1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pidato Obama Tentang Perang

11 Desember 2009

Ketika menerima penghargaan nobel perdamaian di Oslo, presiden AS Barack Obama berpidato tentang perang. Ia bergerak antara idealisme dan pragmatisme.

https://p.dw.com/p/L0b4
Foto: AP

Harian inggris Independent menulis:

Itu adalah pidato yang baik. Obama menekankan kewajiban untuk tetap menerapkan standar-standar tertinggi selama perang. Itu harus dilakukan dengan dukungan internasional seluas mungkin. Bagaimanapun, ini adalah pidato yang bersifat defensif. Obama memulai jabatannya di Gedung Putih dengan kombinasi antara idealisme dan pragmatisme dengan tujuan mengangkat lagi citra Amerika Serikat di dunia. Namun kata-kata saja tidak akan cukup. Obama masih belum menghadapi ujian yang sebenarnya. Nanti jika ia berhasil melalui bermacam ujian, barulah akan terlihat, apakah ia memang layak menerima penghargaan di Oslo.

Harian Perancis Le Figaro berkomentar:

Pemberian hadiah nobel perdamaian yang kontroversial ini membuka peluang bagi Barack Obama untuk menjelaskan lebih rinci pandangannya tentang perang dan perdamaian. Sekali lagi ia mencoba memuaskan semua pihak dengan pidato yang mengesankan. Ia merangkul para pembela hak asasi manusia maupun para pendukung politik keamanan nasional. Namun setelah masa pidato selesai, Obama akan dinilai melalui perbuatannya.

Harian Jerman Frankfurter Allgemeine Zeitung menanggapi pidato Obama di Oslo sebagai berikut:

Ini adalah pidato yang serius dan kering. Tidak banyak ucapan tentang visi sebuah dunia yang baru dan damai. Yang banyak diungkapkan adalah dilema dalam tindakan politik praktis, sebagaimana dialami Obama di dalam maupun di luar negeri, misalnya di Afghanistan. Pada saat komite nobel perdamaian di Swedia memilihnya sebagai penerima penghargaan itu, Obama tentu sudah menyadari, bahwa penghargaan ini tidak memudahkan tugasnya. Malah justru akan menjadi beban. Ini ibarat selembar cek bagi masa depan yang tidak pernah bisa terpenuhi. Latar belakang pemberian penghargaan itu cukup jelas: Untuk memberi tekanan moral pada politik luar negeri Amerika Serikat agar bergerak ke arah yang benar. Inilah gambaran dunia progresif yang ada di benak ke lima anggota komisi Nobel di Oslo.

Harian Spanyol El Pais menulis:

Barack Obama tidak menjawab pertanyaan, bagaimana pimpinan sebuah negara yang sedang berperang di dua tempat, yaitu di Irak dan Afghanistan, bisa mendapat penghargaan nobel perdamaian. Ia hanya memaparkan doktrin militer alternatif, yaitu tentang perang yang adil. Ini berbeda dari perang agresif yang dijalankan pendahulunya George W Bush. Bagi Obama, perang hanya bisa menjadi jalan terakhir. Penggunaan kekerasan militer harus memperhatikan dasar-dasar proporsionalitas. Masyarakat sipil harus dilindungi. Ini bukan konsep baru. Yang baru adalah, bahwa seorang presiden AS mau menerapkan doktrin ini.

Harian Italia La Stampa berkomentar:

Barack Obama menemukan kembali konsep perang yang adil dan memberinya interpretasi baru. Ia tidak memilih perang sebagai kebalikan dari impian sebuah dunia tanpa peperangan. Solusinya untuk dilema itu adalah, membuka pintu bagi musuhnya sampai saat-saat terakhir. Tapi solusi ini juga menyimpan perangkap. Seperti yang ditegaskan Martin Luther: 'Kekerasan tidak pernah menciptakan perdamaian yang langgeng.'

HP/EK/dpa/afp