1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Hukum dan PengadilanEropa

Prancis Gelar Sidang "Bersejarah" Kasus Serangan Teror Paris

8 September 2021

Sebanyak 1.800 penggugat, 330 pengacara, 300 korban, dan jutaan lembar berkas pengadilan dihadirkan ke meja hijau untuk mengadili 20 terdakwa kasus bom bunuh diri dan serangan teror bersenjata di Paris tahun 2015 silam.

https://p.dw.com/p/403bM
Walikota Paris Anne Hildago dan Mantan Presiden Prancis Francois Hollande menghadiri upacara mengenang korban serangan Paris tahun 2015 silam. Serangan bersenjata dan bom bunuh diri yang diklaim oleh Islamic State (IS) menyasar arena konser Bataclan dan memakan 130 korban jiwa. (13/11/2016)
Walikota Paris Anne Hildago dan Mantan Presiden Prancis Francois Hollande menghadiri upacara mengenang korban serangan Paris tahun 2015 silam. Serangan bersenjata dan bom bunuh diri yang diklaim oleh Islamic State (IS) menyasar arena konser Bataclan dan memakan 130 korban jiwa. (13/11/2016)Foto: Reuters/P. Wojazer

Pengadilan Prancis hari Rabu (8/9) memulai rangkaian persidangan kasus bom bunuh diri dan serangan bersenjata tiga kelompok jihadis, yang menewaskan 130 orang di dalam bar, restoran, dan arena konser di Bataclan, Paris, pada 13 November 2015. Serangan yang direncanakan dari Suriah dan diklaim oleh kelompok Islamic State (IS) ini merupakan kasus kejahatan terbesar pascaperang dunia yang pernah dialami oleh Prancis.

Sebanyak 20 orang terdakwa akan diadili dalam persidangan yang digelar dengan pengamanan ketat di pengadilan Ile de la Cite, Paris. Meski begitu, hanya 14 terdakwa yang akan mengikuti persidangan secara langsung, sementara 6 terdakwa lainnya disidang secara in absentia atau tidak dihadirkan ke ruang persidangan atau karena diyakini telah tewas.

Satu-satunya pelaku yang selamat akan diadili

Salah Abdesalam, 31, warga negara Prancis dan Maroko yang lahir di Belgia, merupakan satu-satunya pelaku serangan bom bunuh diri dan penembakan di Paris yang melarikan diri dan berhasil ditangkap. Ia akan diihadirkan dalam persidangan bersama 13 terdakwa lainnya.

Abdesalam ditangkap empat bulan pascaserangan itu terjadi. Dia ditangkap ketika sedang bersembunyi di salah satu bangunan yang dekat dengan rumah keluarganya di Brussels, Belgia. Sebelumnya, saat peristiwa serangan di Paris terjadi, Abdesalam diketahui melarikan diri usai menanggalkan sabuk bom bunuh diri miliknya yang gagal berfungsi.

Usai penangkapan tersebut, Abdesalam terus menolak untuk bekerjasama dengan penyidik Prancis dan kerap memilih diam dalam persidangan yang digelar secara terpisah di Belgia tahun 2018 lalu, dengan alasan bahwa dirinya "percaya kepada Allah” dan pengadilan tersebut dinilai bias olehnya.

Kesediaan Abdesalam untuk memberi kesaksian dalam persidangan di Perancis kali ini, tetap menjadi pertanyaan besar. Jika terbukti bersalah, Abdesalam akan dijatuhi hukuman mati — bersama dengan 19 terdakwa lainnya.

Frankreich, Paris | Bataclan Anschlag Prozess
Ruang sidang di Ile de la Cite yang menjadi lokasi peradilan bagi para terdakwa kasus bom bunuh diri dan serangan bersenjata di Paris, Prancis. (25/6/2021)Foto: Daniel Fouray//OUEST FRANCE/PHOTOPQR/MAXPPP/dpa/picture alliance

Jalan panjang proses persidangan

Persidangan terhadap para pelaku dan mereka yang terlibat dalam serangan Paris ini akan digelar hingga Mei 2022 mendatang.

Telah diagendakan hari sidang untuk mendengar keterangan saksi sebanyak 145 hari yang melibatkan 330 pengacara, 300 korban, 1.800 penggugat, dan mantan Presiden Prancis Francois Hollande yang akan memberi kesaksian pada bulan November mendatang.

Adapun berkas persidangan terdiri atas jutaan halaman yang terbagi dalam 542 volume dan terhitung membentang sejauh 53 meter. Menteri Hukum Prancis Eric Dupond-Moretti pada pekan ini menilai, proses peradilan ini "bersejarah” dan "salah satu yang terbanyak” yang pernah dia saksikan di ruang sidang.

"Kita tidak tahu bagaimana ke depannya,” sebut Arthur Denouveaux, salah seorang penyintas serangan di arena konser Bataclan dan ketua dari Life for Paris, organisasi penyintas serangan teror jihadis IS tersebut.

"Tentu kami tidak sabar untuk memulai persidangannya, tapi yang kami tanyakan, akan seperti apa jalannya persidangan ini selama sembilan bulan ke depan?”

th/as (AFP, Reuters)