1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
MigrasiEropa

Presiden Jerman Sebut Aturan Suaka UE Bersifat "Prasejarah"

22 September 2023

Presiden Jerman Steinmeier mengatakan aturan suaka di UE saat ini bersifat "prasejarah" sedangkan dunia telah berubah. Ia berada di Italia untuk bertemu rekannya, Presiden Italia Sergio Mattarella, tentang pengungsi.

https://p.dw.com/p/4Wfzi
Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier (kanan) berada di Sisilia bersama Presiden Italia Sergio Mattarella (tengah), bersama pengungsi dari Gambia
Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier (kanan) berada di Sisilia bersama Presiden Italia, Sergio Mattarella (tengah), menghabiskan sebagian waktu bersama para pengungsi.Foto: Britta Pedersen/dpa/picture alliance

Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier pada hari Kamis (21/09) mendesak segera disepakatinya reformasi dan standardisasi kebijakan suaka Eropa.

"Harus ada kemajuan dalam hal ini, tidak perlu dipertanyakan lagi," kata Steinmeier sambil menambahkan bahwa dunia telah banyak berubah sejak berlakunya Perjanjian Dublin tentang migrasi. Perjanjian tersebut menentukan dan menetapkan negara anggota Uni Eropa (UE) yang bertanggung jawab atas permohonan suaka dalam waktu yang lebih singkat.

"Perjanjian Dublin bersifat prasejarah. Itu adalah dunia lain, (saat) tidak ada migrasi massal."

Steinmeier menyampaikan komentar tersebut setelah bertemu Presiden Italia, Sergio Mattarella, di Sisilia, setelah kedua kepala negara tersebut mengunjungi pusat pengungsi. Ia juga menyatakan harapan agar kedua negara dapat bertemu kembali untuk membahas kebijakan migrasi dalam beberapa bulan mendatang.

Dalam beberapa hari terakhir, ribuan migran tiba di pulau Lampedusa di Italia dan mendorong pemerintah setempat untuk mengumumkan keadaan darurat. Sebelumnya, Jerman dan Italia mengaku telah kewalahan mengatasi masalah migrasi.

Banyak dari mereka yang tiba di Italia lewat Afrika utara sebagai titik keberangkatan. Libya dan Tunisia dianggap sebagai negara gerbang keberangkatan.

Steinmeier sedang melakukan kunjungan tiga hari ke Italia untuk bertemu dengan rekannya dari Italia guna membahas kerja sama, migrasi dan perubahan iklim, serta isu lainnya.

Presiden Jerman dan Italia serukan faksi-faksi Libya berdamai

Dalam kesempatan tersebut, Steinmeier dan Mattarelle juga mendesak faksi-faksi yang bersaing di Libya untuk melanjutkan proses perdamaian.

"Kami mendorong semua aktor politik agar memperhatikan seruan rakyat Libya untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas berdasarkan rasa persatuan dan tujuan nasional yang baru," kata kedua presiden dalam pernyataan bersama pada hari Kamis.

Libya dilanda perang saudara sejak Muammar Gaddafi digulingkan dan digantung pada tahun 2011. Kelompok-kelompok bersenjata di Lybia bersekutu dengan dua otoritas yang saling bersaing, yakni Government of National Unity (GNU) di Tripoli dan Government of National Stability (GNS) di wilayah timur. Kedua otoritas tersebut mempunyai pemerintahan yang bersaing sehingga menyebabkan kekacauan politik. 

Tingkat disfungsi politik disebut-sebut sebagai salah satu alasan banjir dahsyat yang terjadi pada awal September menelan banyak korban jiwa. 

Steinmeier dan Mattarella mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa bencana tersebut "menjadi peringatan" bagi pihak berwenang di negara Afrika utara tersebut. Kota pesisir Derna terkena dampak paling parah setelah dua bendungan jebol, dan aliran air yang deras menghancurkan sebagian besar kota.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan banjir tersebut menewaskan sekitar 4.000 orang dan menyebabkan ribuan lainnya hilang.

Tantangan membanjirnya arus migrasi

Sebelum kunjungan tersebut, Steinmeier menyerukan "distribusi yang adil" bagi para migran yang berdatangan ke Eropa.

Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Italia Corriere della Sera, Steinmeier mengatakan Italia dan Jerman berada "pada batas kemampuan" dan menekankan perlunya "kontrol dan pengawasan yang lebih kuat di perbatasan luar kita."

Awal bulan ini, Berlin menyatakan tidak akan lagi menerima migran yang dilimpahkan dari Italia berdasarkan pakta solidaritas suka rela hingga adanya pemberitahuan lebih lanjut. Kementerian Dalam Negeri Jerman mengatakan keputusan ini diambil karena Italia menolak menerima kembali migran yang menurut Peraturan Dublin harus dipulangkan ke Italia.

Berdasarkan undang-undang UE, negara anggota yang pertama kali dimasuki oleh pencari suaka bertanggung jawab atas permohonan suaka mereka.

Peraturan Dublin mulai diinisiasi tahun 1990 dan mulai berlaku pada 1997. Sejak saat itu, peraturan ini telah direformasi sebanyak dua kali.

Perbedaan yang cukup besar di UE mengenai seberapa multikultural dan seberapa terbuka negara-negara anggotanya terhadap migrasi, serta perubahan pemerintahan di masa lalu, menjadi hambatan besar dalam melakukan reformasi peraturan ini. Kompromi diperlukan dari semua pihak.

ae/yf (AFP, dpa)