilayah timur laut India, yang menjadi lokasi proyek NMEO-OP, merupakan rumah bagi 51 jenis hutan — keberadaan perkebunan sawit akan menghancurkan ekosistem itu.

Sebuah riset yang dilakukan kelompok peneliti Malaysia di tahun 2020 menunjukkan bahwa konversi area hutan menjadi perkebunan sawit berdampak pada peningkatan emisi karbon. Tercatat sejak tahun 1990 hingga 2005, sekitar 50% hingga 60% perluasan area perkebunan sawit dilakukan dengan membabat kawasan hutan.

Menghancurkan hutan hujan juga berarti mengacaukan upaya internasional dalam melawan perubahan iklim.

Masyarakat adat India yang menghuni wilayah kepulauan Andaman dan Nicobar meluncurkan anak panah ke arah helikopter pasukan penjaga pantai India dalam survey dampak pascatsunami di wilayah tersebut beberapa tahun silam.
Masyarakat adat India yang menghuni wilayah kepulauan Andaman dan Nicobar meluncurkan anak panah ke arah helikopter pasukan penjaga pantai India dalam survey dampak pascatsunami di wilayah tersebut beberapa tahun silam.Foto: picture-alliance/dpa/Indian Coastguard

Apa dampaknya bagi petani dan masyarakat adat?

Vinita Gowda, ahli biologi evolusi yang mempelajari wilayah timur laut India secara mendalam, memperingatkan pemerintah India bahwa mereka seharusnya belajar dari apa yang terjadi terhadap negara pemroduksi kelapa sawit raksasa, seperti Indonesia dan Malaysia.

Dua negara di Asia Tenggara itu memproduksi sekitar 80% hingga 90% kebutuhan minyak kelapa sawit dunia dari lahan perkebunan yang sebelumnya merupakan kawasan hutan. Namun, kelompok konservasionis kini tengah mendesak pemerintah Indonesia untuk memperpanjang moratorium perluasan perkebunan sawit yang telah dicanangkan pada tahun 2015 silam.

Sementara itu, Amerika Serikat (AS) melarang impor minyak sawit dari dua perkebunan milik Malaysia karena diduga terdapat penyiksaan terhadap para pekerjanya.

Menurut Suthar, perkebunan kelapa sawit juga akan berdampak buruk terhadap air tanah dan pemanfaatan lahan oleh para petani serta masyarakat adat.

Suthar mencontohkan wilayah timur laut India Arunachal Pradesh yang sebagian besar lahan dimiliki masyarakat adat. Peneliti politik itu memperingatkan bahwa keberadaan perkebunan sawit akan berdampak pada hak hutan yang dimiliki masyarakat adat di sana.

th/gtp