1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Penegakan HukumAmerika Serikat

Putusan MA dan Nasib Kasus Pidana yang Menjerat Trump

2 Juli 2024

MA AS memutuskan bahwa mantan presiden tidak dapat dituntut atas tindakan yang berada dalam kewenangan konstitusionalnya ketika menjabat sebagai presiden. Bagaimana nasib kasus pidana yang menjerat Donald Trump?

https://p.dw.com/p/4hl2S
Donald Trump
Trump berargumen bahwa dia kebal karena dia adalah presiden ketika mengambil tindakan tersebutFoto: Seth Wenig/AP/picture alliance

Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat (AS) pada Senin (01/07) akhirnya mengeluarkan putusan atas banding yang diajukan oleh mantan Presiden AS Donald Trump.

Upaya banding tersebut berkaitan dengan klaim kekebalan hukum yang ia miliki guna terhindar dari tuntutan hukum atas dugaan upayanya membatalkan hasil pemilihan presiden tahun 2020 silam.

Trump sebelumnya mengajukan banding tersebut setelah pengadilan yang lebih rendah menolak permohonannya untuk mendapatkan perlindungan dari kasus pidana federal.

Secara garis besar, para hakim MA menolak putusan pengadilan tingkat rendah tersebut dan mengembalikan kasus tersebut kepada mereka. 

Apa putusan hakim?

Keputusan yang diambil dengan suara 6 banding 3, dari total 9 hakim agung AS itu, menemukan bahwa mantan presiden mempunyai kekebalan mutlak dari tuntutan hukum atas tindakan resminya saat menjabat presiden, tetapi juga mengatakan bahwa tidak ada kekebalan atas tindakan tidak resmi.

Para hakim tidak menjelaskan secara garis besar apa yang membedakan tindakan resmi dan tidak resmi, yaitu perbuatan yang dilakukan dalam kapasitas pribadi, sehingga merujuk hal tersebut untuk diputuskan kembali ke pengadilan yang lebih rendah.

Secara lebih rinci, pernyataan keputusan MA tersebut mengatakan bahwa seorang presiden "berhak atas setidaknya kekebalan presumtif dari tuntutan hukum atas semua tindakan resminya. Tidak ada kekebalan untuk tindakan tidak resmi."

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Donald Trump rayakan 'kemenangan besar'

Trump, dan calon-calon dari Partai Republik untuk pencalonan Gedung Putih tahun ini, melalui media sosial merayakan keputusan MA tersebut.

"Kemenangan besar bagi konstitusi dan demokrasi kita. Bangga menjadi orang Amerika!" tulisnya di platform Truth Social miliknya.

Tim kampanye Joe Biden, lawan politik Trump, juga ikut berkomentar. Mereka mengatakan bahwa Trump "menganggap dirinya kebal hukum" setelah keputusan tersebut.

Sementara itu, pakar pemilu David Becker menyebut keputusan hari Senin (01/07) itu "sangat meresahkan", demikian seperti dilaporkan Associated Press.

"Hampir segala sesuatu yang dilakukan presiden dengan lembaga eksekutif dianggap sebagai tindakan resmi,” katanya melalui telepon dengan wartawan setelah keputusan tersebut.

"Saya membaca putusan ini berpotensi menjadi peta jalan bagi setiap individu yang tidak bermoral yang memegang kursi di Ruang Oval yang mungkin kalah dalam pemilu, untuk berupaya tetap berkuasa," tambahnya.

Biden mengutuk 'prinsip fundamental baru'

Dalam pidatonya di Gedung Putih pada Senin (01/7), Biden mengecam keputusan MA tersebut.

"Secara praktis, keputusan hari ini hampir pasti berarti tidak ada batasan terhadap apa yang dapat dilakukan seorang presiden. Ini adalah prinsip yang secara fundamental baru, dan merupakan preseden yang berbahaya,” katanya.

Biden pun menggunakan poin ini dalam pidatonya untuk menarik simpati para pemilih menjelang pemilihan presiden mendatang.

"Rakyat Amerika harus memutuskan apakah mereka ingin mempercayakan...sekali lagi, jabatan kepresidenan berada di tangan Donald Trump, karena kini dia tahu bahwa dia akan lebih berani melakukan apa pun yang diinginkannya, kapan pun dia ingin melakukannya," kata Biden.

Hakim konservatif dominasi MA

Trump selama ini berpendapat bahwa presiden AS kebal dari tuntutan hukum atas tindakan resmi yang ia ambil saat menjabat, sehingga meminta dakwaan atas tuduhan campur tangan pemilu terhadapnya harus dibatalkan.

Pria berusia 78 tahun yang kini sedang bersaing ketat melawan petahana Gedung Putih Joe Bidenuntuk pemilu 5 November mendatang itu, adalah sosok yang mencalonkan tiga dari enam hakim konservatif di tubuh MA yang beranggotakan sembilan orang.

Hakim-hakim konservatif itu sebelumnya telah menyuarakan keprihatinan mengenai presiden yang tidak memiliki kekebalan apa pun.

MA sebelumnya telah memutuskan bahwa mantan presiden tidak dapat dituntut dalam kasus perdata atas tindakan mereka di Ruang Oval. Terkait kekebalan hukum atas kasus pidana, MA sebelumnya belum pernah mengeluarkan pernyataan apa pun.

Kelanjutan sidang Trump

Kelanjutan persidangan Trump atas dakwaan yang diajukan Penasihat Khusus Jack Smith, di Washington DC, di mana Trump dituduh berencana membatalkan hasil pemilu 2020, kemungkinan besar tidak akan dilaksanakan sebelum pemilu November, terutama karena pengadilan yang lebih rendah kini harus memutuskan apakah tindakannya dilakukan dalam peran resminya sebagai presiden atau tidak.

Trump menghadapi dakwaan dalam empat kasus, baik di tingkat federal maupun negara bagian. Kasus federal lain yang menjeratnya, yang juga diajukan oleh Penasihat Khusus Jack Smith, berkaitan dengan dugaan kesalahan penanganan dokumen rahasia.

Di tingkat negara bagian, Trump didakwa terkait dugaan campur tangan pemilu di Georgia. Sementara kasus lainnya adalah terkait peran Trump dalam skema uang tutup mulut yang melibatkan seorang bintang porno, di mana ia telah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana kejahatan dan menghadapi hukuman pada bulan Juli.

rs/gtp (AFP, AP, dpa, Reuters)