1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Politik-Chechnya Putin ; Pasukan AS di Irak

8 September 2004
https://p.dw.com/p/CPQy

Meski mendapat kritik keras dari luar negeri terhadap cara pemerintah Rusia menangani tragedi di Beslan, Presiden Rusia Vladimir Putin menolak untuk berunding dengan kelompok separatis Chechnya. Menurut Putin , Chechnya bertanggung jawab untuk tragedi penyanderaan tersebut.

Harian Perancis Libération mengomentari politik-Chechnya Presiden Putin:

Putin meraih kekuasaan dengan janji akan memulihkan ketentraman dengan tangan besi. Buktinya, Chechnya. Lima tahun kemudian terlihat hanya separoh programnya yang dapat direalisasikan . Memang pemerintahan sebagian besar telah dipulihkan, namun situasi keamanan belum pulih. Chechnya yang hancur dan tertindas tetap merupakan neraka bagi para warganya. Juga bagi para tentara Rusia. Kegagalan Putin telah jelas, namun dari padanya tidak ditarik pelajaran.

Harian Swiss Tages-Anzeiger mengomentari politik tangan besi Putin:

Dari Putin tidak dapat diharapkan sikap bijaksana dan obyektif dalam mengatasi masalah Chechnya. Sebagian besar rakyat Rusia menyetujui politiknya, dan negara-negara barat berdiam diri. Karenanya aksi teror akan terus berlanjut di Rusia.

Sementara surat kabar Inggris The Daily Telegraph dalam komentarnya menulis, penolakan Presiden Putin untuk mengadakan perundingan dengan kelompok separatis Chechnya akan mendapat dukungan luas dari masyarakat Rusia:

Meski dalam masalah Chechnya , presiden Putin tidak bersedia memberikan alternatif apa pun. Namun, dengan menolak semua separatis Chechnya sebagai mitra bicara, Putin telah memojokkan dirinya sendiri.

Setelah drama penyanderaan di Beslan , harian Perancis La République des Pyrénées mengkhawatirkan akan terjadi perang anti-teror di dunia.

Rusia telah mengalami tragedi seperti 11 September, tiga tahun setelah serangan yang pertama itu. Tragedi di Beslan tidak akan hilang dari ingatan, seperti peristiwa serangan teror terhadap World Trade Center di New York. Dan ini baru awalnya. Awal dari perang dunia yang baru, yang akan berlangsung lebih lama daripada perang dunia sebelumnya. Perang tanpa batas negara dan lawan yang jelas. Boleh dikatakan, kita baru berada pada tahap awal, pada perang pembukaan, dan tentu akan mengalami banyak kejadian mengerikan lainnya. Setiap orang tahu, para teroris jaringan Al Qaeda , memiliki senjata kimia, biologis, mungkin juga senjata nuklir.

Pertempuran antara pengikut setia kelompok Syiah, dan pasukan koalisi Amerika Serikat kembali pecah di Baghdad. Sementara ini dilaporkan, AS sejak dimulainya invasi ke Irak, satu setengah tahun lalu, telah kehilangan seribu tentaranya.

Harian Denmark Information menanggapi laporan tentang tewasnya prajurit yang ke-1000 AS, sebagai kegagalan di Irak:

Presiden George W Bush kini dikonfrontasikan dengan berita , analisa dan komentar kritis, mengenai tewasnya prajurit AS yang ke-1000, yang pulang dari medan perang dalam peti mayat. Sementara semakin banyak orang menganggap perang di Irak tidak dapat dimenangkan. Kegagalan itu disebabkan oleh karena AS melancarkan perang tanpa rencana untuk meraih perdamaian. Kini rupanya sudah terlambat. Yang pasti sudah terlambat bagi prajurit yang gugur sebelum atau sesudah prajurit nomor 1000.

Di tengah menghangatnya kembali pertempuran di Baghdad kandidat presiden Partai Demokrat AS John Kerry menyatakan, akan menarik pasukan AS dari Irak, seandainya ia terpilih sebagai presiden. Harian Financial Times Deutschland berkomentar:

Pernyataan John Kerry itu keterlaluan, apa lagi kalau diingat bahwa Kerry sebagai senator menyetujui perang Irak, dan sejak itu bersikap plin-plan dalam soal Irak. Pemerintah Bush di Irak memang bertanggung jawab untuk sejumlah kesalahan dan kesembronoan berat. Namun kehadiran pasukan AS di Irak tetap diperlukan, bila tidak hendak menjerumuskan negara itu ke dalam anarkhi. Penarikan pasukan AS dengan dalih sederhana "kami khilaf, sekarang kami pulang", akan merupakan sukses yang tidak ada taranya bagi kelompok-kelompok teroris.

Juga suratkabar Handelsblatt di Düsseldorf bernada sama dalam menanggapi rencana John Kerry, sebagai presiden AS akan menarik pasukan AS dari Irak:

Tiga minggu yang lalu Kerry masih membenarkan invasi ke Irak, meski diketahui tidak adanya senjata pemusnah massal. Akhir tahun 2002 Kerry menyetujui aksi militer, awal tahun 2003 tidak menyetujui pembiayaannya. Tidak mengherankan, bila kubu republik Presiden George W Bush diam-diam senang, sebab lawan dari partai demokrat menghadiahkannya umpan politik . Rupanya kubu Kerry sedang dilanda kepanikan.