1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Thailand Regierungskrise

4 September 2008

Ribuan demonstran di bangkok menuntut PM Samak Sundaravej mundur. Ia menolak dan menawarkan referendum.

https://p.dw.com/p/FBHE
Seorang demonstran anti pemerintah bereaksi terhadap pidato PM Samak, Kamis (04/09).Foto: AP

Kabinet Thailand menyetujui referendum untuk mengakhiri krisis, buntut aksi ribuan demonstran yang memblokade gedung pemerintah selama 10 hari terakhir dan menuntut PM mundur.

Aksi tersebut melumpuhkan pemerintahan dan menumbuhkan kekuatiran terjadinya kekerasan dan chaos ekonomi. Referendum bisa menunjukkan jalan keluar dari kebuntuan situasi yang menghadang Thailand.

Keputusan untuk melakukan referendum diambil beberapa jam setelah PM Samak Sundaravej menyatakan tidak akan mundur. Dalam pidato lewat radio yang dinanti dengan ketegangan, Samak mengatakan Kamis pagi waktu setempat (04/09), Thailand membutuhkan seorang pemimpin. Dunia mengamati dengan seksama apa yang terjadi di Thailand.

Dalam pidato sekitar 30 menit Samak mengatakan, pada sistem yang demokratis, tak ada kelompok yang berhak memecat PM. pendudukan gedung pemerintah akan segera berakhir. Ia akan tetap pada jabatannya untuk menyelamatkan demokrasi. PM Samak Sundaravej menawarkan referendum. Ia akan mendesak Senat agar segera mensahkan UU mengenai referendum.

Dalam wawancara di radio seusai berpidato, Samak mengatakan, referendum akan menanyakan kepada publik apakah mereka setuju dengan tuntutan para demonstran dan apakah mereka percaya pemerintah harus mundur.

Kelompok anti pemerintah PAD yang memimpin protes selama tiga bulan terakhir terhadap Samak di Bangkok, dengan segera menolak rencana referendum. Juru bicara PAD Parnthep Pourpongpan mengatakan, referendum tidak akan menyelesaikan apapun. Ini cuma taktik pemerintah untuk mengulur waktu.

Penolakan ini mengisyaratkan ketidakpastian politik akan terus merundung Thailand. Aliansi Rakyat untuk Demokrasi PAD, sebagian besar kelas menengah pengusaha dan pendukung raja, bertekad akan terus memblokade gedung pemerintah sampai Samak mundur.

Sementara itu kekuatiran akan merebaknya aksi kekerasan terus merebak. Koran-koran melaporkan, para pendukung pemerintah menyewa tukang pukul dari daerah-daerah untuk menghalau demonstran dari kantor PM.

Harian „The Nation“ memberitakan, disediakan imbalan bagi mereka yang berhasil memukul reporter dan jurukamera dari stasiun televisi milik oposisi ASTV.

Dua hari sebelumnya PM Samak menetapkan situasi darurat di seluruh ibukota Thailand, menyusul bentrokan fisik antara pendukungnya dan demonstran anti pemerintah yang mengakibatkan seorang pria tewas dan 45 lainnya luka-luka.

Namun militer menolak mematuhi perintah Samak untuk mengusir para demonstran, jika perlu dengan kekerasan. Alasannya, akan memperburuk situasi.

Pemimpin Militer Anupong Paochinda mengatakan Rabu (03/09), masalahnya harus diselesaikan secara politis, militer tidak akan campur tangan.

Penolakan militer dilihat pengamat sebagai pukulan bagi PM Samak. Pukulan berikutnya datang pada hari yang sama. Menlu Tej Bunnag yang belum dua bulan menjabat, menyatakan mundur.

Kamis ini (04/09) para mahasiswa dan kelompok masyarakat lainnya menyerukan untuk tetap menggelar demontrasi di Bangkok. (rp)