1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ratusan Ribu PLTS Atap Siap Dipasang di Indonesia

20 Juni 2020

Energi terbarukan jadi salah satu strategi pemerintah Indonesia untuk pulihkan kondisi perekonomian secara berkelanjutan. Pemasangan PLTS Atap dengan kapasitas 1GWp per tahun ditargetkan dapat dimulai tahun 2021.

https://p.dw.com/p/3e31E
Solaranlage Montage
Foto ilustrasi montase modul sel surya di atap bangunanFoto: Fotolia/M.Lohrbach

Indonesia tengah mempersiapkan program pemasangan ratusan ribu Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di sektor rumah tangga sebagai upaya memulihkan kondisi perekonomian yang melemah akibat hantaman pandemi virus corona. Program yang diberi nama Surya Nusantara ini pertama kali diinisiasi oleh Institiute for Essential Service Reform (IESR), sebuah lembaga think thank yang aktif melakukan advokasi dan kampanye untuk menjamin tercapainya pemenuhan kebutuhan energi masyarakat.

Kepada DW Indonesia, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR,  Marlistya Citraningrum menyampaikan program yang akan dijalankan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ini jadi momentum untuk memulihkan kondisi ekonomi secara berkelanjutan yang ia sebut sebagai "Green Economic Recovery”.

"Dari dulu banget kami melihat bahwa sebenarnya subsidi listrik bisa diganti kok dengan PLTS Atap. Ini juga mendorong beberapa dampak lain, tumbuhnya industri (modul surya) dalam negeri, litsrik yang diterima juga lebih bagus,” ujar perempuan yang akrab dipanggil Citra ini saat dihubungi DW Indonesia, Jumat (19/06).

Skema pemasangan PLTS Atap dengan kapasitas 1 GWp per tahun ini dinilai dapat mengurangi beban anggaran subsidi listrik nasional untuk rumah tangga miskin hingga Rp 1,3 trilun per tahun dan menurunkan emisi gas 1,05 juta ton CO2e per tahun. Surya Nusantara juga diyakini dapat menyerap 20 hingga 22 ribu tenaga kerja terampil.

"Nantinya ini akan menyerap tenaga kerja yang cukup banyak jadi mulailah ini dikomunikasikan dengan beberapa kementerian lain termasuk  Kementerian Keuangan. Termasuk rekomendasi kami juga kartu prakerja ini bisa digabungin dengan ini, karena pelatihannya bisa dimasukkan ke situ. Jadi selesai pelatihan, orangnya bisa pasang,” ungkap Citra.

Dimulai tahun 2021

Saat ini IESR dengan berbagai kementerian terkait tengah mematangkan segala persiapan. Salah satunya memetakan sasaran strategis pemasangan PLTS Atap yang memiliki nilai anggaran APBN Rp 15 triliun per tahun ini. Program yang  resmi direkomendasikan IESR pada bulan April lalu diharapkan sudah dapat dieksekusi pada awal tahun 2021 dan berlanjut hingga tahun 2025 mendatang.

"Untuk rumah tangga bersubsidi bisa kita pilih provinsi-provinsi yang penerima subsidinya paling banyak misal Jawa Tengah, Jawa Timur. Di Jawa masih banyak yang menerima susbsidi, jutaan jumlahnya. Atau kita menyasar provinsi dengan biaya pembangkitan listik yang paling besar, di kawasan Indonesia timur misalnya. Bisa juga dipikirkan soal dari segi lokasi mana yang lebih  gampang karena ini berkaitan dengan barang, ditribusi logistik,” papar Citra.

Ditargetkan sebanyak 800.000 rumah berdaya 900vA dapat dipasangi satu unit PLTS Atap berkapasitas 1,5 KWp setiap tahun. Berdasarakan data IESR pada tahun 2019, Indonesia memiliki potensi PLTS Atap yang sangat besar mencapai 655 GWp. 

Lebih lanjut, Citra menjelaskan terdapat beberapa kendala yang menyebabkan pemanfaatan energi surya di kalangan rumah tangga masih sulit terealisasi hingga kini, antara lain harga, ketersediaan unit, informasi PLTS Atap yang masih belum tersosialisai dengan baik, hingga dari segi peraturan.

Pemanfaatan Energi Terbarukan Secara Efektif dan Efisien

 "Jika ini disosialisasikan secara masif dan pemerintah memberikan dukungan pembiayaan, dorong bank-bank untuk kasih kredit murah saya rasa masyarakat akan tertarik,” pungkasnya. 

Target bauran 23%

Indonesia memiliki target bauran energi terbarukan minimal 23% pada tahun 2025 mendatang yang dicanangkan dalam PP No. 79/2014 tentang Kebijakan Umum Nasional dan Perpres No. 22/2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional. Namun nampaknya target tersebut bakal urung tercapai dengan kondisi pertumbuhan ekonomi yang stagnan di angka lima persen, terlebih lagi pada tahun ini pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan tumbuh negatif di tengah krisis pandemi.

Direktur Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Harris Yahya mengatakan, pemanfaatan energi terbarukan dapat dipercepat di era normal baru, salah satunya energi surya.

"Satu kondisi yang memperlihatkan kita saat ini fokus mengembangkan EBT termasuk yang intermiten atau berselang, yakni solar photovoltaic (PV) atau panel surya kalau kita lihat secara global harganya semakin turun, biaya implementasinya juga semakin murah,” tutur Harris dikutip dari Kompas.com, Kamis (18/06). 

Pada tahun 2019, anggaran subsidi energi negara mencapai angka Rp 136,9 triliun di mana Rp 52,7 triliun dialokasikan untuk subsidi listrik.

Kepada Jakarta Post, Peneliti Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Joko Tri Haryanto, mengatakan BKF mencoba mendiversifikasikan sumber anggaran di luar APBN seperti dengan penambahan surat utang negara dan obligasi syariah. Joko mengaku tengah menunggu respon dari Kementerian ESDM terkait diversifikasi ini. 

"Jika program ini memiliki efek berganda yang baik, apakah dalam pendapatan masyarakatatau membuka lapanagn kerja lokal, maka 15 triliun bisa berasal dari APBN,” ungkap Joko, Jumat (19/06).

rap/as (dari berbagai sumber)