1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Presiden Köhler ke Nigeria

6 November 2008

Afrika merupakan perhatian utama presiden Jerman Horst Köhler di luar negeri. Untuk keempat kalinya dia menjalankan 'forum kemitraan' dengan Afrika. Kali ini di Nigeria.

https://p.dw.com/p/Foma
Presiden Jerman Horst Köhler.Foto: AP

Kunjungan Presiden Köhler ke Afrika kini mengemban tugas yang tidak ringan. Di antaranya ada surat terbuka dari organisasi non permerintah Human Rights Watch, yang mengemukakan imbauan agar dilakukan pembahasan terbuka dan kritis mengenai hak-hak dasar di Nigeria. Kritik terpenting adalah bahwa pendapatan negara pengekspor minyak terbesar dunia di selatan Sahara itu, tidak ikut dinikmati oleh warga yang miskin. Menurut Marianne Heuwagen dari Human Rights Watch: "Sarana belajar bagi anak-anak tidak memadai, tidak ada pelayanan kesehatan dan penduduk tetap miskin. Itu disebabkan adanya sekelompok politisi dan pengusaha yang mengantongi kekayaan dan bukan menanggulangi kemiskinan."

Nigeria yang memiliki kekayaan alam, hanya 40 persen penduduknya dapat membaca dan menulis. Menurut Bank Dunia lebih dari separuh warga Nigeria hidup di bawah batas kemiskinan. Apakah itu sepadan dengan pertumbuhan ekonomi yang diramalkan? Eksplorasi 2,4 juta barrel minyak per hari akan menjadi 4,5 juta di tahun 2010. Bagi Marianne Heuwagen penyebab utamanya adalah korupsi. Selanjutnya dia mengemukakan: "Oleh sebab itu sangat penting bila presiden Jerman dalam pembicaraan dengan presiden Yaradoua, membahas secara terbuka upaya pemberantasan korupsi. Pelanggaran HAM dibiarkan tanpa pernah disingkap. Polisi Nigeria juga bertanggungjawab, bahwa ada kelompok tertentu yang diburon, kelompok-kelompok dalam masyarakat diadu domba. Dalam pemilu tahun lalu dilakukan sejumlah manipulasi. Tetapi kasus-kasus itu tidak pernah dilacak lewat jalan hukum."

Nigeria masih belum menanggalkan sepenuhnya kediktaturan. Pemerintahan sipil terpilih sementara ini sudah berkuasa selama 9 tahun. Terobosan demokrasi itu dihargai oleh masyarakat internasional dengan pembebasan 60 persen hutangnya. Itu diputuskan dalam pertemuan negara-negara donor di Paris tahun 2005. Itu merupakan pembebasan hutang terbesar sesudah Irak. Tetapi dibandingkan dengan AS dan Inggris, peranan Jerman tidak seberapa.

Soal kemitraan di bidang energi juga akan menjadi topik bahasan dengan Presiden Köhler. Misalnya energi terbarukan, pembangunan baru dan pemeliharaan peembangkit listrik atau pelayanannya. Tetapi untuk itu Nigeria harus dengan lebih gigih lagi memberantas korupsi. Sejak tahun 2003 Nigeria memiliki komisi pemberantasan korupsi. Mula-mula masyarakat internasional menyambutnya, tetapi lembaga itu kemudian kehilangan kredibilitasnya ketika diperalat dalam kampanye pemilu tahun 2007. Ketika itu komisi tsb mempublikasikan daftar hitam dari para calon yang dicurigai melakukan korupsi, terutama dari pihak oposisi. Marianne Heuwagen menuturkan selanjutnya: "Komisi anti kriminalitas ekonomi dan keuangan diketuai oleh orang yang sangat berani, Nuhu Ribadu, yang bulan Desember tahun lalu menggugat mantan gubernur di Delta Niger. Gubernur yang pendapatan per tahunnya berkisar pada 25.000 dollar dapat menumpuk kekayaan sebesar 35 juta dollar. Tetapi langkah berani itu membuat dia sendiri dipecat. Jadi kemungkinan untuk melacak korupsi dibatasi oleh pemerintah sendiri."

Apakah itu disebabkan oleh kelambanan presiden baru Nigeria? Umaru Yar'adua sudah dijuluki sebagai 'Baba Go-slow'. Semakin banyak pula kritik, bahwa janji yang dikemukakannya dalam pemilu tahun 2007 tidak dapat dipenuhinya. Yaitu untuk membangun infrastruktur, meningkatkan upaya pemberantasan kemiskinan dan korupsi. Tentunya bukan tugas sepele di negara dengan 140 juta penduduknya, dan harus ditangani bersama. Jadi tepatlah bila Presiden Köhler tidak hanya berkunjung ke ibukota Abuja, melainkan juga ke Lago dan Kano di utara Nigeria. Presiden Köhler juga bukan hanya akan berbicara dengan pemerintah, melainkan juga dengan para wakil masyarakat sipil. (dgl)