1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Referendum Konstitusi di Myanmar Dilaksanakan

10 Mei 2008

Sejak 1962 Myanmar dikuasai ditaktor militer. Konstitusi baru katanya bisa menghasilkan demokrasi yang lebih baik. Referendum untuk itu dijadwalkan 10 Mei, dan tetap dilaksanakan walaupun rakyat sangat perlu pertolongan.

https://p.dw.com/p/Dxpf
Protes di Kuala Lumpur terhadap referendum di Myanmar (10/05)Foto: AP

"Penerimaan konstitusi baru adalah kewajiban rakyat." Sejak beberapa pekan lalu seruan ini selalu terpampang di halaman pertama surat kabar yang dikuasai pemerintah, The New Light of Myanmar. Akhir Februari lalu, pemerintah militer Myanmar menetapkan 10 Mei sebagai hari referendum. Sejak itu pemerintah melancarkan kampanye agar rakyat menerima dokumen tersebut.

Tidak Boleh Menentang

Suara yang menentang tidak ditolerir. Pengeritik konstitusi diancam dengan hukuman penjara. Beberapa pekan terakhir sejumlah besar orang ditangkap, hanya karena mereka mengenakan t-shirt bertulisan "NO". Diskusi terbuka tentang konstitusi tidak diijinkan. Demikian keluhan pemimpin redaksi pada sebuah majalah ekonomi di Yangun.

Ia mengatakan, mereka boleh memberikan informasi tentang proses referendum. Pemerintah menuntut agar mereka mendukung kampanye. Oleh sebab itu waktu jadi sangat kurang untuk mengkaji naskah referendum. Menurut pemerintah itu bagus buat negara. Dewan tertinggi nasional merumuskan konstitusi itu, jadi rakyat harus menjawab "ya". Tetapi dikeluarkan juga peraturan, bahwa yang menolak konstitusi akan dihukum tiga tahun penjara. Demikian penuturan pemimpin majalah ekonomi di Yangun.

Naskah Konstitusi

Selama 15 tahun dewan beranggotakan orang-orang yang dipilih pemerintah merundingkan konstitusi secara tertutup. Ketika awal April lalu cetakan pertama naskah konstitusi dipasarkan, dalam waktu singkat semuanya habis terjual. Padahal buku kecil berwarna hijau itu harganya sekitar satu Dolar, atau lebih dari yang dimiliki tiap warga Myanmar untuk hidup sehari.

Gerakan demokrasi di negara itu kemudian memulai kampanye perlawanan. Termasuk di antara mereka para aktivis generasi mahasiswa 88, yang September tahun lalu juga memimpin demonstrasi terhadap rejim. Teks ini tidak bisa dibilang konstitusi. Demikian dikatakan seorang bekas tahanan politik di Yangun. "Konstitusi ini tidak berasal dari rakyat untuk rakyat, melainkan ditulis rejim untuk kepentingan mereka sendiri." Demikian ditambahkannya. Di banyak bagian konstitusi tercantum ketentuan, bahwa kekuatan militer tetap harus dipertahankan.

Militer Tetap Berkuasa

Menurut konstitusi di badan-badan negara 25% kursi harus diduduki militer. Demikian halnya parlemen, yang akan dipilih dua tahun mendatang. Selain itu pemimpin militer juga dapat segera mengambil alih kekuasaan setelah ditetapkannya keadaan darurat. Yang terutama dikritik adalah pasal 445, yang menetapkan hak bagi anggota junta militer, untuk tidak diproses di pengadilan.

Sejak beberapa pekan lalu kertas surat dengan jawabannya sudah dapat diserahkan. Warga Myanmar di pengasingan boleh memberikan suara di kedutaan besar. Misalnya di Singapura dan Thailand. Di Bangkok, warga Myanmar mengadakan demonstrasi menentang konstitusi. Di Singapura hidup sekitar 100.000 warga Myanmar. Kedutaan besar negara itu di Singapura menolak keikutsertaan penentang konstitusi dalam referendum. Pengeritik rejim mengkhawatirkan, hasil referendum akan dimanipulasi. Militer juga sudah menolak kedatangan pengamat pemililu dari PBB.

Proses Referendum

Supaya konstitusi diterima sedikitnya 50% peserta referendum harus mendukung. Sejak beberapa pekan lalu diadakan latihan pemberian suara, untuk mendemonstrasikan proses referendum. Kali ini setidaknya prinsip bebas dan rahasia akan dijalankan. Di setiap daerah yang berpenduduk sedikitnya 3.000 orang akan ada satu tempat pemberian suara. Di kamar tertutup mereka dapat memilih "ya" atau "tidak", sebelum dimasukkan ke kotak suara.

Sejak bencana angin topan Nargis akhir pekan lalu, yang menyebabkan puluhan ribu korban jiwa, pemerintah mendapat kritik karena tetap akan mengadakan referendum sesuai jadwal yang ditetapkan. Hanya di daerah-daerah yang paling menderita akibat bencana, referendum diundur dua pekan, hingga 24 Mei. Sejumlah kelompok oposisi di pengasingan berpendapat, dalam keadaan saat ini pemberian suara yang adil dan bebas tidak mungkin diadakan.

Imbauan kepada Dunia Internasional

Soe Aung, jurubicara Dewan Nasional Persatuan Myanmar mengatakan di Bangkok, "kami mengimbau dunia internasional untuk meningkatkan tekanan terhadap pemerintah militer, agar referendum diundur". Ia menambahkan, pertama-tama akibat bencana harus ditangani terlebih dahulu. Setelah itu referendum bisa diadakan. Tetapi harus secara bebas dan adil, dengan kehadiran pengamat internasional.

Tekanan dunia internasional terhadap pemerintah militer sangat besar. Tetapi referendum tetap dilaksanakan, walaupun kebebasan dan keadilan dalam situasi sekarang tidak dapat dijamin. (ml)