1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Penegakan HukumEropa

Putin Akui Dua Wilayah Ukraina sebagai Milik Rusia

30 September 2022

Pemimpin Rusia Vladimir Putin menandatangani dekrit untuk mengakui wilayah Ukraina, Kherson dan Zaporizhzhia, sebagai negara merdeka. Putin adakan upacara pengumuman pencaplokan wilayah Ukraina yang diduduki tersebut.

https://p.dw.com/p/4HYzN
Russland | Wladimir Putin
Foto: Gavriil Grigorov/POOL/TASS/dpa/picture alliance

Presiden Rusia Vladimir Putin pada Jumat (30/09) mengakui kemerdekaan wilayah selatan Ukraina, Kherson dan Zaporizhzhia. Pernyataan ini diungkapkan beberapa jam sebelum mengadakan upacara untuk memasukkan kedua wilayah tersebut ke dalam Federasi Rusia.

Putin juga menandatangani dekrit serupa pada awal Februari lalu, ketika dirinya mengakui dua wilayah yang memisahkan diri di timur Ukraina, yakni Luhansk dan Donetsk, sebagai negara merdeka.

Upacara untuk memasukkan empat wilayah Ukraina ke dalam Rusia

Empat wilayah Ukraina yang diduduki Rusia (Donetsk, Kherson, Luhansk, dan Zaporizhzhia) sebelumnya menjalani "referendum" dengan maksud bergabung dengan Rusia. Keempat wilayah itu akan dimasukkan menjadi bagian dari Rusia pada Jumat (30/09), kata Kremlin. Krimea juga dianeksasi secara ilegal pada tahun 2014, setelah "referendum" serupa.

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa Putin akan menghadiri upacara di Kremlin, yang bertujuan memasukkan empat wilayah itu secara resmi ke Rusia.

Peskov mengatakan bahwa kepala empat wilayah akan menandatangani perjanjian untuk bergabung dengan Rusia selama upacara pada Jumat (30/09) di Aula St. George Kremlin.

Putin juga akan memberikan pidato penting setelah upacara penandatanganan di Kremlin dan akan bertemu dengan administrator wilayah yang ditunjuk Moskow.

Ukraina dan Barat tidak setuju dengan ‘‘referendum‘‘ dan menyebutnya pemungutan suara palsu, serta menambahkan bahwa mereka tidak akan pernah mengakui wilayah Ukraina sebagai bagian dari Rusia. 

Pemungutan suara
Proses pemungutan suara untuk referendum bergabungnya Republik Rakyat Donetsk ke Rusia, di Donetsk, Ukraina, Selasa (27/09)Foto: Alexander Ermochenko/REUTERS

AS kecam referendum 'palsu' Rusia

Presiden AS Joe Biden berjanji untuk "tidak pernah, tidak pernah, tidak pernah" mengakui hasil referendum Rusia di Ukraina.

"Yang disebut referendum itu palsu, benar-benar palsu. Hasilnya dibuat di Moskow," katanya saat bertemu dengan para pemimpin Kepulauan Pasifik di Washington.

"Serangan Rusia ke Ukraina dalam mengejar ambisi kekaisaran Putin adalah pelanggaran mencolok terhadap Piagam PBB dan prinsip-prinsip dasar kedaulatan dan integritas teritorial," tambah Biden.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken juga menuduh Moskow melakukan "perampasan tanah" dengan referendum tersebut.

"Referensi palsu Kremlin adalah upaya sia-sia untuk menutupi upaya lebih lanjut dalam perampasan tanah di Ukraina," kata diplomat tinggi AS itu dalam sebuah pernyataan. 

Baerbock mengutuk pemungutan suara palsu 

Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock mengecam keras apa yang disebut referendum di wilayah Ukraina yang diduduki Rusia.

Selama "referendum palsu" ini, Baerbock mengatakan "orang-orang dibawa keluar dari rumah mereka atau dari pekerjaan mereka" dengan todongan senjata "untuk memberikan suara di kotak suara kaca."

"Ini kebalikan dari pemilihan umum yang bebas dan adil," tambahnya. Baerbock menuduh Rusia ingin menegakkan "perdamaian yang didikte."

Dia menambahkan, selama pendudukan Rusia di wilayah itu berlanjut, warga di sana tidak aman atau bebas

Baerbock juga membenarkan pengiriman senjata berat ke Ukraina. Ini berkontribusi pada "Ukraina agar mampu melindungi kehidupan warganya."

Pada Rabu (28/09), Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam panggilan telepon bahwa Jerman tidak akan pernah mengakui hasil pemungutan suara aneksasi yang diselenggarakan Moskow di wilayah yang diduduki Rusia di Ukraina.

Sementara itu, Perdana Menteri Mario Draghi juga mengatakan bahwa Italia tidak akan mengakui hasil referendum aneksasi "ilegal". Kantor pemimpin Italia mengatakan Draghi telah berbicara dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk meyakinkannya tentang "dukungan berkelanjutan" Roma untuk Kyiv.

pkp/ha (AFP, Reuters, AP)