Tinggal 2x45 menit lagi dan penantian panjang Jerman, 38 tahun, segera terjawab: bisa memuncaki Piala Dunia U17 atau, lagi-lagi runner-up?
Ini memang final kedua Jerman sejak turnamen remaja dunia ini digelar pertama kali di Cina 1985. Saat itu, Jerman juga ke final sebelum menyerah 0-2 pada Nigeria.
Kini, 38 tahun berselang, pada turnamen ke-19 di Indonesia, Panser Muda kembali ke final. Mereka menuju perfekt, sempurna setelah di fase grup dan fase knock-out tidak terkalahkan.
Dalam enam laga, Jerman meraup 16 gol dan kebobolan 7 gol dengan menempatkan nama-nama Paris Brunner (Dortmund), Mak Moerstedt (Hoffenheim) dan Robert Ramsak (Bayern München) serta Noah Darvich (Barcelona) sebagai bintang terang.
Jerman juga keren dalam enam laga. Yang perlu digarisbawahi, Ramsak cs menggasak Meksiko, Amerika Serikat, Spanyol dan Argentina di semifinal.
Bisakah Jerman perfekt dan menutup turnamen yang digelar heboh di empat kota di Indonesia - Surabaya, Bandung, Jakarta dan Solo - dalam 22 hari penyelenggaraan dengan mahkota juara?
Ini pertanyaan klasik. Dan, seperti biasa, ini tidak mudah dijawab. Maklum, Prancis, finalis yang juara pada 2001, juga tim tangguh: juga tidak terkalahkan dan hanya kebobolan satu gol saja, gol Ibrahim Diarra, di semifinal kontra Mali.
Alasan lain kenapa Sabtu malam ini Solo menjadi kancah kuali panas, sebab Prancis membawa kenangan pahit saat mereka dua kali menyerah di zona Eropa.
Ya, Les Blues datang dan hadir di final di Solo - di kota yang timnya Persis Solo baru saja merayakan satu abad usianya - dengan misi balas dendam.
Saat itu, Mei lalu di fase grup, Prancis digasak Jerman 3-1 via dua gol Paris Brunner dan Ramsak. Kedua tim jumpa lagi di final Euro U17, 3 Juni lalu di Hungaria dan Jerman menang adu penalti.
Kini, finalis Euro U17 itu bentrok lagi di final Piala Dunia U17. Duel dua tim Eropa yang kedua di final Piala Dunia U17, setelah laga Inggris vs Spanyol pada 2017.
Jean-Luc Vannuchi, manajer Prancis optimis. Tapi Christian Wück lebih optimis lagi: Jerman bakal menang di Solo, seperti ketika mereka menaklukkan Prancis di Budapest.
Dan kemudian, Wück berujar: Pardon, Frankreich
Hardimen Koto : pengamat, analis dan komentator sepak bola
*tulisan ini menjadi tanggung jawab penulis.