1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Presiden Jerman Berkunjung ke Singapura dan Indonesia

14 Juni 2022

Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier melakukan lawatan empat hari ke Singapura dan Indonesia. Dia menekankan, kedua negara adalah "mitra erat dan terpercaya“ Jerman dan Eropa di kawasan.

https://p.dw.com/p/4Cef4
Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier (kanan) tiba di bandara Changi, Singapura
Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier (kanan) tiba di bandara Changi, Singapura, diiringi Dubes Jerman untuk Singapura Norbert Riedel (kiri)Foto: picture alliance/dpa

Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier tiba di Singpura hari Selasa (14/6) dalam rangka lawatan empat hari ke Singapura dan Indonesia. Dia mengatakan, bukan kebetulan jika lawatan panjang pertamanya ke luar negeri dalam masa jabatan kedua ditujukan ke kedua negara di kawasan.

"Singapura dan Indonesia adalah mitra erat dan terpercaya Jerman dan Eropa", kata Steinmeier kepada kantor berita Jerman DPA. Mereka, seperti juga kami, ingin mengembangkan perdagangan yang adil berbasis kesepakatan internasional dan berpartisipasi aktif dalam badan-badan internasional. Lalu dia menambahkan: kedua negara juga secara jelas mengambil sikap menentang invasi Rusia ke Ukraina.

Frank-Walter Steinmeier akan berada di Singapura hari Selasa dan Rabu, lalu bertolak ke Indonesia. Ini adalah lawatan luar negeri panjang yang pertama pada masa jabatannya yang kedua. "Saya sengaja memilih kawasan Indo-Pasifik untuk kunjungan jauh yang pertama saya. Ini kawasan yang penting untuk perdagangan dunia, dan pada saat yang sama kawasan yang dalam aspek politik keamanan berada di bawah tekanan, terutama ketika Cina tampil makin otoriter".

Jerman saat ini menjadi ketua kelompok G7, sedangkan Indonesia tahun ini memegang presidensi G20. Itu sebabnya, Jerman telah mengundang Indonesia untuk hadir dalam KTT G20 akhir Juni nanti. Di Jakarta, Frank-Walter Steinmeier akan bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Sebelumnya di Singapura ia akan berbicara dengan Preisden Halimah Yacob, Menteri Luar Negeru Vivian Balakrishnan dan Wakil Perdana Menteri Lawrence Wong.

Bundespräsident Steinmeier in Singapur
Frank-Walter Steinmeier (kanan) bertemu dengan Menlu Singapura Vivian Balakrishnan (kiri)Foto: picture alliance/dpa

Memikirkan ulang globalisasi

Presiden Steinmeier mengatakan, dia ingin berdiskusi bagaimana menghadapi berbagai ketegangan politik dan militer saat ini. "Apa artinya perubahan era ini untuk tata internasional, untuk globalisasi ekonomi dan untuk perekonomian kita yang saling berjaringan?"

Ia menekankan, baginya tidak ada alternatif untuk globalisasi, sekalipun saat ini muncul masalah ketergantungan Jerman dan Eropa pada energi dari Rusia, dan keterkaitan erat perekonomian dengan Cina juga sekarang dilihat sebagai faktor risiko.

"Kita harus memikirkan ulang globalisasi, tapi tidak menghilangkannya", kata Steinmeier. Keterbukaan dan pertukaran adalah pilar penting bagi kemamuran Jerman. "Kita harus belajar untuk memperhitungkan risiko politik lebih baik lagi dalam mengambil keputusan-keputusan ekonomi," ujarnya. Tujuannya adalah untuk memperluas jaringan dan mengurangi ketergantungan dari satu negara saja.

Peran penting Jerman dan Indonesia di kancah internasional

Presiden Frank-Walter Steinmeier menerangkan, Indonesia sebagai ketua G20 dan Jerman sebagai ketua G7 tahun ini mengemban tanggung jawab besar untuk kerja sama internasional. "Perdagangan dan investasi, transisi energi, keamanan pangan dan keberlanjutan – itulah tema-tema penting di mana kita bersama-sama bisa mencapai banyak."

Jerman harus bisa terus mencari kemitraan baru. „Kami tidak tertarik pada pembentukan blok-blok baru," jelasnya.

"Demokrasi adalah sebuah proyek terbuka, tanpa arah angin tertentu, tanpa batas-batas geograif, tanpa warna kulit". Itu sebabnya Jerman berupaya terus meningkatkan hubungan dengan negara-negara seperti Indonesia.

Sebagai Menteri Luar Negeri, Frank-Walter Steinmeier tahun 2008 berkunjung ke Jakarta dan ketika itu memuji langkah Indonesia, yang berhasil keluar dari era diktatur dan membangun sistem demokrasi.

hp/vlz (dpa, rtr)