1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Program Alternatif untuk Merajut Hidup Baru

24 Desember 2009

Bencana alam hebat tsunami tak hanya merusak sebagian besar infrastruktur di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Selain keluarga dan harta benda, banyak warga yang juga kehilangan mata pencahariannya.

https://p.dw.com/p/LCzp
Tambak ikan di Sigli yang kembali dibangun dengan dana bantuan internasionalFoto: DW/Robina

Terutama di kawasan pesisir, tsunami menyebabkan hilangnya mata pencaharian utama penduduk setempat. Karena itu, di samping proyek pembanguan rumah, sejumlah organisasi bantuan yang terjun di Aceh juga menggagas program alternatif untuk mata pencaharian. Programnya beragam, mulai dari bantuan bagi nelayan yang kehilangan kapalnya saat tsunami, sampai pemberian kredit mikro kepada kelompok perempuan yang ingin membuka usaha kecil.

Hasan dengan bangga menunjukkan kandang ayamnya. Lebarnya empat meter dengan panjang 12 meter, kandang ini bisa menampung 500 ekor ayam. Hasan mulai beternak ayam potong setelah tsunami.

Sebelumnya, Hasan bekerja sebagai penjual ikan keliling. Pasca tsunami, Hasan mencari sumber pemasukan alternatif. Tapi apa daya, ia tak memiliki modal dasar untuk membuka usaha. Saat itu, German Agro Action (GAA) mulai merintis program mata pencaharian alternatif atau livelihood di Sigli. Hasan pun tergoda untuk mencobanya:

Modal bisnis yang digunakan GAA adalah mikro kredit yang diberikan kepada kelompok-kelompok. Setiap anggota kelompok menyetor dana dalam jumlah tertentu, sisanya ditambahkan oleh GAA. Setiap anggota kelompok berhak meninjam uang dari kas bersama, dengan syarat, bila usahanya berhasil, pinjaman tersebut dilunasi.

Setelah 28 hari, ayam potong yang diternakkan Hasan siap dijual. Awalnya, modal yang diberikan berupa bibit dan uang sebesar 2,7 juta untuk memulai usaha. Dalam tahap kedua, Hasan berencana mengajukan proposal lagi kepada GAA. Usahanya cukup berhasil, kini ia mulai menimbang-nimbang untuk memperluas peternakannya.

Tak jauh dari rumah Hasan, dekat dengan bibir pantai, terlihat lahan yang dipetak-petak. Ini adalah usaha lainnya yang juga mendapat bantuan dari GAA, cerita Hasan, yaitu usaha pembuatan garam. Di sudut salah satu lahan ada sebuah gubuk kayu. Asap mengepul-ngepul dari atap gubuk itu. Halimah Ibrahim yang bekerja di tambak garam ini dengan malu-malu membuka pintunya.

Di dalam gubuk terlihat tungku perapian berbentuk segi empat. Halimah Ibrahim, janda berusia 45 sedang memasak garam. Proses pembuatan garam adalah pekerjaan yang berat. Tapi berkat tungku perapian yang diberikan German Agro Action hasil dari satu kali memasak garam bisa ditingkatkan, cerita Halimah.

Sementara Yusuf Jalil, tetangga Halimah memiliki usaha tambak ikan dan udang. Saat tsunami menghantam kawasan pantai di Sigli, seluruh tambak ikan dan udang terendam air dan rusak. Sejumlah lembaga bantuan, di antaranya Bank Pembangunan Asia dan German Agro Action membantu memulihkan tambak-tambak tersebut. Tak hanya itu, mereka juga membagi-bagikan benur atau benih udang pada pemilik tambak.

Yusuf Jalil mengaku sangat terbantu oleh modal awal yang diberikan German Agro Action. Sebelum tsunami pun ia sudah melakukan budidaya ikan dan udang. Yang dibutuhkannya setelah tsunami adalah modal dasar untuk kembali berusaha.

Ziphora Robina

Editor: Yuniman Farid