1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Reformasi di Kuba Perlu Waktu Lama

as26 Februari 2008

Diperlukan kesabaran, ketertiban dan disiplin untuk memaksa dilakukannya reformasi di Kuba.

https://p.dw.com/p/DDSP
Raul Castro (kiri) dipilih sebagai presiden Kuba oleh Dewan Negara menggantikan kakaknya Fidel Castro yang sakit berkepanjangan.Foto: AP
Terpilihnya Raul Castro sebagai presiden Kuba menggantikan saudaranya yang sakit berkepanjangan, Fidel Castro dikomentari sejumlah harian internasional. Harian Italia La Stampa yang terbit di Turin dalam tajuknya berkomentar : Walaupun sakit dan sudah lelah, pemimpin revolusi Fidel Castro masih mampu menunjuk siapa penggantinya. Juga harus diingat, disamping Raul masih ada para teman seperjuangan Fidel Castro, yang memiliki otoritas untuk melawan desakan reformasi. Raul sudah menjanjikan akan menghapus kartu jatah bahan pangan dan mata uang ganda bagi penduduk lokal dan wisatawan. Tapi untuk melakukan reformasi ekonomi di Kuba memang diperlukan waktu amat panjang. Harian Austria Salzburger Nachrichten yang terbit di Salzburg dalam tajuknya menulis : Raul Castro walaupun tergolong generasi tua dan sejarahnya sebagai pendampin kakaknya, Fidel Castro, bagi banyak warga Kuba merupakan simbol harapan reformasi. Tapi pertanyaannya, seberapa besar pimpinan baru dapat membuka katup pengaman, tanpa menyebabkan munculnya letupan sosial. Jika Raul berhasil melakukan dua tindakan yang bertolak belakang, di satu sisi tetap menjaga kekuasaannya dalam partai komunis, dan di sisi lain menggerakan ekonomi pasar, terdapat harapan suatu hari nanti akan menyusul keterbukaan politik dan ekonomi di Kuba. Sementara harian konservatif Swedia Aftenposten yang terbit di Oslo berkomentar : Presiden baru Kuba, Raul Castro memiliki citra sebagai tokoh yang praktis dan bertindak dengan orientasi pemecahan masalah. Paling tidak ini sifat yang baik. Tapi juga terdapat pertanyaan, apakah dia mampu mewujudkannya dalam tindakan politik. Pengalaman dari bekas Uni Sovyet dan Eropa Timur menunjukkan, reformasi adalah urusan yang berbahaya bagi sebuah negara yang dikuasai partai tunggal komunis. Sekali dilancarkan, reformasi akan sulit direm kembali. Tema lainnya yang disoroti sejumlah harian Eropa adalah memburuknya hubungan diplomatik Jerman Perancis, dengan indikasi dua kali pembatalan pertemuan konsultasi secara berturut-turut. Harian Jerman Frankfurter Allgemeine Zeitung yang terbit di Frankfurt am Main dalam tajuknya berkomentar : Pembatalan agenda pertemuan berturut-turut dalam waktu beberapa hari, memunculkan pertanyaan, apakah pemerintah di Paris menilai jadwal pertemuan dengan rekan sejawatnya di Berlin hanya sebagai agenda tidak penting? Menteri ekonomi Perancis, Lagarde membatalkan pertemuan dengan rekan sejabatnya dari Jerman, Steinbrück dengan alasan harus mendampingi presiden Sarkozy meninjau beberapa propinsi. Kemungkinan Steinbrück dipandang sebagai "personan non grata" di Paris, karena dalam pertemuan para menteri ekonomi dan keuangan Uni Eropa, dia mengritik tajam presiden Perancis Sarkozy. Terakhir harian Italia La Repubblica yang terbit di Roma berkomentar : Hubungan Jerman-Perancis yang terus mendingin jarang terjadi sebelumnya. Saling kepercayaan antara Angela Merkel dan Nicolas Sarkozy kelihatannya mulai memudar. Alasan pembatalan pertemuan konsultasi sulit diterima sebagai masalah bentrok jadwal. Dalam kenyataannya semua orang dengan mudah melihat adanya masalah politik, termasuk hubungan personal yang sulit antara Merkel dan Sarkozy.