1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rancangan Konstitusi Baru Thailand Disetujui

6 Juli 2007

Sejak kudeta militer tanggal 19 September 2006 konstitusi Thailand dari tahun 1997 tidak berlaku lagi. Ketika itu parlemen pun dibubarkan, dan dijanjikan sampai akhir tahun 2007 sudah akan diselenggarakan pemilu baru.

https://p.dw.com/p/CP51
Aksi protes biksu di Bangkok menuntut Budha jadi agama negara
Aksi protes biksu di Bangkok menuntut Budha jadi agama negaraFoto: AP

Dewan Perancang Konstitusi Thailand mengesahkan konsep akhir UUD baru yang masih kontroversial, untuk menggantikan UUD tahun 1997 yang dikesampingkan sejak kudeta militer bulan September tahun lalu.

Sistem parlemen dikatakan masih tetap sama, tetapi jumlah kursinya dikurangi dari 500 menjadi 480. Jumlah senat pun dikurangi dari 200 menjadi 150 orang, terdiri dari satu orang wakil terpilih dari masing-masing provinsi yang berjumlah 76, ditambah 74 orang yang diangkat oleh hakim dan badan-badanpemerintahan yang independen.

Noranit Setabutr, ketua Dewan Perancang Konstitusi yang dibentuk oleh pihak militer mengemukakan: "Lebih dari separuh anggota Dewan Perancang Konstitusi menyetujui rancangan itu. Sebetulnya semua yang sekarang hadir menyetujuinya. Jadi artinya konsep UUD itu diterima."

Tanggal 19 Agustus mendatang akan diselenggarakan rerendum mengenainya. Kalau mayoritas penduduk menerimanya, maka pemilu dapat diadakan tahun ini juga. Tetapi konstitusi baru ini diperkirakan tidak akan diterima begitu saja a.l. oleh para pengikut setia mantan PM Thaksin Shinawatra, kelompok-kelompok HAM, termasuk para aktifis agama Buddha. Para pengritik beranggapan, posisi lembaga-lembaga demokrasi akan menjadi lemah. Nantinya pemerintah yang sah akan mudah disingkirkan. Selain itu seorang PM hanya dapat memangku dua kali masa jabatan.

Ratusan demonstran kemarin berkumpul di depan gedung parlemen di Bangkok untuk memprotes rancangan konstitusi itu.

"Saya menginginkan konstitusi yang dibuat untuk rakyat dan bukan untuk kalangan atas. Dibuat oleh orang-orang yang dipilih rakyat dan bukan ditetapkan oleh militer. Sejak dulu rakyat bisa ikut bicara dan merasakan manfaatnya. Kalau hanya kelas menengah yang boleh ikut bicara, maka hanya mereka yang menikmati faedahnya."

Demikian dikatakan seorang demonstran. Salah satu hal yang paling dipermasalahkan adalah peranan agama Buddha. Menurut rancangan konstitusi itu agama Buddha mendapat perlindungan istimewa, mengingat lebih dari 95 persen warga Thailand menganut agama Buddha. Tetapi para biksu dan aktifis agama menuntut agar agama Buddha dinyatakan sebagai agama negara.

"Pada akhirnya referendumlah yang akan menentukan apakah konstitusi itu diterima. Dan warga Thailand akan memberikan pendapatnya apakah mereka menerimanya atau tidak."

Kalau rancangan konstitusi itu tidak memperoleh dukungan mayoritas yang diperlukan maka pimpinan militer Thailand akan dapat memberlakukan lagi konstitusi-konstitusi yang terdahulu.